Jayapura (Antara Papua) - Legislator Partai Gerindra yang juga anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Nathan Pahabol meminta insentif tenaga medis di kawasan pegunungan ditingkatkan agar tidak ada aksi mogok kerja.
"Harus ada rapat koordinasi dan evaluasi, jika kurang DPRP minta naikkan insentifnya, karena mereka ini berhadapan dengan orang sakit datang hanya berdoa dan berharap medis untuk dapatkan kesembuhan," ujarnya di Jayapura, Senin.
Ia menjelaskan bahwa biaya hidup di wilayah pegunungan Papua sangat tinggi, karenanya keberadaan tenaga medis yang masih kurang di wilayah tersebut harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.
"Saya bicara dari segi orang papua yang kerja pegunungan papua sangat mahal, orang harus bayar gaji berdasarkan kinerja, jadi. Siapa yang rajin kerja dia dapat gaji dan kesejahteraan layak," kata Pahabol.
Menurut dia, aksi demonstrasi yang sempat dilakukan oleh tenaga medis di RSUD Wamena, Kabupaten Jaya Wijaya pada 13 Mei 2016 harus betul-betul mendapat atensi dari pemerintah daerah setempat karena keberadaannya yang sangat strategis bagi masyarakat di kabupaten sekitar.
"Kalau kita dengar ada demo, oleh mantri, suster dan dokter, mereka demo di jantung Jayawijaya itu, karena banyak pasien yang datang berobat disitu, meski ada pemekaran di Yahukimo, Yalimo dan lanny jaya tapi orang tidak berobat disana, karna fasilitas tidak ada, tapi orang pegunungan itu mereka datang atau dirujuk di wamena," ujar dia.
"Pertanyaanya, kalau mereka demo tuntutan mereka apa? Kalau mereka tuntut kesejahteraan berati kita perlu tanyakan, kepada pemda sejauh mana pemda Jayawijaya memberi perhatian kepada tenaga medis ini? Apakah fasilitas sarana dan prasarana tidak lengkap? Atau insentifnya tidak sesuai kemampuan kinerja mereka?," sambung Pahabol.
Ia menekankan jangan sampai karena ada aksi tersebut terjadi penelantaran pasien yang bisa berakibat fatal bagi kehidupan seseorang. (*)
"Harus ada rapat koordinasi dan evaluasi, jika kurang DPRP minta naikkan insentifnya, karena mereka ini berhadapan dengan orang sakit datang hanya berdoa dan berharap medis untuk dapatkan kesembuhan," ujarnya di Jayapura, Senin.
Ia menjelaskan bahwa biaya hidup di wilayah pegunungan Papua sangat tinggi, karenanya keberadaan tenaga medis yang masih kurang di wilayah tersebut harus mendapat perhatian serius dari pemerintah.
"Saya bicara dari segi orang papua yang kerja pegunungan papua sangat mahal, orang harus bayar gaji berdasarkan kinerja, jadi. Siapa yang rajin kerja dia dapat gaji dan kesejahteraan layak," kata Pahabol.
Menurut dia, aksi demonstrasi yang sempat dilakukan oleh tenaga medis di RSUD Wamena, Kabupaten Jaya Wijaya pada 13 Mei 2016 harus betul-betul mendapat atensi dari pemerintah daerah setempat karena keberadaannya yang sangat strategis bagi masyarakat di kabupaten sekitar.
"Kalau kita dengar ada demo, oleh mantri, suster dan dokter, mereka demo di jantung Jayawijaya itu, karena banyak pasien yang datang berobat disitu, meski ada pemekaran di Yahukimo, Yalimo dan lanny jaya tapi orang tidak berobat disana, karna fasilitas tidak ada, tapi orang pegunungan itu mereka datang atau dirujuk di wamena," ujar dia.
"Pertanyaanya, kalau mereka demo tuntutan mereka apa? Kalau mereka tuntut kesejahteraan berati kita perlu tanyakan, kepada pemda sejauh mana pemda Jayawijaya memberi perhatian kepada tenaga medis ini? Apakah fasilitas sarana dan prasarana tidak lengkap? Atau insentifnya tidak sesuai kemampuan kinerja mereka?," sambung Pahabol.
Ia menekankan jangan sampai karena ada aksi tersebut terjadi penelantaran pasien yang bisa berakibat fatal bagi kehidupan seseorang. (*)