Mahalnya tiket penerbangan dari dan ke Papua bukanlah hal baru dalam dunia penerbangan domestik di Tanah Air karena dari tahun ke tahun selalu menjadi topik pembicaraan publik.

Menjelang liburan sekolah dan hari raya keagamaan, seperti Lebaran dan Natal serta tahun baru, harga tiket dari dan ke Papua melambung tinggi, dan selalu menjadi keluhan publik meski tidak ada yang patut disalahkan.

Sejak beberapa pekan terakhir hingga pertengahan Januari mendatang, harga tiket rute Jakarta-Jayapura (Papua) mencapai Rp6 juta sekali penerbangan untuk tiket kelas ekonomi dan Rp12 jutaan untuk kelas bisnis/eksekutif.

Tidak sedikit warga yang berdomisili di Papua, provinsi paling timur Indonesia yang merespons mahalnya tiket pesawat itu dengan beragam bentuk amarah, seperti menggunakan kata-kata penghuni kebun binatang hingga membuat status bernada negatif di media sosial.

Boleh jadi publik tertentu ingin menyalahkan maskapai penerbangan beserta agen penjualan tiket akibat mahalnya tiket pesawat dari dan ke Papua meski sebagian tahu ketentuan tarif penerbangan telah diatur oleh pemerintah.

Misalnya, tarif yang diberlakukan maskapai melalui agen-agen penjualan tiket masih sesuai dengan ketentuan batas atas atau batas maksimal harga tiket penerbangan.

Beragam tanggapan negatif yang dieksploitasi warga Papua melalui ucapan dan status di media sosial, akhirnya disikapi juga oleh Pemerintah Provinsi Papua melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.

Pada tanggal 19 Desember 2016, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Papua Djuli Mambaya mendatangi Kantor Garuda di Kota Jayapura seolah-olah hendak melakukan inspeksi mendadak (sidak) terkait dengan keluhan publik tentang mahalnya tiket penerbangan dari Papua ke berbabagi kota di Indonesia.

Saat tiba di Kantor Perwakilan Garuda yang terletak di kawasan Ruko Pasifik Permai Jayapura, Sales Manager Garuda Jayapura Octavianus J. Thampi sudah menunggu kedatangan Kadishub Papua itu guna menjelaskan permasalahan tersebut.

"Kami tidak mungkin menjual tiket melewati harga tertinggi yang sudah ditentukan, seperti Jayapura-Jakarta untuk kelas ekonomi mencapai Rp6.065.000,00," kata Octovianus.

Harga tiket pesawat pun bisa berubah sewaktu-waktu karena setiap kali penerbangan seat/kursi terbagi menjadi beberapa kelas, yaitu promo, ekonomi, dan bisnis/ekskutif. Setiap kelas tersebut terbagi lagi menjadi beberapa subkelas yang biasanya dilabeli dengan abjad X, C, V, D, M, dan lainnya.

Setiap kelas dan subkelas harganya pun berbeda-beda. Namun, harus tetap mengacu pada ketentuan batas bawah (dasar) dan batas atas (maksimal).

Jika subkelas dengan harga terendah telah terjual, subkelas lainnya yang tersedia harganya berbeda, bisa sedikit lebih mahal dan seterusnya.

Mungkin saja, ada warga Papua yang hendak membeli tiket pesawat pada saat kelas dan subkelas ekonomi semuanya telah terjual sehingga yang masih tersisa kelas bisnis/eksekutif yang harganya belasan juta rupiah, kemudian warga tersebut menyimpulkan tiket sangat mahal disertai amarah.

Mendapat penjelasan tersebut, Kadishub Papua berdalih kedatangannya ke kantor Garuda itu untuk mengetahui secara pasti penyebab tingginya harga tiket, terutama saat libur sekolah maupun menjelang hari raya keagamaan.

Kadishub Papua itu pun kemudian meninggalkan kantor Garuda sembari menginformasikan kepada para wartawan bahwa dirinya akan melakukan hal serupa di kantor perwakilan maskapai penerbangan lainnya yang ada di Jayapura.

"Saya sudah menerima keluhan yang disampaikan melalui telepon dan pesan singkat (SMS) dari para calon penumpang tentang harga tiket yang mahal dan mencapai hampir Rp7 juta/orang," kata Mambaya.

Keluhan serupa juga diterima para legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sehingga para politikus itu berniat membentuk panitia kerja (panja) guna mengambil langkah-langkah strategis terkait dengan mahalnya tiket penerbangan yang sudah sangat sering terjadi itu.

"Lonjakan harga tiket bukan hal yang wajar lagi, melainkan cukup meresahkan masyarakat sehingga DPRP akan membentuk Panja untuk mengambil langkah-langkah terhadap lonjatan harga tiket itu," ujar Ketua Komisi II DPRP Deert Tabuni.

Ia pun mendesak Gubernur Papua Lukas Enembe agar mengundang SKPD terkait, maskapai penerbangan, dan pihak terkait untuk melakukan rapat terbuka dalam pembahasan agar kenaikan harga tiket bisa normal kembali.

Ketentuan Tarif
Tarif penerbangan yang diberlakukan Garuda Indonesia lebih mahal daripada Lion Air atau Air Asia. Hal itu erat hubungannya dengan pelayanan yang diberikan maskapai penerbangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Berdasarkan Permenhub itu, dilakukan pengelompokan pelayanan penerbangan dibedakan menjadi tiga kategori, yakni pelayanan dengan standar maksimum (full services), standar menengah (medium services), dan standar minimum (no frills) sering disebut sebagai maskapai berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC).

Maskapai penerbangan yang menentukan standar pelayanan sesuai dengan kelompok pelayanan. Namun, hal itu wajib disampaikan kepada publik secara jelas, benar, dan mudah di akses melalui media publikasi.

Masing-masing kelompok pelayanan harus memenuhi tiga aspek standar pelayanan dalam penerbangan, yakni standar pelayanan sebelum penerbangan (pre-flight), selama penerbangan (in-flight), dan setelah penerbangan (post-flight).

Standar pelayanan sebelum penerbangan terdiri atas informasi penerbangan, reservasi tiket, ticketing, check-in, proses menuju ke ruang tunggu, boarding, penanganan keterlambatan penerbangan, pembatalan penerbangan, dan denied boarding passenger.

Adapun standar pelayanan selama penerbangan meliputi fasilitas dalam pesawat dan kinerja awak kabin.

Standar pelayanan setelah penerbangan meliputi proses turun pesawat, transit atau transfer, pengambilan bagasi tercatat, dan penanganan keluhan pelanggan.

Maskapai penerbangan Indonesia yang mengajukan diri sebagai kelompok pelayanan "full services", yakni Garuda Indonesia dan Batik Air.

Sriwijaya Air dan anak perusahaannya, Nam Air, memilih kelas medium, sedangkan Air Asia, Lion Air, dan Wings Air memilih layanan berbiaya rendah.

Konsekuensi dari penerapan kelompok pelayanan, yakni adanya pembatasan maksimal tarif yang diperbolehkan dari tarif batas atas yang ditetapkan pemerintah.

Ketentuannya mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 126 Tahun 2015 tentang Mekanisme Formulasi Penghitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri.

Formula penerapan besaran tarif berdasarkan kelompok pelayanan, yakni tarif 100 persen dari tarif maksimum untuk "full services", setinggi-tingginya 90 persen dari tarif maksimum untuk "medium services", dan setinggi-tingginya 85 persen dari tarif maksimum untuk pelayanan dengan standar minimum.

Dari formula tersebut memungkinkan Garuda Indonesia untuk mematok harga tiket 100 persen dari batas atas yang ditetapkan pemerintah, sedangkan Air Asia dan Lion Air maksimal 85 persen dari tarif batas atas.

Dengan kata lain, Lion dan Air Asia tidak boleh menaikkan harga tiket seharga Garuda meskipun dalam musim "peak season" seperti liburan dan mudik Lebaran.

Khusus kelas ekonomi sesuai dengan Permenhub Nomor 126/2015 yang berlaku efektif mulai 26 September 2015, ditetapkan formulasi baru yang menyesuaikan dengan tarif batas atas kelas ekonomi.

Kebijakan menaikkan tarif batas atas berkaitan dengan dampak perubahan kurs dollar.

Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi tidak boleh melebihi tarif jarak tertinggi yang ditetapkan oleh Menhub sesuai kelompok pelayanan yang diberikan.

Permenhub ini juga mengubah besaran tarif normal dengan besaran serendah-rendahnya 30 persen dari tarif batas atas.

Sebelumnya, berdasarkan Permenhub No. 51/2014, besaran tarif normal adalah sebesar 40 persen tarif batas atas.

Alasan penurunan ini seperti yang dikemukakan Kementerian Perhubungan untuk menyesuaikan daya beli masyarakat yang menurun akibat melambatnya perekonomian.

Selain itu, tarif pelayanan kelas ekonomi pesawat dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan.

Tarif jarak merupakan hasil perkalian tarif dasar dengan jarak serta dengan memperhatikan kemampuan daya beli.

Tarif dasar adalah besaran tarif per penumpang kilometer yang dinyatakan dalam rupiah, dan diperoleh dari hasil perhitungan biaya pokok per satuan unit produksi ditambah keuntungan.

Dari ketentuan tarif kelas ekonomi, maskapai penerbangan kemudian membuat tabel besaran batas atas dan batas bawah, seperti tarif penerbangan Garuda Indonesia dan Batik Air (pelayanan full services) rute Jakarta-Jayapura batas bawahnya sebesar Rp1.906.800,00 dan batas atas sebesar Rp6.356.000,00 per orang sekali penerbangan dengan jarak 4.414 kilometer.

Berikut tarif Garuda untuk rute Jakarta-Merauke berjarak 3.712 kilometer batas bawahnya sebesar Rp1.603.500,00 dan batas atas sebesar Rp5.345.000,00.

Tarif Garuda rute Jakarta-Nabire yang berjarak 3.193 kilometer, batas bawahnya sebesar Rp1.379.400,00 dan batas atas sebesar Rp4.598.000,00.

Untuk rute Jakarta-Timika dengan jarak 3.729 kilometer, batas bawahnya sebesar Rp1.611.000,00 dan batas atas sebesar Rp5.370.000,00.

Maskapai penerbangan dengan layanan berbiaya rendah, seperti Lion Air dan Wings Air, untuk rute Jakarta-Jayapura batas bawahnya sebesar Rp1.906.800,00 dan batas atas sebesar Rp5.402.600,00 per orang sekali penerbangan.

Rute Jakarta-Merauke, Lion Air dan Wings Air memberlakukan batas bawahnya sebesar Rp1.603.500,00 dan batas atas sebesar Rp4.543.250,00, dan rute Jakarta-Nabire batas bawahnya sebesar Rp1.379.400,00 dan batas atas sebesar Rp3.908.300,00, serta rute Jakarta-Timika batas bawahnya sebesar Rp1.611.000,00 dan batas atas sebesar Rp4.564.500,00.

Dengan demikian, jika ada maskapai penerbangan yang memberlakukan harga tiket melebihi batas atas tersebut, patut dilaporkan kepada pihak yang berwewenang.

Sosialisasi tentang ketentuan tarif penerbangan juga harus gencar dilakukan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun kalangan maskapai penerbangan.

Jika Pemerintah Provinsi Papua beserta pemerintah kabupaten/kota di Papua ingin membantu warganya untuk menjangkau harga tiket, terutama saat libur sekolah dan hari besar keagamaan, subsidi penerbangan dari dana APBD dapat menjadi salah satu alternatif. (*)

Pewarta : Pewarta: Anwar Maga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024