Pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilakukan serentak mengacu pada pasal 201 ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Payung hukum pelaksanaan pilkada serentak semakin kuat setelah disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah melalui UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Pilkada serentak itu terbagi dalam tiga gelombang, yakni gelombang pertama untuk kepala daerah yang akhir masa jabatannya (AMJ) pada 2015, dan semester pertama 2016, yang dimulai sejak 18 April 2015 dan tahapan pemungutan suaranya pada 9 Desember 2015.

Pilkada gelombang pertama itu terlaksana di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 26 kota di Indonesia, termasuk 11 kabupaten di Provinsi Papua, provinsi paling timur Indonesia.

Selanjutnya, pilkada gelombang kedua untuk AMJ semester kedua 2016 dan AMJ 2017, yang dimulai sejak 24 Oktober 2016 dan tahapan pemungutan suaranya dijadwalkan 15 Februari 2017, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan.

Pilkada serentak gelombang kedua itu diikuti oleh tujuh provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten, termasuk 11 kabupaten/kota di Provinsi Papua, provinsi yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini (PNG).

Sedangkan pilkada serentak gelombang ketiga untuk AMJ tahun 2018 dan AMJ 2019, yang tahapan pemungutan suaranya dijadwalkan Juni 2018, sehingga tahapan awalnya dilaksanakan enam bulan sebelumnya.

Pilkada serentak gelombang ketiga akan diikuti provinsi dan kabupaten/kota yang belum mengikuti pilkada serentak, termasuk Provinsi Papua.

Di Provinsi Papua terdapat 29 kabupaten/kota (28 kabupaten dan satu kota), yakni Kabupaten Asmat, Biak Numfor, Boven Digoel, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Jayapura, Jayawijaya, Keerom, Kepulauan Yapen, Lanny Jaya, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Mappi, Merauke, Mimika, Nabire, Nduga, Paniai, Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, Tolikara, Waropen, Yahukimo, Yalimo, dan Kota Jayapura.

Sebanyak 11 kabupaten telah mengikuti pilkada serentak gelombang pertama yakni Kabupaten Asmat, Nabire, Yahukimo, Merauke, Keerom, Waropen, Pegunungan Bintang, Supiori, Yalimo, Mamberamo Raya dan Boven Digoel.

Sedangkan 10 kabupaten dan satu kota yang mengikuti pilkada serentak gelombang kedua masing-masing Kabupaten Jayapura, Mappi, Kepulauan Yapen, Nduga, Tolikara, Dogiyai, Puncak Jaya, Lanny Jaya, Intan Jaya, Kabupaten Sarmi, dan Kota Jayapura.

Masih ada tujuh kabupaten lainnya yang belum mengikuti pilkada serentak yakni Kabupaten Biak Numfor, Jayawijaya, Deiyai, Mimika, Paniai, Puncak, dan Mamberamo Tengah, yang akan mengikuti pilkada serentak gelombang ketiga bersama Provinsi Papua.

Dari 22 kabupaten/kota yang mengikuti pilkada serentak gelombang pertama dan kedua, sebanyak tujuh kabupaten masih mempertahankan penggunaan noken sebagai instrumen pengganti kotak suara dalam pemilu, yang kemudian diterjemahkan sebagai bentuk kearifan lokal.

Noken merupakan sebutan untuk kantong/tas khas buatan atau hasil kerajinan tangan khas orang Papua dari kayu tertentu yang tumbuh di hutan.

Perspektif noken sebagai bentuk kearifan lokal sudah diterapkan di pedalaman Papua sejak Pemilu 1971 ketika masih bernama Irian Barat atau baru dua tahun bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sejak dulu terdapat dua pola penyelenggaran pemungutan suara di pedalaman Papua Yakni pola "bigman" atau pemberian suara diserahkan atau diwakilkan kepada ketua adat, dan pola noken gantung yakni masyarakat dapat melihat suara masuk ke kantong kandidat peserta pemilu, yang sebelumnya telah disepakati.

Menurut kepercayaan dan adat istiadat masyarakat Papua yang terdiri dari banyak suku yang tersebar di daerah pegunungan tengah itu, kedua pola tersebut sudah sesuai dengan kehendak mereka dan adil.

Sistem noken mulai dipermasalahkan hingga digelar sidang perkara nomor 47-81/PHPU.A/VII/2009 di Mahkamah Konstitusi, yang diajukan oleh dua orang pemohon yaitu Pdt Elion Numberi dan Hasbi Suaib S.T, yang mempersoalkan perselisihan hasil pemilu untuk anggota DPD di Kabupaten Yahukimo, bukan konstitusionalitas noken sebagai model pemilihan.

Dari perkara tersebut, akhirnya muncul putusan bernomor 47-48/PHPU.A/VI/2009 tanggal 9 Juni 2009, dimana MK tidak membatalkan hasil pemungutan suara dengan sistem noken di daerah pendalaman Papua.

Jadi, ketika suara yang didapat dari pemilihan model noken dinyatakan sah, maka secara implisit pemilihan model noken diakui sebagai salah satu tata cara pemilihan yang konstitusional.

Pada pemilu legislatif dan Presiden di 2014, pemungutan suara sistem noken juga diterapkan di kawasan pedalaman (pegunungan tengah) Papua yang mencakup 14 kabupaten, meskipun masih ada penggunaan tempat pemungutan suara (TPS) di lokasi tertentu.

Saat penggunaan noken pada Pemilu Presiden 2014, hasilnya dipermasalahkan oleh kubu Prabowo-Hatta, setelah hasil Pilpres di sana menunjukkan mereka kalah telak dari Jokowi-JK.

Namun, MK tetap memutuskan hasil pemungutan suara dengan sistem noken di daerah pendalaman Papua tetap sah.

MK pun memperbolehkan menggunakan noken dalam pemungutan suara di beberapa daerah di wilayah pegunungan, meskipun putusan melegalkan penggunaan noken itu hanyalah bentuk penghargaan terhadap keberagaman budaya dalam kemajemukan Indonesia.

Kendati demikian, putusan MK tersebut tidak dapat dipandang atau ditafsirkan sebagai suatu norma hukum yang akan digunakan sebagai dasar hukum penggunaan noken sebagai sebuah sistem pemilu di Papua, sehingga secara bertahap penggunaan noken makin berkurang.

Apalagi, sistem noken memiliki kelemahan mendasar dalam konteks demokrasi karena pada sistem noken kepala suku yang mendaftarkan anggota sukunya sebagai pemilih kepada petugas pendaftaran, namun proses pendaftaran seperti ini tidak dilakukan berdasar prinsip satu orang satu pendaftaran.

Dengan demikian akan memunculkan ketidakmampuan untuk memantau apakah jumlah pemilih dalam satu suku meningkat atau menurun karena perkawinan, kematian, dan mobilitas geografis.

Jika pada Pemilu 2014, sebanyak 14 kabupaten menggunakan sistem noken, maka kini hanya tujuh kabupaten yang masih mempertahakan kearifan lokal itu.

Tujuh kabupaten itu yakni Kabupaten Yahukimo pada pilkada serentak gelombang pertama, dan enam kabupaten lainnya yang mengikuti pilkada serentak gelombang kedua.

Ketua KPU Provinsi Papua Adam Arisoy menyebut enam kabupaten yang menggunakan sistem noken pada pilkada serentak gelombang kedua yaitu Kabupaten Puncak Jaya, Intan Jaya, Tolikara, Lanny Jaya, Nduga dan Kabupaten Dogiay.

"Namun ada kabupaten yang tidak seluruh TPS menggunakan sistem noken dan tetap memakai sistem pada umumnya yakni pemilih langsung mendatangi dan menyalurkan suaranya ke TPS. Misalnya di Kabupaten Puncak Jaya tercatat delapan TPS yang ada di Distrik Mulia tidak menggunakan sistem noken," ujar Adam.

Pengawasan ketat
Kini, Polri dan TNI di Provinsi Papua bahu-membahu mengamankan setiap tahapan pilkada serentak gelombang kedua di 11 kabupaten/kota, yang diawali dengan gelar pasukan yang dilakukan pada 15 Oktober 2016 dan akan berakhir setelah pilkada rampung.

Pengamanan pilkada itu diberi nama operasi mantap praja yang melibatkan sekitar 12 ribu personil polri, TNI dan aparat perlindungan masyarakat (linmas).

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan selama pelaksanaan operasi mantap praja, dilakukan razia atau "sweeping" dan kegiatan cipta kondisi lainnya.

Razia atau "sweeping" itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan kamtibmas.

"Selama pelaksanaan operasi masyarakat diminta tidak membawa benda tajam karena bila ditemukan saat razia akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujar Irjen Waterpauw.

Versi Polda Papua, dari 11 kabupaten/kota yang mengikuti pilkada serentak gelombang kedua, tiga kabupaten di kawasan pedalaman rawan gangguan kamtibmas yakni Tolikara, Puncak Jaya, dan Lanny Jaya.

Ketiga kabupaten itu merupakan bagian dari enam kabupaten yang menggunakan sistem noken pada pilkada serentak gelombang kedua.

Ketiga kabupaten itu dinilai rawan lantaran kondisi geografis dan topografis wilayahnya yang sulit, dan kondisi cuaca yang ekstrem, serta daerah itu hingga kini masih bercokol kelompok bersenjata yang sering mengganggu situasi kamtibmas.

"Itu yang menjadi kerawanan utamanya. Semua itu tentu menyulitkan kami untuk mendorong pasukan jika terjadi sesuatu hal selama penyelenggaraan pilkada," ujar Irjen Waterpauw.

Ia mengakui pihaknya telah menyiapkan pasukan cadangan guna membantu polres-jika terjadi peningkatan eskalasi situasi gangguan kamtibmas selama penyelenggaraan pilkada.

"Kami juga sudah meminta dukungan dua kompi Brimob dari Mabes Polri untuk memback-up Polda Papua," ujarnya.

Waterpauw menambahkan, setiap ajang penyelenggaraan Pilkada di semua daerah di Papua harus dimaknai sebagai proses pembelajaran terbaik untuk masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya, juga bagi pasangan calon, tim sukses maupun simpatisan.

"Biasanya masalah muncul ketika orang melihat ada subjektivitas dalam pengambilan keputusan. Makanya sejak awal kami meminta penyelenggara agar benar-benar berlaku netral dan objektif," ujarnya.

Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Hinsa Siburian mengatakan pihaknya menyiapkan prajurit sesuai permintaan untuk membantu pengamanan pilkada serentak 2017 di 11 kabupaten/kota di Provinsi Papua.

"Kita sudah rencanakan sebelumnya, mau berapapun kita siapkan. Jadi, kita tidak batas-batasi. Sama kemarin waktu di Jakarta itukan, Panglima TNI tidak membatas-batasi, mau berapapun bisa amankan. Prinsip kami begitu," ujarnya.

Mayjen TNI Hinsa Siburian prajurit TNI di Bumi Cenderawasih siap membantu aparat kepolisian dalam menjaga dan menciptakan situasi keamanan dan ketertiban yang aman dan nyaman jelang dan selama pilkada berlangsung.

Dalam menjaga dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman di daerah rawan konflik pada saat Pilkada, kata Mantan Dandim 1710/Mimika itu, bukan saja dengan membantu Polri, tetapi menggandeng semua pemangku kepentingan.

"Selain kerja sama dengan polisi, kami juga kerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat tentunya. Saya yakin masyarakat lebih dewasa sekarang," katanya.

Mengenai sikap prajurit TNI dalam Pilkada nanti, Pangdam Cenderawasih katakan bahwa sudah jelas netral dan tidak ada prajurit yang terlibat politik praktis saat kampanye atau pilkada.

"Itu mutlak, bagaimana juru damai kok tidak netral. Mutlak itu, perintah itu. Kalau ada itu langsung diberikan sanksi. Tentara itu hanya dua, perintah dan sanksi bagi yang melanggar. Kalau ditemukan langsung laporkan ke saya, langsung saya tarik," katanya.

Kini, pilkada serentak 2017 masih dalam tahapan kampanye, sekaligus verifikasi daftar pemilih.

Versi KPU Provinsi Papua, pilkada serentak di 11 kabupaten/kota itu akan berlangsung di 3.864 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 2.227 kelurahan/desa pada 226 distrik (kecamatan).

Jumlah pemilih sesuai daftar pemilih (DPT) di 11 kabupaten/kota hasil verifikasi tercatat sebanyak 1.445.976 orang, atau berkurang sebanyak 159.744 orang dari daftar pemilih sementara (DPS) yang mencapai 1.605.720 pemilih.

Rinciannya, pemilih di Kabupaten Jayapura terdata sebanyak 131.283 orang pada 347 TPS, Sarmi tercatat 26.857 pemilih pada 106 TPS, Kepulauan Yapen 107.608 pemilih pada 264 TPS, Intan Jaya 79.337 pemilih pada 185 TPS, Kabupaten Dogiay 130.657 pemilih pada 292 TPS.

Kabupaten Nduga sebanyak 146.853 pemilih yang akan menyalurkan suara di 421 TPS, Lanny Jaya tercatat 146.233 pada 577 TPS, Tolikara 218.267 pemilih pada 582 TPS, Puncak Jaya 179.144 pemilih pada 407 TPS, Mappi tercatat 71.201 pemilih pada 230 TPS dan Kota Jayapura tercatat 308.778 pemilih di 632 TPS.

Komisioner KPU Provinsi Papua Tarwinto mengatakan jumlah pemilih berkurang setelah dilakukan sinkronisasi dengan data dari dinas kependudukan dan catatan sipil.

"Memang terjadi penurunan jumlah DPT, termasuk yang terjadi di Kota Jayapura," ujar Tarwinto. (*)

Pewarta : Pewarta: Anwar Maga
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024