Timika (Antara Papua) - Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) mengharapkan PT Freeport Indonesia dan pemerintah segera mencapai kesepakatan terkait kelanjutan operasi pertambangan perusahaan itu di Tembagapura, Mimika, Papua.

"Kami sangat berharap pihak perusahaan dan pemerintah menyelesaikan persoalan ini dengan bijaksana. Jangan sampai karena kebuntuan negosiasi antara Freeport dan pemerintah lalu masyarakat menjadi korban," kata Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Kamis.

Ia mengatakan terhentinya ekspor konsentrat PT Freeport berdampak besar bagi progam pemberdayaan masyarakat Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lainnya di Mimika.

Selama ini, kata Abraham, program-program prioritas LPMAK di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat tujuh suku serta infrastruktur mengandalkan dana kemitraan yang disalurkan oleh PT Freeport.

"Dampaknya luar biasa. Banyak program LPMAK terancam tidak bisa jalan. Ini masalah yang sangat berat bagi LPMAK maupun masyarakat tujuh suku yang menjadi sasaran program-program itu," kata Abraham.

Menurut dia, LPMAK akan menempuh langkah-langkah penghematan menyikapi kondisi buruk yang terus terjadi di PT Freeport akibat terhentinya penjualan atau ekspor konsentrat.

LPMAK mengurangi anggaran program hingga 40 persen dan akan mengurangi karyawan hingga 60 persen.

"Tahun ini kami hanya menjalankan program-program prioritas sambil menunggu perkembangan negosiasi antara Freeport dengan pemerintah," ujar Abraham.

Ia mengatakan alokasi dana kemitraan dari Freeport yang selama ini dikelola oleh LPMAK jumlahnya bervariasi alias tidak tetap.

Besaran alokasi dana kemitraan dari PT Freeport itu dihitung satu persen dari pendapatan kotor yang diterima oleh PT Freeport dalam satu tahun dengan total berkisar antara Rp500 miliar hingga lebih dari Rp1 triliun.

"Kalau pendapatan Freeport meningkat maka otomatis dana yang diterima oleh LPMAK juga meningkat. Demikianpun sebaliknya," jelas Abraham.

Dari total dana yang diterima LPMAK dari Freeport tersebut, alokasi terbesar diperuntukkan mendukung operasional dua rumah sakit di Mimika, yaitu Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) dan Rumah Sakit Waa-Banti di Distrik Tembagapura.

Kedua rumah sakit itu dalam setahun mendapat alokasi dana operasional berkisar Rp100 miliar-Rp200 miliar.

Selanjutnya untuk bidang pendidikan, dana yang dialokasikan setiap tahun mencapai sekitar Rp80 miliar hingga Rp100 miliar.

Anggaran itu untuk membiayai lebih dari 800 pelajar/mahasiswa tujuh suku yang menempuh pendidikan di berbagai lembaga dan kota di Indonesia maupun luar negeri serta membiayai sejumlah sekolah dan asrama pelajar/mahasiswa asli Papua.

"LPMAK berkomitmen untuk terus membiayai pelajar dan mahasiswa yang sudah menerima beasiswa dan sedang menempuh studi di berbagai kota baik dalam negeri maupun luar negeri. Tapi untuk pengiriman peserta beasiswa baru sama sekali kami hentikan," katanya.

Sedangkan alokasi anggaran untuk bidang pengembangan ekonomi masyarakat setiap tahunnya menyedot anggaran Rp50 miliar-Rp60 miliar.

"Kami tetap berusaha membantu kelompok swadaya mandiri (KSM) yang selama ini mendapat perhatian dari LPMAK, meskipun ke depan mungkin alokasi anggaran untuk mereka akan berkurang drastis," jelas Abraham.

Menyangkut pemangkasan karyawan LPMAK, Abraham mengatakan kebijakan itu akan dilakukan secara bertahap. Saat ini karyawan yang bekerja di LPMAK di Mimika tercatat sebanyak 210 orang.

Abraham menambahkan bahwa keberadaan PT Freeport di Tembagapura, Papua selama 48 tahun beroperasinya cukup banyak memberikan hal positif bagi masyarakat setempat.

Pada Desember 2016, PT Freeport telah menyatakan kesediaannya untuk tetap memberikan dukungan dana bagi LPMAK guna menjalankan program-program prioritas untuk pemberdayaan masyarakat lokal tujuh suku.

Namun melihat kondisi saat ini, Abraham pesimistis alokasi anggaran yang akan digelontorkan PT Freeport ke LPMAK masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024