Para pecinta kopi khususnya jenis arabika pasti mengetahui bahwa salah satu hasil perkebunan dari Papua ini memiliki cita rasa dan aroma khas yang sangat diminati oleh masyarakat mancanegara, di antaranya Amerika Serikat dan Swiss.

Kelebihan kopi arabika hasil perkebunan Papua ini adalah tumbuh subur secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia dan tidak terasa asam karena memiliki kadar yang rendah sehingga aman diminum bagi semua orang.

Kopi arabika dari Papua ini tumbuh di daerah pegunungan Jayawijaya dengan ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki aroma dan cita rasa yang khas serta dapat digolongkan organik berdasarkan proses pertumbuhan secara alami.

Sayangnya, produksi kopi arabika ini belum banyak dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar secara meluas karena pengelolaannya yang masih kurang maksimal.

Akhirnya Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian pun memberikan ajakan bagi masyarakat Papua yang tinggal di wilayah pegunungan khususnya untuk mulai menanam kopi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian RI Bambang, mengatakan kini permintaan kopi di pasaran cukup tinggi dan Papua memiliki kualitas komoditas yang baik.

"Oleh karena itu kami ajak semua masyarakat yang lahannya memungkinkan untuk ditanami kopi, mulailah bertani karena ini merupakan komoditas yang sangat menjanjikan," katanya.

Kini permintaannya cukup tinggi di pasaran, hal ini bisa terlihat di mana-mana bisnis kopi mulai marak, bahkan bermunculan kafe-kafe yang selain menawarkan "wifi" gratis juga cita rasa kopi yang nikmat.

Produk perkebunan kopi itu memang terbilang unik, sehingga jika produksinya sedikit itu akan susah untuk dipasarkan, pasalnya para pembeli lebih meminati kopi dalam jumlah yang besar.

Menurut Bambang, jika ada kopi misalnya satu atau dua kapal, maka itu makin mudah dipasarkan apalagi dari Papua, tapi kalau adanya cuma sekarung dua karung itu memang agak susah dipasarkan.

"Oleh karena itu ada pasar terbuka lebar, mari ajak petani bersama dengan aparat pemerintah daerah dalam hal ini dinas perkebunan, juga pejabat yang menangani perkebunan, bahu membahu mengembangkan kopi dengan berbagai aneka produk dan cita rasa," katanya lagi.

Jika diolah dengan cara yang khusus sehingga akhirnya menghasilkan rasa nikmat yang khusus pula, hal ini bisa menjadi jargon untuk pemasaran kopi ke depan di Papua.

Hal ini pernah dilontarkan pihak Starbucks di Swiss, yang menyampaikan bahwa cita rasa kopi Arabika tidak diragukan lagi.

Komoditas Ekspor
Selain kopi, Papua juga memiliki hasil perkebunan lain yang berkualitas baik seperti kakao atau coklat yang pangsa pasarnya tidak hanya di dalam namun juga di luar negeri.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua terus mendorong kakao dan kopi menjadi komoditas ekspor seperti halnya kayu yang belum lama ini dikirim ke Shanghai, Tiongkok.

Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Papua Elia Loupatty, mengatakan pihaknya terus mendorong petani lokal untuk mengembangkan sekaligus meningkatkan produksi kakao dan kopi tersebut.

"Kami menilai wilayah Mamta sangat strategis untuk mengembangkan komoditas coklat (kakao), sementara untuk wilayah pegunungan sangat baik untuk kopi," katanya.

Hal ini perlu terus didorong, apalagi harga kakao dan biji kopi di pasaran terus membaik, begitu juga soal tingginya permintaan pasar.

"Kakao kini tengah dikembangkan di wilayah Kabupaten Jayapura, khususnya Distrik Yapsi, sedangkan untuk kopi di Kabupaten Dogiyai," ujarnya.

Pemprov Papua juga terus mendorong instansi terkait yaitu Dinas Perkebunan setempat untuk dapat mendukung kakao dan kopi menjadi komoditas ekspor.

"Ekonomi masyarakat terutama orang asli Papua sangat erat hubungannya dengan ekosistem hutan, danau, sungai dan pertanian dalam arti luas," katanya.

Di mana salah satunya adalah perkebunan rakyat yang merupakan sub sektor yang paling dominan digeluti oleh masyarakat Papua, terutama pada lima komoditi unggulan antara lain, kopi arabika, kakao, karet, kelapa dalam dan sagu.

Bahkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian mendorong kepala daerah di Provinsi Papua untuk menggenjot pengembangan perkebunan rakyat pada wilayahnya masing-masing.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI Bambang, mengatakan pihaknya meminta bupati/wali kota di Papua untuk menggenjot pengembangan berbagai komoditas perkebunan selain jagung.

Terutama perkebunan rakyat yang diyakini mampu memberi ruang kepada pihak swasta untuk ikut berinvestasi.

Pasalnya banyak komoditas perkebunan rakyat yang bisa dikembangkan seperti kopi, kakao, kelapa dan sagu.

"Kami lihat komoditas ini juga potensial di Papua, apalagi saat ini berbagai komoditas perkebunan sedang dicari-cari pasar dalam maupun luar negeri," ujarnya.

Pangsa pasar perkebunan kini sangat terbuka lebar hanya untuk menggerakkannya, para petani diminta meningkatkan kinerja serta bekerja keras membangun perkebunan Papua.

"Komoditas perkebunan saat ini harganya membaik, jika dilihat untuk lada harganya sampai Rp150 ribu per kilo, kemudian cengkeh Rp175 ribu walaupun menurun tapi masih di atas seratus ribuan," katanya.

Misalnya kakao dulu Rp20 ribu tapi sekarang Rp40 ribu, hanya mungkin di Papua karena kelembagaan petani belum terbina dengan baik sehingga petani masih jual sendiri-sendiri, sehingga hal ini yang membuat petani Papua masih belum menikmati harga yang layak sesuai harga petani.

Perkebunan rakyat
Pemprov Papua terus berupaya mendorong pengembangan perkebunan rakyat, khususnya dengan komoditas yang memiliki pangsa pasar luar hingga ke luar negeri.

Berbagai upaya mulai dilakukan, berawal dari gerakan wajib tanam, pembagian wilayah adat untuk penanamannya hingga bantuan bagi para petani.

Gubernur Papua Lukas Enembe sendiri berharap sub sektor perkebunan dapat mencapai kebangkitan, kemandirian dan kesejahteraannya.

"Perkebunan rakyat merupakan sub sektor paling dominan digeluti oleh masyarakat Papua tertutama pada lima komoditi unggulan antara lain kopi arabika, kakao, karet, kelapa dan sagu," katanya.

Sesuai data Dinas Perkebunan Provinsi Papua menunjukkan bahwa lebih dari 64.000 Kepala Keluarga (KK) petani perkebunan atau lebih kurang dari 320.000 orang yang mengantungkan hidupnya dari lima komoditas perkebunan rakyat tersebut.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Papua Jhon Nahumury mengatakan pihaknya pun tengah fokus mendorong pengembangan sentra-sentra komoditas perkebunan rakyat tersebut.

Pasalnya, dengan adanya pemberlakukan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) akan berdampak juga ke Papua, sebab pihaknya tidak bisa melarang produk yang masuk ke wilayahnya.

"Untuk menghadapi era global MEA, masyarakat Papua perlu disiapkan dalam bidang kemampuan (skill) maupun dengan potensi yang dimiliki," ujarnya.

Ini merupakan peluang pasar yang sudah terbuka, sekarang tinggal bagaimana provinsi mendorong para bupati yang wilayahnya mengembangkannya.

Kemudian menstimulasi atau menggiatkan kelompok tani dan pelaku usaha pada wilayahnya agar bisa memanfaatkan peluang pasar tersebut.

Selain itu melakukan perluasan areal, intensifikasi atau peningkatan kegiatan serta diversifikasi (penganekaragaman) agar dapat mencukupi kebutuhan pasar. (*)

Pewarta : Pewarta: Hendrina Dian Kandipi
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024