Timika (Antara Papua) - Pihak Pangkalan TNI AL (Lanal) Timika menyatakan kebijakan moratorium atau menghentikan sementara seluruh aktivitas nelayan non Papua yang beroperasi di wilayah perairan Arafura, membutuhkan solusi cerdas.

Komandan Pangkalan TNI AL Timika Letkol Laut Pelaut Yoshapat Indarto di Timika, Selasa, meminta Pemkab Mimika dan pihak terkait lainnya perlu mencari solusi terbaik daripada memberlakukan moratorium tersebut.

Kehadiran para nelayan non Papua di Timika justru memberikan dampak ekonomi bagi daerah tersebut pascaadanya keputusan pemerintah yang melarang beroperasinya kapal-kapal eks asing.

"Harapan kami ada solusi yang lebih baik daripada sekedar moratorium untuk para nelayan non Papua. Kasihan juga para nelayan dari luar Papua itu kalau mereka dilarang melaut. Kehadiran mereka di wilayah perairan Mimika toh juga membantu peningkatan ekonomi di sini sebab ikan dan udang hasil tangkapan mereka dijual di Timika," kata Yoshapat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Mimika baru-baru ini menerbitkan kebijakan moratorium bagi kapal-kapal nelayan non Papua yang kini mulai marak beroperasi di wilayah perairan Mimika.

DKP setempat mengeluarkan kebijakan itu menanggapi protes keras dari para nelayan lokal, terutama dari masyarakat Suku Kamoro di wilayah pesisir Mimika atas kehadiran kapal-kapal nelayan dari Pulau Jawa lantara khawatir sumber daya perikanan mereka akan habis.

Yoshapat mengatakan masalah tersebut hingga kini masih dibahas oleh Pemkab Mimika bersama jajaran terkait lainnya, termasuk para kepala kampung di wilayah pesisir Mimika.

"Mudah-mudahan ada solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini," katanya.

Menurut dia, para nelayan non Papua yang berasal dari Jawa tersebut sudah dikelompokkan sesuai bobot tonase kapal yang mereka operasikan.

Ia berharap para nelayan non Papua itu mematuhi aturan yang diterbitkan pemerintah agar mencari ikan di perairan dalam di luar zona 12 mil agar tidak sampai menimbulkan benturan dengan para nelayan lokal.

"Kalau mereka mencari ikan di luar zona 12 mil, mungkin tidak sampai menimbulkan gesekan dengan nelayan lokal. Jangan sampai mereka masuk sampai di perairan dekat pantai atau di sungai-sungai. Kalau itu yang terjadi, tentu menimbulkan reaksi penolakan dari nelayan lokal yang memang menggantungkan kehidupan dari mencari ikan dan udang di perairan sekitar pantai dan sungai-sungai di wilayah pesisir Mimika," jelas Yoshapat.

Kepala DKP Mimika Leentje AA Siwabessy beberapa waktu lalu menegaskan keputusan moratorium bagi operasi nelayan non Papua diambil berdasarkan hasil rapat bersama Pemkab Mimika dengan perwakilan lembaga adat Suku Kamoro sebagai pemilik hak ulayat.

Rapat itu juga dihadiri perwakilan nelayan non Papua di Timika.

DKP Mimika meminta para nelayan non Papua agar segera mendaftarkan diri ke DKP setempat, termasuk jenis perahu atau kapal dan alat tangkap yang digunakan.

"Kami berikan waktu tiga hari agar semua nelayan non Papua mendaftarkan diri. Sedangkan moratorium ini berlaku sampai ada solusi soal masalah ini," jelas Leentje.

Keputusan itu dibuat setelah adanya aksi masyarakat Suku Kamoro yang memblokade ruas Jalan Cenderawasih yang menghubungkan Kota Timika dengan Pelabuhan Paumako Distrik Mimika Timur pada 25 Juli lalu. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024