Sebanyak 21 kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua telah melaksanakan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) jilid 1 pada akhir 2015 dan jilid II pada pertengahan Februari 2017.

Pada pilkada 2015, 11 kabupaten yang menggelar pilkada yaitu Kabupaten Nabire, Keerom, Waropen, Yalimo, Asmat, Boven Digoel, Merauke, Pegunungan Bintang, Mamberamo Raya, Supiori dan Kabupaten Yahukimo.

Polemik atau persoalan yang terjadi dalam pilkada di Kabupaten Mamberamo Raya tergolong sensasional dan prosesnya cukup panjang karena sampai dua kali dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa distrik (kecamatan) dan kampung (desa).

Warga di daerah itu sempat bersitegang hebat soal dukung mendukung calon bupati yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon yakni Demianuas Kyuew Kyuew-Adrianus Manemi dan Dorinus Dasinapa-Yakobus Britay.

Bahkan pesta demokrasi di daerah tersebut sempat dihebohkan dengan adanya aksi penembakan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap aparat TNI.

"Pilkada di Mamberamo Raya terbilang sensasional karena ada tiga kali pencoblosan," kata Pieter Ell, kuasa hukum KPU Provinsi Papua.

Sedangkan pilkada jilid II yang serentak dilakukan pada 15 Februari 2017 di 10 kabupaten dan satu kota yakni di Kabupaten Nduga, Lani Jaya, Sarmi, Mappi, Tolikara, Kepulauan Yapen, Intan Jaya, Puncak Jaya, Dogiyai, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura.

Pada pilkada serentak itu, terjadi sejumlah persoalan atau konflik, diantaranya soal dukungan partai kepada para kandidat yang terjadi di Kota Jayapura, kandidat yang tersangkut kasus hukum di Kabupaten Sarmi, mobilisasi massa pendukung dan politik uang di Kabupaten Kepulauan Yapen, PSU di ratusan TPS dalam pilkada Kabupaten Jayapura hingga penghitungan suara yang dinilai curang yang pada akhirnya menelan korban jiwa.

Soal kasus yang menelan korban jiwa dalam pilkada jilid II itu, terjadi di Kabupaten Intan Jaya ketika massa pendukung antara pasangan calon bupati nomor 2 Yulius Tipagau-Yunus Kalabetme dengan massa pendukung petahana nomor urut 3 Natalis Tabuni-Yan Kobogoyauw terlibat bentrok.

Dikabarkan tiga orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka karena terkena benda tumpul dan tajam.

"Bentrok ini diduga terjadi karena ada penundaan pleno oleh KPU setempat," kata Thomas Sandegau, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Pilkada Damai
Berkaca dari sejumlah persoalan tersebut, Polda Papua yang merupakan salah satu dari pendukung pelaksanaan penyelenggara pilkada mencoba untuk menggaungkan slogan pilkada damai 2018 dengan mensosialisasikan pesta demokrasi yang sopan, santun dan beretika sehingga bisa melahirkan para pimpinan yang amanah dan pro rakyat.

Sosialisasi slogan pilkada damai ini juga menggandeng para tokoh adat, agama, pemuda, perempuan, akademisi, aktivis LSM dan ormas hingga para politisi di Bumi Cenderawasih.

Kini, pilkada serentak jilid III yang diagendakan akan digelar pada Juni 2018 di tujuh kabupaten yakni Kabupaten Biak Numfor, Paniai, Deiyai, Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Puncak dan Kabupaten Mimika, serta Provinsi Papua, juga dikategorikan rawan konflik.

Empat daerah yang dinyatakan rawan konflik adalah Kabupaten Mimika, Jayawijaya, Paniai dan Puncak, selain pilkada di tingkat provinsi yang akan memilih gubernur dan wakil gubernur Papua periode lima tahun mendatang yakni 2018-2023.

Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar selain memetakan daerah yang rawan konflik juga telah memetakan tokoh-tokoh kunci yang bisa menjadi pemicu persoalan pesta lima tahunan di provinsi paling timur Indonesia itu, namun enggan menyebutkan nama-nama tokoh tersebut.

"Ada juga tokoh-tokoh yang kami petakan," kata mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu.

Bahkan, untuk mendukung gaung slogan pilkada damai 2018, mantan Kapolda Banten itu mengatakan akan menggelar Bhayangkara Off Road di Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua pada Januari atau Februari 2018.

"Kami akan menggelar Bhayangkara Off Road yang intinya untuk menggaungkan pilkada damai 2018 lewat iven olahraga," kata Irjen Pol Boy Rafli Amar ketika bersilahturahmi di kediaman Aloysius Giay, penasehat tunggal suku di wilayah pegunungan tengah Papua pada perayaan Natal hari kedua di Kota Jayapura.

Harapan
Sementara itu, berbagai saran, tanggapan dan harapan dari para pemangku kepentingan terkait pilkada di tujuh kabupaten dan provinsi di Papua ikut mengemuka.

Tokoh adat Papua, John NR Gobay berpendapat bahwa masyarakat di provinsi paling timur Indonesia itu harus cerdas dalam memilih pemimpin yang akan datang pada pesta demokrasi Juni 2018.

"Yang calonkan diri itu nanti kan sudah pasti putra-putri terbaik Papua, yang memiliki kompetensi yang baik dan mereka ingin membangun daerah kearah yang lebih baik. Untuk itu masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin masa depan dengan melihat dan mencari tahu kelemahan dan kelebihan para kandidat kepala daerah," katanya.

Pria berbadan subur ini juga meminta agar para calon kepala daerah harus menggunakan cara-cara yang elegan dalam berkampanye guna meraih simpati rakyat dengan harapan bisa meraup suara pada saar hari H pencoblosan.

"Para calon pemimpin ini, harus gunakan cara-cara yang demokratis, tidak menjelekkan orang lain dengan isu-isu miring yang menyesatkan, tidak membolisasi massa yang berlebihan yang bisa mengganggu kenyamanan dan keamanan pilkada, termasuk tidak membuat ujaran kebencian lewat media sosial dan cetak atau elekronik," kata John Gobay.

Hendrik Yance Udam, tokoh muda Papua yang akrab disapa HYU berpendapat bahwa seorang calon pemimpin harus mempunyai komitmen dan integritas yang kuat sehingga bisa membawa perubahan dalam pembangunan.

"Calon pemimpin masa depan itu harus punya komitmen yang kuat, setiap pernyataannya baik saat kampanye ataupun gelar diskusi dan membuat stateman di meida, harus melaksanakan itu, bukan hanya umbar janji saja. Termasuk harus punya integritas yang menyangkut soal konsep dan prinsip, inilah yang harus dipunyai oleh pemimpin," kata HYU.

Sekjen Barisan Merah Putih (BMP) Yonas Alfons Nusi malah berpendapat lain. Dia lebih mendorong agar pihak penyelenggara lebih bersikap tegas soal penggunaan sistem noken yang rentan sebagai pemicu konflik pada pilkada 2018.

"Kalau memang sistem noken dilaksanakan pada pilkada 2018, ini harus diatur secara jelas. Misalnya masyarakat yang diwakili oleh satu kepala suku atau ondoafi dalam menyalurkan suara, harus diverifikasi berapa jumlahnya dan berapa kepastian yang memberikan hak suara. Intinya masyarakat itu harus ada, terverfikasi jumlah dengan benar, tidak asal mewakili komunitas," katanya.

Dengan begitu, kata pria asal Kabupaten Kepulauan Yapen itu, sistem noken bisa berjalan dengan aman dan lancar, karena masyarakat yang diwakili oleh kepala suku atau ondoafi, hak politiknya tersalurkan dan jauh dari kata konflik.

Sedangkan, Pastor Jhon Jongga, peraih penghargaan Yap Thiam Hien Award 2009 menekankan agar pihak penyelenggara khususnya KPU dan Bawaslu agar bisa bersikap independen dalam melaksanakan pesta demorkasi lima tahunan itu.

"Pihak aparat keamanan sebagai pendukung pelaksanaan pilkada juga harus bersikap netral," katanya.

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024