Setiap perhelatan politik Pilkada di Bumi Cenderawasih, Papua, selalu diwarnai dan berakhir dengan gejolak serta bentrokan antarmassa pendukung.

Konflik horizontal antarmassa pendukung calon kepala daerah di beberapa kabupaten di Papua, terutama di wilayah Pegunungan Tengah dalam beberapa tahun belakangan menjadi gambaran betapa ajang suksesi kepemimpinan lima tahunan itu di Papua sangat rentan dengan konflik.

Sebut saja kasus bentrok antarmassa pendukung calon bupati Puncak beberapa tahun lalu yang menelan korban jiwa puluhan orang, belum termasuk kerugian harta benda seperti rumah penduduk dan kantor-kantor pemerintahan.

Pada Pilkada Serentak Gelombang Kedua tahun 2017 yang diikuti sejumlah kabupaten di Provinsi Papua, juga berakhir dengan masalah.

Rumah-rumah penduduk dibakar, Kantor KPU dan fasilitas pemerintah juga tak luput dari amuk massa sebagaimana terjadi di Kabupaten Intan Jaya. Tercatat sejumlah warga menjadi korban meninggal dunia dan terluka karena terlibat bentrok dengan kelompok massa pendukung pasangan calon kepala daerah lainnya.

Kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Nduga.

Lantas bagaimana dengan nasib Pilkada Serentak Gelombang Ketiga tahun 2018 di Papua?

Rawan Konflik
Deputi Koordinasi Politik Dalam Negeri (Poldagri) Kemenko Polhukam Mayjend TNI Andrie TU Soetarno saat berkunjung ke Timika beberapa hari lalu mengakui potensi kerawanan konflik antarmassa pendukung calon kepala daerah sangat tinggi di Papua pada perhelatan Pilkada Serentak 2018 ini.

"Dilihat dari sisi geografis maupun masyarakatnya, Papua ini sangat rawan. Sebab berdasarkan pengalaman Pilkada tahun sebelumnya, dari tujuh daerah yang menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang/PSU, lima di antaranya terjadi di Papua," kata Mayjen Soetarno.

Berkaca dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Kemenko Polhukam meminta jajaran Polri dan TNI sebagai penjaga utama kedaulatan negara agar lebih siap dan sigap mengantisipasi berbagai potensi konflik yang terjadi selama penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018.

Pesta demokrasi berdurasi lima tahunan itu diharapkan menjadi pesta kegembiraan rakyat yang berlangsung dalam suasana damai dalam memilih dan menentukan pemimpinnya, bukan sebagai ajang atau sarana pembantaian antarmassa pendukung para kandidat.

Tahun ini, Pilkada Serentak di Provinsi Papua diikuti oleh Pemprov Papua (Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Papua) serta tujuh kabupaten (Pemilihan Bupati-Wakil Bupati) yaitu Mamberamo Tengah, Biak Numfor, Jayawijaya, Deiyai, Paniai, Puncak dan Mimika.

Penegasan serupa disampaikan Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar.

Boy Rafli menggelitik nurani warga Papua agar bisa hidup berdamai di tengah keindahan alam, adat-istiadat dan budaya masyarakatnya yang begitu eksotik sehingga diibaratkan sebagai "Surga Kecil yan jatuh ke bumi`.

"Papua sering disebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Ini memang betul kalau kita benar-benar menghayati budaya, adat-istiadat dan keindahan alam Papua yang luar biasa," tutur Boy Rafli saat menghadiri acara tatap muka bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat Kabupaten Mimika bertempat di Gedung Multi Purpose Community Center/MPCC milik Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro/LPMAK di Timika, Rabu (10/1).

Mantan Kadiv Humas Polri itu mengajak semua lapisan masyarakat Papua agar ikut andil dalam menciptakan Pilkada damai di Bumi Cenderawasih, Papua.

"Sistem demokrasi yang baik adalah sistem yang demokratis, artinya demokrasi yang menghormati dan menghargai hak-hak politik orang lain sehingga di situ ada sebuah situasi yang damai, sistem yang transparan, jujur dan adil serta masyarakatnya tidak saling menyakiti," ujar Boy Rafli.

Orang nomor satu di Polda Papua itu bahkan meminta masyarakat Papua agar tidak perlu memilih kandidat yang justru memacu atau memicu konflik antarmassa pendukung hanya demi tujuan merebut kursi kekuasaan.

"Untuk apa mendukung kekuasaan seseorang atau pasangan calon tapi justru menyakiti sesama masyarakat sendiri, bahkan bisa terjadi pembunuhan dan pembantaian. Tentu ini tidak kita harapkan bersama. Biarkan masyarakat memiliki pilihan politik yang berbeda-beda, tetapi tetap harus saling menghormati dan menghargai perbedaan itu karena itulah makna demokratis," ujar Kapolda.

Pilkada, katanya, hanyalah sebuah alat dalam sebuah sistem demokrasi untuk memilih pemimpin yang akan mengantarkan masyarakat Papua menuju suasana kehidupan yang lebih makmur, damai, adil dan sejahtera.

Karena itu, Polda Papua berjanji untuk tidak akan memberikan ruang sedikitpun bagi pihak-pihak yang ingin melakukan pemaksaan kehendak, melakukan intimidasi, hasutan, teror dan provokasi yang bertujuan menciderai pesta demokrasi rakyat Papua.

"Mari kita muliakan proses demokrasi ini. Tentu rakyatlah yang memuliakan itu sebab kedaulatan itu ada di tangah rakyat. Wujudkan pesta demokrasi di Papua secara bermartabat," ujar Kapolda Papua berharap.

Netralitas Aparat
Dalam kesempatan yang sama, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit menegaskan sikap jajaran TNI untuk menjaga netralitas alias tidak memihak kandidat manapun selama proses Pilkada Serentak di seluruh Papua.

"Kodam XVII/Cenderawasih akan bersikap netral atau tidak akan berpihak kepada salah satu calon. Kalau ada oknum prajurit yang tidak netral atau mendukung salah satu kandidat, tolong kami diberi tahu. Kami akan memberikan sanksi tegas kepada yang bersangkutan," kata Mayjen Supit.

Pangdam menegaskan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas mengatur bahwa seluruh prajurit TNI tidak boleh terlibat politik praktis.

Masyarakat Papua yang akan menyambut perhelatan Pilgub-Wagub Papua maupun Pilbup-wabup pada tujuh kabupaten, katanya, tidak perlu meragukan netralitas TNI.

"Saya jamin itu. Saya sudah memerintahkan ke semua Kodim, Brigif, Batalyon yang ada di daerah untuk bersikap netral dan tidak mendukung salah satu pasangan calon, siapapun itu," ujar Jenderal bintang dua itu.

Pangdam Cenderawasih memerintahkan seluruh prajuritnya agar membantu mengawal dan memberikan jaminan keamanan demi terciptanya Pilkada damai di Papua.

Peran Penyelenggara
Sementara Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Mimika Ignatius Adii menilai posisi penyelenggara yaitu KPU-Bawaslu hingga perangkatnya di tingkat bawah memainkan peran vital demi terselenggaranya Pilkada yang aman, damai dan demokratis di Papua.

Hajatan Pilkada, katanya, ibarat menanam pohon. Sebuah pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Demikianpun penyelenggara yang baik, transparan, dan tegak lurus pada aturan maka akan menghasilkan sebuah proses Pilkada yang jujur dan damai sehingga menghasilkan pemimpin daerah yang benar-benar mewakili mayoritas masyarakat.

Akankan penyelenggaraan Pilkada Serentak di Papua tahun 2018 bisa berlangsung damai tanpa konflik dan kekerasan, tentu semua itu berpulang kembali pada komitmen masyarakat Papua sendiri. (*)

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025