Timika (Antaranews Papua) - Kepala Kepolisian Resor Mimika AKBP Agung Marlianto membenarkan informasi penangkapan Haji Darwis, pemilik Toko Emas Rezki Utama oleh aparat kepolisian di Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini.

Ditemui di Timika, Selasa, Agung Marlianto mengakui bahwa pemilik Toko Emas Rezki Utama Haji Darwis yang biasanya membeli emas dari para pendulang emas tradisional di Timika baru-baru ini ditangkap oleh tim Mabes Polri di Makassar karena membawa sejumlah emas batangan dalam jumlah cukup banyak tanpa izin.

"Yang bersangkutan memang sedang berurusan dengan pihak berwajib karena informasinya membawa emas dalam jumlah cukup besar, emas batangan," kata Agung.

Kapolres berharap warga pendulang emas tradisional tidak mengait-ngaitkan kejadian itu dengan situasi dan kondisi menurunnya harga pembelian emas di Kota Timika.

"Untuk membawa emas kemana-mana apalagi dalam jumlah banyak tentu harus dilengkapi dengan surat izin. Sudah tentu harus ada kewajiban membayar pajak yang harus diselesaikan kepada pihak berwenang," kata Agung.

Kapolres Mimika membantah tudingan dari sejumlah pihak bahwa penangkapan Haji Darwis merupakan permainan aparat kepolisian untuk mengacaukan harga pembelian emas dari para pendulang emas tradisional di Timika.

"Kami dari pihak kepolisian maupun TNI dan pemerintah daerah Mimika, bahkan Provinsi Papua, tidak pernah melakukan penutupan terhadap toko emas tersebut," ujarnya.

Pascapenangkapan Haji Darwis, Toko Emas Rezki Utama yang beralamat di Jalan Ahmad Yani Timika dan beberapa toko emas lainnya seperti Toko Emas Cantik dan Toko Emas Citra langsung menutup total usaha mereka.

Beberapa toko emas lainnya masih membuka usaha mereka, termasuk membeli emas murni hasil dulangan dari para pendulang emas tradisional. Namun harga pembelian emas sangat rendah, berkisar Rp350 ribu-Rp390 ribu per gram.

Padahal Toko Emas Rezki Utama dan Toko Emas Citra biasanya membeli emas per gram senilai Rp450 ribu-Rp470 ribu.

Kondisi itulah yang memicu para pendulang emas tradisional melakukan aksi bakar ban dan menutup ruas Jalan Ahmad Yani Koperapoka Timika mulai dari pertigaan Jalan Bhayangkara hingga pertigaan menuju Terminal Bus Karyawan Gorong-gorong pada Senin (5/6) petang.

"Kelihatannya beliau (Haji Darwis) sudah diincar memang oleh aparat. Sebab pada saat berangkat dari Timika, ada oknum aparat yang mengikuti. Tidak heran begitu sampai di Makassar, beliau langsung ditangkap," kata Rico, seorang pendulang emas tradisional di Timika.

Rico menuturkan, saat ini terdapat 5 ribuan orang yang berprofesi sebagai pendulang emas tradisional di Timika. Para pendulang emas tradisional itu beraktivitas di sepanjang Kali Kabur (arah pembuangan tailing PT Freeport Indonesia) mulai dari Mil 50 hingga wilayah dataran rendah Mimika.

Ribuan pendulang emas tradisional tersebut datang dari berbagai daerah seperti Kepulauan Kei (Maluku Tenggara), Tanimbar, Ambon, Buton, Jawa dan daerah lainnya.

Di lokasi pendulangan, para pendulang emas tradisional tersebut membuat kamp-kamp untuk tempat tinggal. Mereka juga harus membayar biaya sewa lokasi ke masyarakat asli yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan/hak ulayat.

"Kami harus bayar biaya sewa. Biasanya setiap minggu biaya sewanya Rp200 ribu. Adakalanya dibayar dengan emas hasil dulangan, yaitu satu gram per dua minggu (atau jika dirupiahkan senilai Rp450 ribu)," katanya.

Mereka pun harus menanggung risiko bahaya longsor atau terbawa arus banjir saat hujan. "Pekerjaan ini sangat berisiko tinggi, tapi kami harus menempuh risiko itu untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga," ujar Melki, seorang pendulang emas tradisional yang berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur. (*)

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024