Jakarta (Antaranews Papua) - Presiden Joko Widodo menyatakan sudah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) mengenai penanganan dampak gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Inpres sudah," kata Presiden Jokowi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Kamis.
Menurut Kepala Negara, dengan adanya Inpres itu maka pihak-pihak yang melakukan penanganan di lapangan sudah memiliki payung hukum.
"Itu berarti yang ada di lapangan, kementerian atau lembaga itu memiliki payung untuk pelaksanaan di lapangan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Presiden mengatakan yang penting saat ini adalah bahwa penanganan dampak gempa di Lombok sudah dilakukan secara nasional di mana pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
"Memang ini kita masih pada tahapan-tahapan, terutama yang berkaitan dengan penyampaian bantuan untuk perbaikan rumah yang rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan, masih dalam proses administrasi secara besar-besaran," kata Presiden.
Ia berharap masyarakat bisa segera memperbaiki rumahnya kembali dan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat di sana mulai bergerak kembali.
"Tapi kita juga harus ingat bahwa masih ada gempa-gempa susulan yang terjadi, seperti tadi malam juga masih terjadi gempa susulan yang cukup besar," katanya.
Sementara itu Sekretaris Kabinet Pramono Anung ketika ditanya mengenai nomor Inpres itu mengatakan tidak hafal.
"Kebetulan nomornya saya enggak ingat ya, karena sedang proses diundangkan," katanya.
Ia menjelaskan intinya inpres itu mengatur bahwa sebenarnya bencana di Lombok itu penanganannya sepenuhnya sudah seperti bencana nasional.
"Kenapa tidak jadi bencana nasional, kalau bencana nasional maka orang asing itu bisa masuk seenaknya, dan kita masih mampu menangani sendiri, bangsa ini masih mampu untuk menyelesaikan persoalan gempa Lombok itu sendiri," katanya.
Ia menyebutkan jika Rabu (22/8) kemarin Wapres Jusuf Kalla yang berangkat ke Lombok, setelah sebelumnya Presiden Jokowi sendiri, maka pada Kamis malam ini Panglima TNI dan Kapolri akan berangkat dan memimpin langsung koordinasi di lapangan.
"Artinya pemerintah pusat begitu menaruh harapan besar. Nah substansi dasar dari Inpres itu adalah memerintahkan kepada Menteri PUPR sebagai koordinator, dibantu TNI/Polri, dan tentunya BNPB untuk segera merehabilitasi, melakukan normalisasi terhadap fasilitas fasilitas utama yang mengalami kerusakan," katanya.
Ia berharap upaya yang dilakukan pemerintah tidak hanya untuk kebaikan masyarakat yang ada di Lombok, Sumbawa dan sekitarnya tetapi untuk keseluruhan.
"Ketika gempa terjadi, kita perlu belajar dari bangsa bangsa lain seperti Jepang, harusnya kita bersatu untuk menangani itu," katanya.
Sementara itu, mengenai besaran anggaran untuk penanganan dampak gempa itu, Pramono mengatakan Menteri Keuangan diberi kewenangan oleh Presiden untuk menutupi kebutuhan itu.
"Jadi tidak benar kalau anggarannya Rp38 miliar, anggarannya Rp4 triliun lebih untuk mengganti rumah yang rusak saja, berapapun rumah itu, dibagi menjadi 3 klasifikasi, berat, sedang, ringan, masing masing Rp50 juta, Rp25 juta, Rp10 juta, itu saja angkanya sudah besar sekali," katanya.
Ia menyebutkan alokasi anggaran Rp4 triliun bisa bertambah sesuai kebutuhan.
"Inpres sudah," kata Presiden Jokowi di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Kamis.
Menurut Kepala Negara, dengan adanya Inpres itu maka pihak-pihak yang melakukan penanganan di lapangan sudah memiliki payung hukum.
"Itu berarti yang ada di lapangan, kementerian atau lembaga itu memiliki payung untuk pelaksanaan di lapangan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Presiden mengatakan yang penting saat ini adalah bahwa penanganan dampak gempa di Lombok sudah dilakukan secara nasional di mana pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.
"Memang ini kita masih pada tahapan-tahapan, terutama yang berkaitan dengan penyampaian bantuan untuk perbaikan rumah yang rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan, masih dalam proses administrasi secara besar-besaran," kata Presiden.
Ia berharap masyarakat bisa segera memperbaiki rumahnya kembali dan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat di sana mulai bergerak kembali.
"Tapi kita juga harus ingat bahwa masih ada gempa-gempa susulan yang terjadi, seperti tadi malam juga masih terjadi gempa susulan yang cukup besar," katanya.
Sementara itu Sekretaris Kabinet Pramono Anung ketika ditanya mengenai nomor Inpres itu mengatakan tidak hafal.
"Kebetulan nomornya saya enggak ingat ya, karena sedang proses diundangkan," katanya.
Ia menjelaskan intinya inpres itu mengatur bahwa sebenarnya bencana di Lombok itu penanganannya sepenuhnya sudah seperti bencana nasional.
"Kenapa tidak jadi bencana nasional, kalau bencana nasional maka orang asing itu bisa masuk seenaknya, dan kita masih mampu menangani sendiri, bangsa ini masih mampu untuk menyelesaikan persoalan gempa Lombok itu sendiri," katanya.
Ia menyebutkan jika Rabu (22/8) kemarin Wapres Jusuf Kalla yang berangkat ke Lombok, setelah sebelumnya Presiden Jokowi sendiri, maka pada Kamis malam ini Panglima TNI dan Kapolri akan berangkat dan memimpin langsung koordinasi di lapangan.
"Artinya pemerintah pusat begitu menaruh harapan besar. Nah substansi dasar dari Inpres itu adalah memerintahkan kepada Menteri PUPR sebagai koordinator, dibantu TNI/Polri, dan tentunya BNPB untuk segera merehabilitasi, melakukan normalisasi terhadap fasilitas fasilitas utama yang mengalami kerusakan," katanya.
Ia berharap upaya yang dilakukan pemerintah tidak hanya untuk kebaikan masyarakat yang ada di Lombok, Sumbawa dan sekitarnya tetapi untuk keseluruhan.
"Ketika gempa terjadi, kita perlu belajar dari bangsa bangsa lain seperti Jepang, harusnya kita bersatu untuk menangani itu," katanya.
Sementara itu, mengenai besaran anggaran untuk penanganan dampak gempa itu, Pramono mengatakan Menteri Keuangan diberi kewenangan oleh Presiden untuk menutupi kebutuhan itu.
"Jadi tidak benar kalau anggarannya Rp38 miliar, anggarannya Rp4 triliun lebih untuk mengganti rumah yang rusak saja, berapapun rumah itu, dibagi menjadi 3 klasifikasi, berat, sedang, ringan, masing masing Rp50 juta, Rp25 juta, Rp10 juta, itu saja angkanya sudah besar sekali," katanya.
Ia menyebutkan alokasi anggaran Rp4 triliun bisa bertambah sesuai kebutuhan.