Jayapura (ANTARA) - Kepala Karantina Papua Selatan Cahyono mengatakan, hingga saat ini virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi belum ditemukan di Provinsi Papua Selatan, karena itulah masyarakat diminta untuk waspada terhadap penyakit demam babi Afrika.
"Badan Karantina Indonesia melalui Karantina Papua Selatan mengingatkan seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan di Papua Selatan untuk waspada terhadap penyakit demam babi Afrika," kata Cahyono, di Merauke, Papua Selatan, Jumat.
Dia mengatakan, penyakit demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus genus Asfivirus, Family Asfarviridae yang dapat menyerang ternak babi dan babi liar dengan jenjang semua umur.
Penularan virus ASF dapat melalui penularan langsung yaitu adanya kontak langsung dengan babi tertular ASF, kemudian penularan tidak langsung dapat melalui pakan sisa (swill), orang atau peternak, pedagang, dokter hewan, paramedis, anak, kandang, fomites (objek atau material yang dapat membawa agen penyakit, antara lain: pakaian, sepatu/sandal, peralatan, kendaraan).
Tingkat kematian babi yang terkena mencapai 100 persen sehingga hal itu akan merugikan peternak babi di seluruh Papua Selatan, apalagi menjelang Natal 2024 daging babi menjadi salah satu olahan yang dihidangkan.
Karena itulah para peternak diminta untuk menerapkan biosekuriti kandang dan manajemen peternakan babi yang baik, kemudian memberikan pakan dari pabrik yang jelas kebenarannya, atau makanan yang telah diolah.
"Mari kita jaga Provinsi Papua Selatan agar terhindar dari virus ASF," harap Cahyono.
Dia menambahkan beberapa waktu lalu terjadi wabah virus ASF di Kabupaten Nabire, Papua Tengah sehingga Badan Karantina Indonesia melalui Deputi Bidang Karantina Hewan mengeluarkan edaran nomor : 4087/KR.120/C/12/2024.
Edaran yang di tandatangani Deputi Karantina Hewan Sriyanto meminta seluruh Balai Karantina Indonesia di seluruh Indonesia untuk melarang pengeluaran babi dan produknya ke Kabupaten Nabire hingga penyakit ASF dapat terkendali.
Kemudian melakukan profiling risiko menyebarnya ASF di wilayah masing-masing dengan memperhatikan status dan situasi ASF di daerah lain serta melakukan pengetatan pengawasan di tempat pemasukan terhadap pemasukan babi dan produknya.
Selanjutnya melakukan komunikasi, informasi dan edukasi kepada stakeholder, masyarakat pengguna jasa karantina dan pemangku kepentingan ditempat pemasukan dan pengeluaran tentang bahaya ASF dan risiko masuknya, dan meningkatkan implementasi biosekuriti terhadap lalu lintas media pembawa xhama penyakit hewan karantina (HPHK), alat angkut, barang dan penumpang.
Biosekuriti dilakukan di Instalasi Karantina Hewan, tempat pemasukan dan pengeluaran, jelas Kepala Karantina Papua Selatan Cahyono.