Jayapura (Antaranews Papua) - Seorang pengusaha tempe di Kota Jayapura, Papua, menyatakan terpaksa mengurangi produksi sehari-hari akibat kenaikan harga kedelai impor.
"Produksi sekarang hanya tiga karung per hari. Biasanya lima karung. Penghasilan dan yang kerjanya juga dikurangi, tidak ada (uang) untuk bayar," ujar Paniran, pemilik Pabrik Tempe Abe Jaya, di Jayapura, Kamis.
Ia menjelaskan semenjak nilai tukar dolar AS menguat, harga kedelai juga naik.
Menurut dia, para pemilik pabrik tempe tidak bisa menaikkan harga produk dengan mudah karena banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.
"Biasanya beli kedelai Rp400 ribu/karung sekarang Rp430 ribu. Ini kerjanya lari di tempat karena keuntungan turun. Harge tempe tidak bisa naik karena kalau dinaikan pasti pembeli protes," kata dia.
Tetapi ia mengungkapkan bila dari kalangan pemilik pabrik tempe sudah mulai berdiskusi mengenai rencana menaikkan harga tempe, tetapi hal tersebut masih menunggu perkembangan harga tukar dolar AS.
"Kita nunggu saja apa dolar ini turun. Tapi kalau harga kedelai naik lagi, mau tidak mau harga tempe harus dinaikkan. Kalau kedelai harganya kembali naik, ya, kita naikan tempe dari Rp1.000 jadi Rp1.500, tapi itu masih dimusyawarahkan," katanya.
Paniran menjelaskan, selama ini para pemilik pabrik tempe hanya bisa menggunakan kedelai impor karena kualitas produk lokal kurang baikk.
Menurut dia, kedelai lokal tidak bisa dipakai karena ukurannya besar-kecil (tidak sama), kalau kedelai impor ukurannya sama.
"Jadi ketika digiling bisa pecah semua, kalau lokal yang besar pecah yang kecil tetap bulat," kata Paniran.
"Produksi sekarang hanya tiga karung per hari. Biasanya lima karung. Penghasilan dan yang kerjanya juga dikurangi, tidak ada (uang) untuk bayar," ujar Paniran, pemilik Pabrik Tempe Abe Jaya, di Jayapura, Kamis.
Ia menjelaskan semenjak nilai tukar dolar AS menguat, harga kedelai juga naik.
Menurut dia, para pemilik pabrik tempe tidak bisa menaikkan harga produk dengan mudah karena banyak pertimbangan yang harus dipikirkan.
"Biasanya beli kedelai Rp400 ribu/karung sekarang Rp430 ribu. Ini kerjanya lari di tempat karena keuntungan turun. Harge tempe tidak bisa naik karena kalau dinaikan pasti pembeli protes," kata dia.
Tetapi ia mengungkapkan bila dari kalangan pemilik pabrik tempe sudah mulai berdiskusi mengenai rencana menaikkan harga tempe, tetapi hal tersebut masih menunggu perkembangan harga tukar dolar AS.
"Kita nunggu saja apa dolar ini turun. Tapi kalau harga kedelai naik lagi, mau tidak mau harga tempe harus dinaikkan. Kalau kedelai harganya kembali naik, ya, kita naikan tempe dari Rp1.000 jadi Rp1.500, tapi itu masih dimusyawarahkan," katanya.
Paniran menjelaskan, selama ini para pemilik pabrik tempe hanya bisa menggunakan kedelai impor karena kualitas produk lokal kurang baikk.
Menurut dia, kedelai lokal tidak bisa dipakai karena ukurannya besar-kecil (tidak sama), kalau kedelai impor ukurannya sama.
"Jadi ketika digiling bisa pecah semua, kalau lokal yang besar pecah yang kecil tetap bulat," kata Paniran.