Jakarta (ANTARA) - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi teatrikal di samping Gedung Mabes Polri, Jakarta, Senin, untuk mendesak Polri menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Aksi teatrikal yang bertema Melaporkan Kasus Penyerangan terhadap Novel Baswedan ke Polisi Tidur ini diusung oleh sejumlah LSM diantaranya ICW, Kontras, Amnesty International Indonesia dan LBH Jakarta.
"Kami di sini mendesak dan mendorong Polri harus menuntaskan kasus Novel. Karena kami menganggap ketika ini (kasus) tidak dituntaskan, maka akan jadi preseden buruk ke depan," kata Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah.
Wana mengatakan aksi teatrikal 'polisi tidur' itu menggambarkan kepesimisannya terhadap kinerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri yang belum juga dirilis ke publik.
"Itu cerminan ketika (kerja) TGPF selesai dan Polri tidak mengumumkan. Kami pesimis dengan kerja Polri," katanya.
Wana mengaku pihaknya tidak mendapatkan bocoran apapun terkait hasil kerja TGPF yang rencananya akan diumumkan pekan ini.
Pihaknya pun membandingkan perkara Novel yang tak kunjung menemukan titik terang dengan sejumlah kasus pidana lainnya yang lebih cepat terungkap.
"Kenapa di kasus ini (kasus Novel), (pelaku) lebih lambat ditangkapnya?" katanya.
Pihaknya terus mendesak Kapolri dan Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan pengungkapan kasus ini.
Sudah dua tahun tiga bulan semenjak peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017 terjadi. Selama itu penyelidikan polisi tidak juga membuahkan hasil signifikan.
Di awal tahun, tepatnya pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito membentuk TGPF atau Tim Pakar untuk menginvestigasi kasus Novel. Tim ini beranggota 65 orang yang terdiri dari polisi, KPK, pakar, akademisi dan ormas.
Selama enam bulan hingga 7 Juli 2019, kinerja Tim Pakar diharapkan mampu menguak tabir kasus Novel.
Rencananya pada pekan ini Tim Pakar akan merilis hasil kerjanya.
Aksi teatrikal yang bertema Melaporkan Kasus Penyerangan terhadap Novel Baswedan ke Polisi Tidur ini diusung oleh sejumlah LSM diantaranya ICW, Kontras, Amnesty International Indonesia dan LBH Jakarta.
"Kami di sini mendesak dan mendorong Polri harus menuntaskan kasus Novel. Karena kami menganggap ketika ini (kasus) tidak dituntaskan, maka akan jadi preseden buruk ke depan," kata Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah.
Wana mengatakan aksi teatrikal 'polisi tidur' itu menggambarkan kepesimisannya terhadap kinerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri yang belum juga dirilis ke publik.
"Itu cerminan ketika (kerja) TGPF selesai dan Polri tidak mengumumkan. Kami pesimis dengan kerja Polri," katanya.
Wana mengaku pihaknya tidak mendapatkan bocoran apapun terkait hasil kerja TGPF yang rencananya akan diumumkan pekan ini.
Pihaknya pun membandingkan perkara Novel yang tak kunjung menemukan titik terang dengan sejumlah kasus pidana lainnya yang lebih cepat terungkap.
"Kenapa di kasus ini (kasus Novel), (pelaku) lebih lambat ditangkapnya?" katanya.
Pihaknya terus mendesak Kapolri dan Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan pengungkapan kasus ini.
Sudah dua tahun tiga bulan semenjak peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan pada 11 April 2017 terjadi. Selama itu penyelidikan polisi tidak juga membuahkan hasil signifikan.
Di awal tahun, tepatnya pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito membentuk TGPF atau Tim Pakar untuk menginvestigasi kasus Novel. Tim ini beranggota 65 orang yang terdiri dari polisi, KPK, pakar, akademisi dan ormas.
Selama enam bulan hingga 7 Juli 2019, kinerja Tim Pakar diharapkan mampu menguak tabir kasus Novel.
Rencananya pada pekan ini Tim Pakar akan merilis hasil kerjanya.