Jayapura (ANTARA) - Ketua Ikatan Keluarga Toraja (IKT) Provinsi Papua, Elias Palonganan menyebutkan sebanyak 2.600 lebih pengungsi asal Wamena, Kabupaten Jayawijaya masih sementara ditampung di Tongkonan, Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Dua ribuan pengungsi itu datang ke Jayapura dan ditampung sementara di Tongkonan menyusul demonstrasi anarkis yang berujung kerusuhan di kabupaten tersebut pada Senin (23/9).
"Pengungsi yang tercatat sampe dengan hari ini dan masih ditampung sementara di Tongkonan maupun tenda-tenda yang ada di sekitar halaman Tongkonan Kotaraja ada sekitar 2.600 lebih," kata Elias Palonganan di Jayapura, Selasa.
Elias mengatakan sebanyak 2.600 lebih pengungsi itu sebagian besar dari Wamena dan Yalimo, lainnya lagi dari beberapa kabupaten yang berada di sekitar Wamena.
Beberapa kabupaten yang ada di sekitar Wamena yakni Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Puncak dan Kabupaten Tolikara.
Menurut dia, pihaknya hanya lebih fokus menerima pengungsi dari Wamena namun tidak menutup kemungkinan ada pengungsi dari Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak Jaya.
Sementara itu, pendeta Darius Roreng, Koordinator Kerohanian IKT Provinsi Papua mengatakan pengungsi di Tongkonan Kotaraja yang hendak pulang ke kampung halamannya sekitar 900 lebih.
"Ada sekitar 900 pengungsi yang mau pulang naik kapal ke Toraja, Sulawesi Selatan. Mereka katakan pulang dulu ke Toraja, sekalian liburan Natal di Toraja, nanti kalau Wamena aman dilihat dulu apakah kembali atau tidak," ujarnya.
Menurut pendeta Darius Roreng, pengungsi yang ditampung sementara di Tongkonan paling banyak dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yalimo
Dia melanjutkan, hingga kini sebagian pengungsi masih trauma,karena trauma mereka memilih makan sayur saja, bahkan ada yang masih teriak-teriakan karena trauma.
Ia menambahkan, dari jumlah 2.600 lebih itu anak-anak yang berhasil dicatat sebanyak 88 anak, kemudian bayi tercatat 44 orang.
Aksi unjuk rasa anarkis yang berujung kerusuhan di Wamena, pada Senin, 23 September 2019 itu menyebabkan 33 orang meninggal dunia, baik warga pendatang maupun warga Papua.
Pendemo juga merusak dan membakar ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta di daerah tersebut.
Dua ribuan pengungsi itu datang ke Jayapura dan ditampung sementara di Tongkonan menyusul demonstrasi anarkis yang berujung kerusuhan di kabupaten tersebut pada Senin (23/9).
"Pengungsi yang tercatat sampe dengan hari ini dan masih ditampung sementara di Tongkonan maupun tenda-tenda yang ada di sekitar halaman Tongkonan Kotaraja ada sekitar 2.600 lebih," kata Elias Palonganan di Jayapura, Selasa.
Elias mengatakan sebanyak 2.600 lebih pengungsi itu sebagian besar dari Wamena dan Yalimo, lainnya lagi dari beberapa kabupaten yang berada di sekitar Wamena.
Beberapa kabupaten yang ada di sekitar Wamena yakni Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Puncak dan Kabupaten Tolikara.
Menurut dia, pihaknya hanya lebih fokus menerima pengungsi dari Wamena namun tidak menutup kemungkinan ada pengungsi dari Ilaga, ibu kota Kabupaten Puncak Jaya.
Sementara itu, pendeta Darius Roreng, Koordinator Kerohanian IKT Provinsi Papua mengatakan pengungsi di Tongkonan Kotaraja yang hendak pulang ke kampung halamannya sekitar 900 lebih.
"Ada sekitar 900 pengungsi yang mau pulang naik kapal ke Toraja, Sulawesi Selatan. Mereka katakan pulang dulu ke Toraja, sekalian liburan Natal di Toraja, nanti kalau Wamena aman dilihat dulu apakah kembali atau tidak," ujarnya.
Menurut pendeta Darius Roreng, pengungsi yang ditampung sementara di Tongkonan paling banyak dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yalimo
Dia melanjutkan, hingga kini sebagian pengungsi masih trauma,karena trauma mereka memilih makan sayur saja, bahkan ada yang masih teriak-teriakan karena trauma.
Ia menambahkan, dari jumlah 2.600 lebih itu anak-anak yang berhasil dicatat sebanyak 88 anak, kemudian bayi tercatat 44 orang.
Aksi unjuk rasa anarkis yang berujung kerusuhan di Wamena, pada Senin, 23 September 2019 itu menyebabkan 33 orang meninggal dunia, baik warga pendatang maupun warga Papua.
Pendemo juga merusak dan membakar ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta di daerah tersebut.