Jakarta (ANTARA) - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk membuka blokir seluruh rekening Sofyan Basir dan keluarganya.
"Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua jaksa penuntut umum, memerintahkan pembukaan blokir rekening terdakwa, keluarga pihak terkait lainnya," kata ketua majelis hakim Hariono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK meminta agar Sofyan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai melakukan pembantuan fasilitasi suap terkait kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) yaitu memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Namun, majelis hakim yang terdiri atas Hariono, Hastoko, Saifuddin Zuhri, Anwar dan Ugo menilai Sofyan tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir agar dibebaskan dari tahanan, memulihkan harkat martabat dan haknya," ucap hakim Hariono.
Pembukaan blokir tersebut adalah sebagaimana permintaan dari penasihat hukum Sofyan.
"Terhadap pemblokiran rekening Sofyan Basir, keluarga dan pihak terkait lain karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana perbantuan maka diperintahkan untuk membuka blokir sebagaimana dimohonkan penasihat hukum terdakwa," ujar hakim Hastoko menegaskan.
Dalam pertimbangannya, setidaknya ada tiga hal yang menjadikan Sofyan tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan perbuatan korupsi.
Pertama, Sofyan dinilai tidak terbukti mengetahui kesepakatan penerimaan fee yang akan diterima oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrinso Kotjo dari CHEC Ltd sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS yang akan diberikan ke sejumlah pihak.
"Sesuai dengan keterangan Setya Novanto yang tidak tahu catatan tersebut, sedangkan Sofyan yang mendantangi perjanjian Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Limited (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC,LTd) tidak tercantum atau bukan sebagai pihak yang menerima fee maka terdakwa Sofyan tidak memahami dan tidak tahu fee yang akan diterima Johannes Kotjo dan tidak tahu kepada siapa saja akan diberikan," kata anggota majelis hakim Anwar.
Kedua, terkait penerimaan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019 dan Idrus Marham uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo juga dinilai hakim tidak diketahui Sofyan.
"Sesuai dengan keterangan Eni Maulani Saragih bahwa uang dari Johannes Kotjo tersebut bahwa terdakwa Sofyan sama sekali tidak tahu," tutur hakim Anwar.
Ketiga, tindakan Sofyan selaku Dirut PLN yang telah mendatangani kesepakatan IPP PLTU MT Riau 1 antara PJBI, BNR dan CHEC di mana bukan karena keinginan Sofyan.
"Penandatangan itu bukanlah keinginan Sofyan maupun Eni dan Johannes Kotjo dan PT PLN Persero memiliki saham 51 persen tanpa membebani keuangan PT PLN, sedangkan terkait penerimaan uang dari Johanes Kotjo secara bertahap Rp4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir dan tidak ada kaitannya dengan proyek PLTU MT Riau 1 karena sudah sesuai ketentuan presiden tentang infrakstruktur dan ketenagalistrikan, sesuai dengan keterangan Eni dan Kotjo bahwa Sofyan tidak tahu penerimaan uang," ujar hakim Anwar menjelaskan.
Atas putusan tersebut, Sofyan Basir langsung menyatakan menerima sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
"Kami menghormati putusan dan kami mengajukan pikir-pikir selama 7 hari, tapi karena kami tidak ada persiapan (untuk membebaskan) maka kami mohon waktu untuk melaksanakan," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan.
Terkait perkara ini sudah ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.
Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
"Mengadili menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan pertama dan kedua jaksa penuntut umum, memerintahkan pembukaan blokir rekening terdakwa, keluarga pihak terkait lainnya," kata ketua majelis hakim Hariono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK meminta agar Sofyan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai melakukan pembantuan fasilitasi suap terkait kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) yaitu memfasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Namun, majelis hakim yang terdiri atas Hariono, Hastoko, Saifuddin Zuhri, Anwar dan Ugo menilai Sofyan tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama maupun kedua dari pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ayat 2 KUHP.
"Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir agar dibebaskan dari tahanan, memulihkan harkat martabat dan haknya," ucap hakim Hariono.
Pembukaan blokir tersebut adalah sebagaimana permintaan dari penasihat hukum Sofyan.
"Terhadap pemblokiran rekening Sofyan Basir, keluarga dan pihak terkait lain karena terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana perbantuan maka diperintahkan untuk membuka blokir sebagaimana dimohonkan penasihat hukum terdakwa," ujar hakim Hastoko menegaskan.
Dalam pertimbangannya, setidaknya ada tiga hal yang menjadikan Sofyan tidak terbukti melakukan tindak pidana pembantuan perbuatan korupsi.
Pertama, Sofyan dinilai tidak terbukti mengetahui kesepakatan penerimaan fee yang akan diterima oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrinso Kotjo dari CHEC Ltd sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS yang akan diberikan ke sejumlah pihak.
"Sesuai dengan keterangan Setya Novanto yang tidak tahu catatan tersebut, sedangkan Sofyan yang mendantangi perjanjian Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Limited (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC,LTd) tidak tercantum atau bukan sebagai pihak yang menerima fee maka terdakwa Sofyan tidak memahami dan tidak tahu fee yang akan diterima Johannes Kotjo dan tidak tahu kepada siapa saja akan diberikan," kata anggota majelis hakim Anwar.
Kedua, terkait penerimaan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019 dan Idrus Marham uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo juga dinilai hakim tidak diketahui Sofyan.
"Sesuai dengan keterangan Eni Maulani Saragih bahwa uang dari Johannes Kotjo tersebut bahwa terdakwa Sofyan sama sekali tidak tahu," tutur hakim Anwar.
Ketiga, tindakan Sofyan selaku Dirut PLN yang telah mendatangani kesepakatan IPP PLTU MT Riau 1 antara PJBI, BNR dan CHEC di mana bukan karena keinginan Sofyan.
"Penandatangan itu bukanlah keinginan Sofyan maupun Eni dan Johannes Kotjo dan PT PLN Persero memiliki saham 51 persen tanpa membebani keuangan PT PLN, sedangkan terkait penerimaan uang dari Johanes Kotjo secara bertahap Rp4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir dan tidak ada kaitannya dengan proyek PLTU MT Riau 1 karena sudah sesuai ketentuan presiden tentang infrakstruktur dan ketenagalistrikan, sesuai dengan keterangan Eni dan Kotjo bahwa Sofyan tidak tahu penerimaan uang," ujar hakim Anwar menjelaskan.
Atas putusan tersebut, Sofyan Basir langsung menyatakan menerima sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
"Kami menghormati putusan dan kami mengajukan pikir-pikir selama 7 hari, tapi karena kami tidak ada persiapan (untuk membebaskan) maka kami mohon waktu untuk melaksanakan," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan.
Terkait perkara ini sudah ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.
Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis mantan Menteri Sosial Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.