Timika (ANTARA) - Jajaran Kejaksaan Negeri Timika masih menunggu audit investigasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Papua terhadap potensi jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan pidana korupsi dana persampahan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mimika tahun anggaran 2018.
Kepala Kejaksaan Negeri Timika Mohammad Ridosan di Timika, Selasa, mengatakan jajarannya telah melaksanakan gelar perkara kasus tersebut dan data-data terkait telah dikirim ke BPKP Perwakilan Papua di Jayapura.
"BPKP telah meminta kami untuk memberikan gambaran utuh tentang duduk perkaranya seperti apa. Hal itu akan mereka pelajari untuk dijadikan bahan melakukan audit investigasi. Sampai saat ini Tim BPKP Perwakilan Papua belum turun ke Timika," jelas Ridosan.
Kajari memastikan perkara korupsi dana persampahan pada DLH Mimika tahun anggaran 2018 itu harus rampung tahun ini.
"Ya, penanganan kasus ini harus segera rampung, jangan sampai satu kasus itu sampai berulang tahun. Kasihan orangnya. Mereka harus segera mendapatkan kepastian hukum, apakah perkara itu dihentikan atau berlanjut, apakah terbukti bersalah atau tidak, harus ada kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat," ujar Ridosan.
Kejari Timika itu menegaskan jajarannya tidak bisa menentukan sendiri nilai potensi kerugian negara dalam sebuah tindak pidana korupsi, sebab kewenangan untuk menyatakan hal itu merupakan ranah ahli, dalam hal ini auditor BPKP.
Atas dasar itu juga, katanya, hingga kini Kejari Timika belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
""Menghitung kerugian negara itu yang belum bisa kami tentukan saat ini karena itu merupakan kewenangan ahli, kami tidak sanggup untuk menghitung itu. Kalau nantinya keterangan ahli menyatakan ada kerugian negara maka tentu perkara ini akan kami lanjutkan dan kami akan segera menetapkan tersangkanya agar status hukumnya menjadi jelas," kata Ridosan.
Sejauh ini penyidik pada Kejari Timika telah memeriksa 16 orang saksi baik staf pada DLH Mimika maupun pihak ketiga yang terlibat dalam kegiatan pengadaan sarana dan prasarana persampahan tahun anggaran 2018.
Pada 2018, DLH Mimika mendapat alokasi dana untuk kegiatan peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan senilai Rp18.487.325.700.
Dana itu untuk menunjang tiga kegiatan yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Khusus untuk belanja barang dan jasa dialokasikan dana sebesar Rp9.056.248.868 untuk belanja bahan bakar minyak/BBM dan oli pelumas operasional Tempat Pembuangan Sementara/TPS dan Tempat Pembuangan Akhir/TPA sampah, belanja jasa service dan suku cadang kendaraan operasional TPS-TPA serta belanja pakaian kerja lapangan tenaga kebersihan triwulan I dan II.
Penyidik menemukan adanya potensi perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses penunjukan penyedia barang/jasa untuk ketiga kegiatan tersebut, dimana metode pengadaan yang digunakan yaitu pengadaan langsung.
Pada kenyataannya, mekanisme pengadaan langsung yang ditentukan dalam Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah tidak pernah dilakukan.
Selain itu untuk belanja pakaian kerja lapangan tenaga kebersihan semester II TPS –TPA ditemukan adanya penggelembungan harga dimana harga perkiraan sendiri dan harga penawaran yang sangat tinggi sehingga membuat pihak penyedia barang atau jasa mendapat keuntungan yang tidak wajar atau tidak sesuai ketentuan.
Kepala Kejaksaan Negeri Timika Mohammad Ridosan di Timika, Selasa, mengatakan jajarannya telah melaksanakan gelar perkara kasus tersebut dan data-data terkait telah dikirim ke BPKP Perwakilan Papua di Jayapura.
"BPKP telah meminta kami untuk memberikan gambaran utuh tentang duduk perkaranya seperti apa. Hal itu akan mereka pelajari untuk dijadikan bahan melakukan audit investigasi. Sampai saat ini Tim BPKP Perwakilan Papua belum turun ke Timika," jelas Ridosan.
Kajari memastikan perkara korupsi dana persampahan pada DLH Mimika tahun anggaran 2018 itu harus rampung tahun ini.
"Ya, penanganan kasus ini harus segera rampung, jangan sampai satu kasus itu sampai berulang tahun. Kasihan orangnya. Mereka harus segera mendapatkan kepastian hukum, apakah perkara itu dihentikan atau berlanjut, apakah terbukti bersalah atau tidak, harus ada kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat," ujar Ridosan.
Kejari Timika itu menegaskan jajarannya tidak bisa menentukan sendiri nilai potensi kerugian negara dalam sebuah tindak pidana korupsi, sebab kewenangan untuk menyatakan hal itu merupakan ranah ahli, dalam hal ini auditor BPKP.
Atas dasar itu juga, katanya, hingga kini Kejari Timika belum menetapkan satu orang pun sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
""Menghitung kerugian negara itu yang belum bisa kami tentukan saat ini karena itu merupakan kewenangan ahli, kami tidak sanggup untuk menghitung itu. Kalau nantinya keterangan ahli menyatakan ada kerugian negara maka tentu perkara ini akan kami lanjutkan dan kami akan segera menetapkan tersangkanya agar status hukumnya menjadi jelas," kata Ridosan.
Sejauh ini penyidik pada Kejari Timika telah memeriksa 16 orang saksi baik staf pada DLH Mimika maupun pihak ketiga yang terlibat dalam kegiatan pengadaan sarana dan prasarana persampahan tahun anggaran 2018.
Pada 2018, DLH Mimika mendapat alokasi dana untuk kegiatan peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan senilai Rp18.487.325.700.
Dana itu untuk menunjang tiga kegiatan yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Khusus untuk belanja barang dan jasa dialokasikan dana sebesar Rp9.056.248.868 untuk belanja bahan bakar minyak/BBM dan oli pelumas operasional Tempat Pembuangan Sementara/TPS dan Tempat Pembuangan Akhir/TPA sampah, belanja jasa service dan suku cadang kendaraan operasional TPS-TPA serta belanja pakaian kerja lapangan tenaga kebersihan triwulan I dan II.
Penyidik menemukan adanya potensi perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses penunjukan penyedia barang/jasa untuk ketiga kegiatan tersebut, dimana metode pengadaan yang digunakan yaitu pengadaan langsung.
Pada kenyataannya, mekanisme pengadaan langsung yang ditentukan dalam Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah tidak pernah dilakukan.
Selain itu untuk belanja pakaian kerja lapangan tenaga kebersihan semester II TPS –TPA ditemukan adanya penggelembungan harga dimana harga perkiraan sendiri dan harga penawaran yang sangat tinggi sehingga membuat pihak penyedia barang atau jasa mendapat keuntungan yang tidak wajar atau tidak sesuai ketentuan.