Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang penahanan terhadap dua tersangka tindak pidana korupsi suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019—2024, anggota KPU RI Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina (ATF).
"Penyidik KPK kembali memperpanjang penahanan perkara dugaan suap PAW KPU, khususnya untuk penerima, yaitu tersangka WSE dan ATF," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis.
Perpanjangan penahanan terhadap dua tersangka tersebut, kata Ali, dilakukan selama 30 hari. Hal ini berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
"Ditempatkan di masing-masing Rutan Guntur dan di Rutan KPK K4," kata Ali.
Ini merupakan perpanjangan penahanan kedua bagi Wahyu dan Agustiani. Perpanjangan penahanan terhadap keduanya pertama kali dilakukan pada hari Senin (27/1).
KPK pada hari Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, yakni Wahyu dan Agustiani Tio, sedangkan sebagai pemberi kader PDIP Harun Masiku (yang masih menjadi buronan) dan Saeful.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun Masiku (HAR) menjadi anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Selatan I menggantikan calon terpilih anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu menerima Rp600 juta.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Imigrasi, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada hari Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, sekitar pukul 11.00 WIB. Sejak saat itu, Harun disebut belum kembali lagi ke Indonesia.
Namun, berdasarkan pengakuan istri Harun, Hildawati Jamrin dan rekaman kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harun telah berada di Jakarta pada hari Selasa (7/1).
KPK sejak 13 Januari 2020 telah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka Harun kepada Imigrasi dan sudah ditindaklanjuti.
Selain itu, juga dilanjutkan pula dengan permintaan bantuan penangkapan kepada Polri dan ditindaklanjuti dengan permintaan untuk memasukkan Harun dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Penyidik KPK kembali memperpanjang penahanan perkara dugaan suap PAW KPU, khususnya untuk penerima, yaitu tersangka WSE dan ATF," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK RI, Jakarta, Kamis.
Perpanjangan penahanan terhadap dua tersangka tersebut, kata Ali, dilakukan selama 30 hari. Hal ini berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
"Ditempatkan di masing-masing Rutan Guntur dan di Rutan KPK K4," kata Ali.
Ini merupakan perpanjangan penahanan kedua bagi Wahyu dan Agustiani. Perpanjangan penahanan terhadap keduanya pertama kali dilakukan pada hari Senin (27/1).
KPK pada hari Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, yakni Wahyu dan Agustiani Tio, sedangkan sebagai pemberi kader PDIP Harun Masiku (yang masih menjadi buronan) dan Saeful.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun Masiku (HAR) menjadi anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Selatan I menggantikan calon terpilih anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu menerima Rp600 juta.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Imigrasi, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada hari Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, sekitar pukul 11.00 WIB. Sejak saat itu, Harun disebut belum kembali lagi ke Indonesia.
Namun, berdasarkan pengakuan istri Harun, Hildawati Jamrin dan rekaman kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harun telah berada di Jakarta pada hari Selasa (7/1).
KPK sejak 13 Januari 2020 telah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka Harun kepada Imigrasi dan sudah ditindaklanjuti.
Selain itu, juga dilanjutkan pula dengan permintaan bantuan penangkapan kepada Polri dan ditindaklanjuti dengan permintaan untuk memasukkan Harun dalam daftar pencarian orang (DPO).