Manokwari (ANTARA) - Hutan di Provinsi Papua dan Papua Barat menyimpan keanekaragaman hayati melimpah diantaranya bermanfaat sebagai bahan baku obat-obatan serta meningkatkan kekebalan serta stamina tubuh, kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Papua Barat, Charlie Heatubun.
Charlie di Manokwari, Senin, menyebutkan, sejauh ini belum ada penelitian secara spesifik untuk menemukan bahan baku obat COVID-19. Pihaknya pun terbuka bagi peneliti dari luar untuk melakukan penelitian di Papua Barat.
"Kalau ada peneliti baik di Indonesia maupun dari luar negeri yang ingin melakukan penelitian untuk mencari obat coronavirus silahkan datang. Balitbangda Papua Barat siap menfasilitasi," ucap Charlie.
Ia mengutarakan, penelitian tanaman obat sudah sering dilaksanakan diantaranya oleh peneliti dari Universitas Papua (Unipa) Manokwari. Kampus tersebut sudah pernah meneliti sejumlah tanaman yang dapat membunuh bakteri dan jamur.
"Kalau corona inikan virus, mungkin lebih pada vaksin. Tapi bisa jadi ada tanaman di hutan Papua dan Papua Barat yang bisa lebih cepat menurunkan gejala atau menyembuhkan pasien yang terjangkit," katanya lagi.
Charlie mengungkapkan, selaras dengan kekayaan alam yang dimiliki masyarakat di 300 lebih suku di Papua dan Papua Barat, masing-masing memiliki kearifan lokal dalam pengobatan tradisional. Pengobatan ala masyarakat suku ini pun memanfaatkan tanaman yang tersedia di hutan.
"Kalau diminta menyebutkan saya tidak hafal. Tapi sangat banyak, untuk obat misalnya kayu susu untuk mengobati malaria. Ada juga yang lain seperti kayu akwai, sarang semut, benali, rumput kebar, sari buah merah dan banyak lagi," ujarnya.
Untuk meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh, hutan Papua memiliki banyak tanaman endemik yang sering dikonsumsi masyarakat. Bahkan, tidak sedikit yang saat ini sudah mulai diperjual belikan.
"Sari buah merah, sarang semut selain untuk pengobatan juga diyakini bermanfaat untuk menjaga imunitas tubuh. Setiap satu jenis tanaman banyak manfaatnya," katanya.
Terkait obat COVID-19, Balitbangda Papua Barat belum memiliki rencana melakukan penelitian, selain terbatas sumber daya manusia pihaknya juga belum memiliki peralatan memadai.
"Untuk melakukan penelitian, biasanya kami bermitra dengan lembaga atau instansi lain. Selain Unipa kami juga pernah bermitra dengan Litbang Kesehatan juga lembaga luar negeri dan sudah ada beberapa yang dibukukan," ujarnya.
Charlie di Manokwari, Senin, menyebutkan, sejauh ini belum ada penelitian secara spesifik untuk menemukan bahan baku obat COVID-19. Pihaknya pun terbuka bagi peneliti dari luar untuk melakukan penelitian di Papua Barat.
"Kalau ada peneliti baik di Indonesia maupun dari luar negeri yang ingin melakukan penelitian untuk mencari obat coronavirus silahkan datang. Balitbangda Papua Barat siap menfasilitasi," ucap Charlie.
Ia mengutarakan, penelitian tanaman obat sudah sering dilaksanakan diantaranya oleh peneliti dari Universitas Papua (Unipa) Manokwari. Kampus tersebut sudah pernah meneliti sejumlah tanaman yang dapat membunuh bakteri dan jamur.
"Kalau corona inikan virus, mungkin lebih pada vaksin. Tapi bisa jadi ada tanaman di hutan Papua dan Papua Barat yang bisa lebih cepat menurunkan gejala atau menyembuhkan pasien yang terjangkit," katanya lagi.
Charlie mengungkapkan, selaras dengan kekayaan alam yang dimiliki masyarakat di 300 lebih suku di Papua dan Papua Barat, masing-masing memiliki kearifan lokal dalam pengobatan tradisional. Pengobatan ala masyarakat suku ini pun memanfaatkan tanaman yang tersedia di hutan.
"Kalau diminta menyebutkan saya tidak hafal. Tapi sangat banyak, untuk obat misalnya kayu susu untuk mengobati malaria. Ada juga yang lain seperti kayu akwai, sarang semut, benali, rumput kebar, sari buah merah dan banyak lagi," ujarnya.
Untuk meningkatkan imunitas atau kekebalan tubuh, hutan Papua memiliki banyak tanaman endemik yang sering dikonsumsi masyarakat. Bahkan, tidak sedikit yang saat ini sudah mulai diperjual belikan.
"Sari buah merah, sarang semut selain untuk pengobatan juga diyakini bermanfaat untuk menjaga imunitas tubuh. Setiap satu jenis tanaman banyak manfaatnya," katanya.
Terkait obat COVID-19, Balitbangda Papua Barat belum memiliki rencana melakukan penelitian, selain terbatas sumber daya manusia pihaknya juga belum memiliki peralatan memadai.
"Untuk melakukan penelitian, biasanya kami bermitra dengan lembaga atau instansi lain. Selain Unipa kami juga pernah bermitra dengan Litbang Kesehatan juga lembaga luar negeri dan sudah ada beberapa yang dibukukan," ujarnya.