Jayapura (ANTARA) - Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua menyatakan debit air yang disuplai  PDAM Jayapura melalui sejumlah intake atau bak penampungan di hulu sungai Kota Jayapura berkurang karena musim kemarau dan perambahan hutan sekitar oleh oknum warga.

"Dari hasil pemantauan pada 15 dari 16 intake air milik PDAM Jayapura dengan 22 sumber mata air di kawasan Kamp Wolker, Kojabu, Buper, Ajend, Kloofkam dan Entrop bisa disimpulkan karena kemarau dan perusakan hutan yang membuat cadangan air menipis," kata Kepala Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits B Ramandey di Kota Jayapura, Jumat.

Ia mengungkapkan pada pemantauan di intake Kamp Wolker dan Kojabu, PDAM Jayapura memiliki lima intake air. Tiga intake air berada di Kamp Wolker, dua dalam keadaan kering karena kemarau dan satu intake lainnya dalam kondisi debit airnya menurun drastis.

Dua Intake berada di Kali Kojabu, yakni intake Kojabu 2 dalam kondisi debit air menurun drastis karena kemarau yang panjang dan Intake Kojabu 1 dalam kondisi cukup normal, debit air sedikit menurun namun masih cukup untuk didistribusi.

"Lima intake air tersebut tidak memiliki sistem pengamanan yang maksimal sehingga rentan mengalami gangguan atau ancaman. Pada kawasan ini terutama Kamp Wolker dan kali menuju Kojabu 2,"katanya.

Frits mengakui, hampir setiap saat dilewati oleh warga yang berkebun di sekitar kawasan tersebut untuk mencari titik-titik air atau genangan air di kali dan menggunakannya secara bebas atau mandi, ini terlihat ada bekas bungkusan sabun di beberapa titik sepanjang kali tersebut.

Belum lagi, kata dia, kondisi kawasan hutan di sepanjang Kamp Wolker sampai Kojabu 2 dalam kondisi kritis karena ada pembukaan lahan secara liar oleh oknum warga untuk berkebun.

Lalu, pemantauan dua Intake air di Buper milik PDAM dimana Intake 1 dalam kondisi debit airnya menurun namun masih dalam batas normal, sedangkan Intake 2 debit airnya masih cukup.

"Kedua intake air tersebut tidak memiliki sistem pengamanan yang maksimal. Hampir setiap saat terutama hari Sabtu dan Minggu warga mendatangi dua intake di Buper untuk mandi dan mencuci," katanya.

Kemudian, pemantauan Intake PDAM di kawasan Ajen, menurut Frits, di lokasi ini, PDAM Jayapura memiliki lima intake air yakni Intake Polimak, Intake Kodam Lama atau Ampera, Intake Paulus Dok V, Intake eks Rumah Sakit Aryoko dan Intake Kota atau Bak Beton.

"Kelima intake air dalam kondisi debit airnya menurun drastis karena kemarau, tidak memiliki sistem pengamanan yang maksimal dan kawasan hutan dalam kondisi kritis dikarenkan adanya pembukaan lahan oleh warga untuk berkebun," katanya.

Selanjutnya, pemantauan di Intake Kloofkam, dimana PDAM Jayapura memiliki satu intake dalam kondisi debit airnya menurun  masih dalam batas normal.

"Disini, selain PDAM Jayapura, ada dua intake ilegal di bawah penguasaan pengusaha dan beberapa warga. Intake milik PDAM tidak memiliki sistem pengamanan yang maksimal. PDAM juga pernah membangun satu intake khusus untuk disalurkan ke RSUD Dok II namun diblokade oleh pemilik hak ulayat, suku Haay dan Yoafifi," katanya.

Menurut penjaga intake dan kawasan hutan di sepanjang Kali Kem, Sepi Karubaba, bahwa ada ancaman serius terhadap hutan karena ada pembukaan lahan oleh warga sekitar untuk berkebun.

Sedangkan, pemantauan di Intake Entrop, kata dia, ada dua sumber air di kawasan Entrop. PDAM Jayapura memiliki dua intake.

"Selain PDAM, ada dua intake lain di bawah penguasaan Tony Dawir dan Bintang Mas untuk tujuan komersil. Pada sumber air pertama, Intake milik PDAM letaknya berada di bawah intake Tony Dawir dan Bintang Mas. Aliran air diarahkan sepenuhnya pada intake Tony Dawir dan Bintang Mas," katanya.

Sehingga, lanjut dia, Intake milik PDAM Jayapura hanya menerima sisa air dari dua intake tersebut, yang berdampak pada debit air sangat kurang karena kemarau.

"Dulu pernah dilakukan kesepakatan antara Pemkot Jayapura dengan Tony Dawir dan Bintang Mas agar dilakukan sistem buka tutup untuk menampung air. Kesepakatan hanya berjalan 1 minggu," katanya.

Frits katakan bahwa dua intake milik PDAM di Entrop sudah tidak layak dan sangat tidak aman karena telah terjadi pembukaan lahan oleh warga sekitar untuk berkebun. 

"Sehingga kami bisa simpulkan bahwa kelangkaan air di Kota Jayapura yang telah berlangsung selama kurang lebih 6 bulan, sejak Oktober 2019 hingga Maret 2020 karena kemarau dan pengrusakan serta penggunaan komersil oleh pihak lainnya," katanya.

Kelangkaan air tersebut, kata dia, hanya terjadi di beberapa wilayah seperti sebagian Polimak, sebagian Entrop, sebagian Abepura, sebagian daerah Dok, Abepura, serta sebagian Waena dan Yoka.


Terkait hal ini, kata Frits, PDAM Jayapura juga telah melakukan upaya jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga, meskipun belum maksimal dengan cara subsidi silang melalui intake, penampungan, jalur pipa dan penyediaan dua mobil tangki.

"PDAM memiliki masalah serius soal tunggakan pembayaran dari pelanggan yang sangat tinggi mencapai miliaran rupiah. Hal ini mempengaruhi upaya jangka pendek yang dilakukan belum optimal," katanya.

Terkait hal ini, Frits mengatakan bahwa kebutuhan warga atas air bersih merupakan bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia. Pemenuhan hak atas air adalah bagian dari terpenuhi dan terlindunginya hak untuk hidup, sebab air adalah komponen terpenting untuk memenuhi dan melindungi hak untuk hidup yang merupakan hak mutlak dan tidak bisa dikurangi (non derogable right).

"Dalam perspektif HAM, negara (pemerintah) dalam hal ini Pemerintah Kota Jayapura melalui organnya yakni BUMD seperti PDAM merupakan aktor utama HAM yang berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM," katanya.

Untuk itu, Pemerintah Kota Jayapura melalui PDAM bertanggung jawab terhadap sumber daya air dan pelayanan air. Dalam konteks sumber daya air meliputi alokasi air untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari harus menjadi prioritas. 

"Dalam konteks pelayanan air meliputi ketersediaan, akses, kualitas, jangkauan, partisipasi, kesetaraan, keberlanjutan dan akuntabilitas menjadi tugas utama pemerintah. Bahwa kelangkaan air bersih di Kota Jayapura disebabkan karena kondisi alam yakni musim kemarau yang cukup panjang sehingga menyebabkan sejumlah intake kering dan penurunan debit air," katanya.

Hal lain yang turut mempengaruhinya adalah pembukaan lahan secara liar di kawasan hutan sumber air dan hal ini menjadi ancaman serius di masa depan. 

Selain itu kelangkaan air disebabkan juga karena keberadaan intake ilegal milik pengusaha dan milik masyarakat pemilik hak ulayat yang berada di sumber air (di Entrop dan Kloofkam/ Kali Kem) termasuk penyambungan pipa secara ilegal oleh warga. 

"Bahwa berkurangnya atau terganggunya penikmatan warga atas hak dasarnya akibat kelalaian atau pengabaian atau pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah atau badan-badan negara lainnya berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM karena pemerintah maupun badan-badan negara tersebut tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban utamanya," katanya.
 

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024