Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengusulkan aturan kewajiban para pengelola data pribadi, termasuk sanksi apabila terjadi pelanggaran data, dalam RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Ia menegaskan, Komisi I DPR bersama pemerintah tentu akan serius dalam pembahasan RUU PDP yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
"Kami akan atur soal kewajiban para pengelola data pribadi, termasuk sanksi apabila terjadi pelanggaran data seperti ini. Kami juga akan atur agar cakupan hukum pelindungan data meliputi tidak hanya surface web, tapi juga deep web termasuk dark web," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal itu dia katakan terkait terjadi kembali kebocoran data 15 juta data pengguna Tokopedia, bahkan menurut sebuah laporan mencapai 91.000.000 data pengguna Tokopedia yang bocor.
Sukamta menjelaskan, surface web adalah dunia internet yang selama ini bisa kita akses, yang bisa diakses Google, jumlahnya sekitar 10 persen dari total web yang ada.
Sisanya menurut dia yaitu sekitar 90 persen adalah deep web, semacam dunia gelap dan dunia hitamnya jagat maya, segala hal yang ilegal, kejahatan, hal-hal anomali, adanya di web-web seperti ini dan untuk mengaksesnya perlu upaya lebih, tidak bisa dengan cara akses biasa.
"Data-data pengguna yang bocor seperti kasus Tokopedia dan Zoom meeting beberapa saat lalu, diduga dijual lewat web semacam ini. Kita berharap aturan soal pelindungan data nanti bisa mengcover hal ini," ujarnya.
Ia menilai bagi para pengelola data pribadi seperti lembaga publik maupun perusahaan swasta harus dapat memberi jaminan keamanan data penggunanya sehingga sistem keamanan siber mereka harus selalu diperbaharui dan menggunakan teknologi terbaik.
Sementara itu bagi masyarakat para pengguna, Sukamta menyarankan agar melakukan penggantian password dan melindungi akun pribadinya dengan verifikasi dua langkah untuk meminimalisasi pengaksesan secara ilegal atas akun internet kita.
"Data itu seperti minyak beberapa dekade lalu, atau seperti berharganya rempah-rempah di nusantara zaman dulu yang konon bisa lebih mahal dari emas. Di dunia digital seperti sekarang, data-data menjadi sangat menggiurkan untuk menambang dollar," katanya.
Terkait kasus kebocoran data tersebut, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), swasta, dan masyarakat agar bersama-sama meningkatkan kewaspadaan siber di masa pandemi Covid-19.
"Pemerintah dalam hal ini Kominfo dan BSSN, swasta seperti perusahaan-perusahaan yang melakukan pengelolaan data pribadi serta masyarakat selaku pengguna internet, agar bersama-sama meningkatkan kewaspadaan siber. Kasus Tokopedia ini jadi alarm bagi dunia siber di Indonesia," kata Sukamta.
Sukamta mengingatkan bahwa pertengahan April lalu pihaknya sudah mendorong agar pemerintah meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di masa pandemi ini, karena penggunaan daring meningkat dengan adanya kebijakan PSBB, belajar dan kuliah dari rumah.
Ia mengutip data Analytic Data Advertising (ADA) yang mencatat ada kenaikan pengunaan internet oleh para adaptive shopper sebesar 300-400 persen pada Maret lalu, juga oleh para Working From Home Professional yang penggunaan internetnya meningkat hingga 400 persen hingga Maret.
"Bulan April kita duga angkanya meningkat lagi, jika melihat PSBB dilakukan lebih masif lagi di daerah-daerah. Bisa dikatakan saat seperti ini internet sangat-sangat penting. Pada kondisi normal saja internet telah demikian penting, apalagi ketika pandemi seperti sekarang," ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengatakan gangguan pada internet seperti hacking sampai cracking bisa mengacaukan kehidupan di masyarakat bahkan ancaman bisa sampai skala negara jika yang diserang adalah instalasi negara yang menguasai hajat hidup masyarakat yang diprogram dengan internet.
Karena itu menurut dia, kasus kebocoran data pengguna Tokopedia jadi alarm bagi pemerintah akan adanya potensi ancaman.
Ia menegaskan, Komisi I DPR bersama pemerintah tentu akan serius dalam pembahasan RUU PDP yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
"Kami akan atur soal kewajiban para pengelola data pribadi, termasuk sanksi apabila terjadi pelanggaran data seperti ini. Kami juga akan atur agar cakupan hukum pelindungan data meliputi tidak hanya surface web, tapi juga deep web termasuk dark web," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Hal itu dia katakan terkait terjadi kembali kebocoran data 15 juta data pengguna Tokopedia, bahkan menurut sebuah laporan mencapai 91.000.000 data pengguna Tokopedia yang bocor.
Sukamta menjelaskan, surface web adalah dunia internet yang selama ini bisa kita akses, yang bisa diakses Google, jumlahnya sekitar 10 persen dari total web yang ada.
Sisanya menurut dia yaitu sekitar 90 persen adalah deep web, semacam dunia gelap dan dunia hitamnya jagat maya, segala hal yang ilegal, kejahatan, hal-hal anomali, adanya di web-web seperti ini dan untuk mengaksesnya perlu upaya lebih, tidak bisa dengan cara akses biasa.
"Data-data pengguna yang bocor seperti kasus Tokopedia dan Zoom meeting beberapa saat lalu, diduga dijual lewat web semacam ini. Kita berharap aturan soal pelindungan data nanti bisa mengcover hal ini," ujarnya.
Ia menilai bagi para pengelola data pribadi seperti lembaga publik maupun perusahaan swasta harus dapat memberi jaminan keamanan data penggunanya sehingga sistem keamanan siber mereka harus selalu diperbaharui dan menggunakan teknologi terbaik.
Sementara itu bagi masyarakat para pengguna, Sukamta menyarankan agar melakukan penggantian password dan melindungi akun pribadinya dengan verifikasi dua langkah untuk meminimalisasi pengaksesan secara ilegal atas akun internet kita.
"Data itu seperti minyak beberapa dekade lalu, atau seperti berharganya rempah-rempah di nusantara zaman dulu yang konon bisa lebih mahal dari emas. Di dunia digital seperti sekarang, data-data menjadi sangat menggiurkan untuk menambang dollar," katanya.
Terkait kasus kebocoran data tersebut, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), swasta, dan masyarakat agar bersama-sama meningkatkan kewaspadaan siber di masa pandemi Covid-19.
"Pemerintah dalam hal ini Kominfo dan BSSN, swasta seperti perusahaan-perusahaan yang melakukan pengelolaan data pribadi serta masyarakat selaku pengguna internet, agar bersama-sama meningkatkan kewaspadaan siber. Kasus Tokopedia ini jadi alarm bagi dunia siber di Indonesia," kata Sukamta.
Sukamta mengingatkan bahwa pertengahan April lalu pihaknya sudah mendorong agar pemerintah meningkatkan keamanan dan ketahanan siber di masa pandemi ini, karena penggunaan daring meningkat dengan adanya kebijakan PSBB, belajar dan kuliah dari rumah.
Ia mengutip data Analytic Data Advertising (ADA) yang mencatat ada kenaikan pengunaan internet oleh para adaptive shopper sebesar 300-400 persen pada Maret lalu, juga oleh para Working From Home Professional yang penggunaan internetnya meningkat hingga 400 persen hingga Maret.
"Bulan April kita duga angkanya meningkat lagi, jika melihat PSBB dilakukan lebih masif lagi di daerah-daerah. Bisa dikatakan saat seperti ini internet sangat-sangat penting. Pada kondisi normal saja internet telah demikian penting, apalagi ketika pandemi seperti sekarang," ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengatakan gangguan pada internet seperti hacking sampai cracking bisa mengacaukan kehidupan di masyarakat bahkan ancaman bisa sampai skala negara jika yang diserang adalah instalasi negara yang menguasai hajat hidup masyarakat yang diprogram dengan internet.
Karena itu menurut dia, kasus kebocoran data pengguna Tokopedia jadi alarm bagi pemerintah akan adanya potensi ancaman.