Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik langkah Dewan Pengawas (Dewas) LPP TVRI yang memilih Iman Brotoseno sebagai direktur utama pengganti antarwaktu lembaga tersebut karena tidak mempertimbangkan Ketetapan MPR RI mengenai etika kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Dewas tidak mempertimbangkan rekam jejak Iman Brotoseno saat memilihnya sebagai Dirut PAW TVRI karena yang bersangkutan pernah menjadi kontributor majalah dewasa Playboy Indonesia," kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

HNW menilai Dewas TVRI seharusnya menjelaskan hal tersebut secara gamblang, bahkan perlu segera merevisi keputusannya karena patut dipertanyakan mengapa rekam jejak komprehensif calon dirut bisa luput dari perhatian dalam pemilihan.

Menurut dia, harus melihat secara komprehensif rekam jejak tersebut karena Dirut TVRI merupakan jabatan publik yang sangat strategis dan dibiayai oleh APBN.

Politisi PKS itu mengingatkan bahwa setiap penyelenggara negara harus tunduk pada TAP MPR RI VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

"Di dalam TAP MPR itu, salah satu poinnya adalah pentingnya etika sosial dan budaya, yaitu dengan perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa," ujarnya.

Ia sangat menyayangkan rekam jejak Dirut TVRI yang baru tersebut karena tidak menggambarkan apa yang diamanatkan dalam TAP MPR tersebut.

Apalagi, menurut HNW, terkait dengan majalah tersebut, mulai dari pemimpin redaksi hingga beberapa modelnya pernah diproses secara hukum berkaitan dengan delik kesusilaan.

HNW yang merupakan anggota Komisi VIII DPR RI itu menilai pengangkatan Dirut PAW TVRI dengan rekam jejak seperti itu, yang tidak sesuai dengan budaya beragama di Indonesia, justru akan membuat gaduh dan resah masyarakat yang lagi terkena status darurat kesehatan nasional COVID-19.

"Masyarakat semestinya dibantu dengan hadirnya kebijakan-kebijakan yang membanggakan dan menenteramkan agar menguatkan religiusitas, dan harapan serta kepercayaan pada institusi negara, dan karenanya akan berkontribusi atasi COVID-19," katanya.

Ia khawatir dengan latar belakang Dirut PAW TVRI itu justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyiaran milik negara itu berkurang, apalagi saat pandemi ini, warga merujuk tayangan TVRI ketika bekerja dan belajar dari rumah.

Menurut HNW, masih banyak kalangan profesional dengan punya rekam jejak lebih baik dan bisa membuat kebijakan tayangan TVRI positif, konstruktif, dan edukatif sesuai dengan TAP MPR soal etika kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Kenapa bukan TAP MPR tentang etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi orientasi keputusan Dewas TVRI? Padahal, kalau itu yang jadi kebijakannya, tentu akan didukung masyarakat dan membantu menyelesaikan masalah di TVRI," ujarnya.

Menurut dia, pada era Normal Baru, situasi akan menjadi abnormal apabila kebijakan-kebijakan yang dihadirkan justru tidak mengindahkan faktor moral, legal, dan tanggung jawab sosial.

Selain itu, HNW juga menilai seharusnya Dewas TVRI menghormati proses hukum. Oleh karena itu, dapat menahan diri sebelum kisruh dengan Dirut TVRI Helmy Yahya benar-benar clear dan selesai melalui proses di Komisi I DPR dan secara hukum.

Menurut dia, pengangkatan Dirut PAW TVRI tidak menghormati dan tidak melaksanakan rekomendasi Komisi I DPR RI untuk menunda pemilihan Dirut TVRI yang baru sebagai pengganti antarwaktu.

"DPR sedang menangani kisruh tersebut. Akan tetapi, justru Dewas TVRI tidak mengindahkan dan malah menambah kisruh yang baru dan lebih luas," ujarnya.

Menurut HNW, pengangkatan Dirut TVRI tersebut tidak menghormati proses hukum gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dilayangkan atas pemberhentian Helmy Yahya sebagai Dirut TVRI oleh Dewas TVRI.
 

Pewarta : Imam Budilaksono
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024