Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menekankan pemberian tanda kehormatan terhadap para Hakim Mahkamah Konstitusi tidak mengganggu independensi lembaga tersebut.
"Pertanyaannya, apakah pemberian tanda kehormatan kepada para hakim MK itu tidak mengurangi independensi? Tidak," ujar Moeldoko dalam jumpa pers bersama media di Jakarta, Kamis.
Moeldoko menyampaikan di dalam UUD 1945 Pasal 15 dijelaskan tentang pemberian gelar tanda jasa, tanda kehormatan oleh Presiden. Hal itu dijabarkan kembali dalam UU Nomor 5 Darurat Tahun 1959.
"Bahwa Bintang (Jasa/tanda kehormatan) Republik Indonesia diadakan dengan tujuan memberikan kehormatan istimewa kepada mereka yang berjasa sangat luar biasa atas keutuhan, kelangsungan dan kejayaan negara Republik Indonesia," tutur dia menjelaskan.
Moeldoko mengatakan pemberian gelar tanda jasa kepada hakim MK tidak mengganggu independensi karena dalam penganugerahan itu posisi Presiden selaku Kepala Negara.
"Karena di sini posisi Presiden selaku Kepala Negara dan kita mereferensi beliau-beliau yang pernah mendapatkan Mahaputera yaitu pak Jimly Asshiddiqie, pak Hamdan Zoelfa dan beberapa yang lain banyak. Jadi sekali lagi Presiden selaku Kepala Negara memberikan itu karena menjalankan konstitusi. Tidak begitu saja (diberikan), ada dasarnya," ujarnya.
Dia mengatakan penilaian yang dilakukan dalam memberikan tanda kehormatan dan tanda jasa dilakukan melalui sebuah prosedur.
Moeldoko menyampaikan terdapat sebuah forum dewan yang dibentuk Presiden untuk memberi penilaian.
"Jadi ada forum dewan yang dibentuk Presiden, Ketuanya Menkopolhukam, wakil ketuanya saya, berikutnya ada mantan Panglima TNI pak Agus, ada ibu Meutia Hatta, pak Anwar Gonggong, itu anggota-anggotanya. Sekretarisnya ada Sesmil," papar-nya.
Menurut Moeldoko, ketika ada usulan dari lembaga-lembaga terkait soal pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan, dengan berbagai alasan-alasan tertentu, maka forum dewan akan menguji argumentasi-nya.
"Selanjutnya kami di dewan menentukan, ini berhak mendapatkan, ini tidak berhak mendapatkan, dan seterusnya. Jadi tim ini yang menyidangkan atas masukan usulan berbagai lembaga, termasuk kemarin penentuan pahlawan juga seperti itu," ujarnya.
Dia mengatakan pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan berdasarkan latar belakang alasan yang disampaikan, dan ditentukan melalui sebuah mekanisme yang menyaring patut atau tidaknya gelar diberikan.
"Pertanyaannya, apakah pemberian tanda kehormatan kepada para hakim MK itu tidak mengurangi independensi? Tidak," ujar Moeldoko dalam jumpa pers bersama media di Jakarta, Kamis.
Moeldoko menyampaikan di dalam UUD 1945 Pasal 15 dijelaskan tentang pemberian gelar tanda jasa, tanda kehormatan oleh Presiden. Hal itu dijabarkan kembali dalam UU Nomor 5 Darurat Tahun 1959.
"Bahwa Bintang (Jasa/tanda kehormatan) Republik Indonesia diadakan dengan tujuan memberikan kehormatan istimewa kepada mereka yang berjasa sangat luar biasa atas keutuhan, kelangsungan dan kejayaan negara Republik Indonesia," tutur dia menjelaskan.
Moeldoko mengatakan pemberian gelar tanda jasa kepada hakim MK tidak mengganggu independensi karena dalam penganugerahan itu posisi Presiden selaku Kepala Negara.
"Karena di sini posisi Presiden selaku Kepala Negara dan kita mereferensi beliau-beliau yang pernah mendapatkan Mahaputera yaitu pak Jimly Asshiddiqie, pak Hamdan Zoelfa dan beberapa yang lain banyak. Jadi sekali lagi Presiden selaku Kepala Negara memberikan itu karena menjalankan konstitusi. Tidak begitu saja (diberikan), ada dasarnya," ujarnya.
Dia mengatakan penilaian yang dilakukan dalam memberikan tanda kehormatan dan tanda jasa dilakukan melalui sebuah prosedur.
Moeldoko menyampaikan terdapat sebuah forum dewan yang dibentuk Presiden untuk memberi penilaian.
"Jadi ada forum dewan yang dibentuk Presiden, Ketuanya Menkopolhukam, wakil ketuanya saya, berikutnya ada mantan Panglima TNI pak Agus, ada ibu Meutia Hatta, pak Anwar Gonggong, itu anggota-anggotanya. Sekretarisnya ada Sesmil," papar-nya.
Menurut Moeldoko, ketika ada usulan dari lembaga-lembaga terkait soal pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan, dengan berbagai alasan-alasan tertentu, maka forum dewan akan menguji argumentasi-nya.
"Selanjutnya kami di dewan menentukan, ini berhak mendapatkan, ini tidak berhak mendapatkan, dan seterusnya. Jadi tim ini yang menyidangkan atas masukan usulan berbagai lembaga, termasuk kemarin penentuan pahlawan juga seperti itu," ujarnya.
Dia mengatakan pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan berdasarkan latar belakang alasan yang disampaikan, dan ditentukan melalui sebuah mekanisme yang menyaring patut atau tidaknya gelar diberikan.