Jakarta (ANTARA) - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyebutkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) akan menjadi kunci untuk menyerap bonus demografi melalui penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya.
"Kita tidak bisa menampik bahwa pada tahun 2035, Indonesia akan menuju pada puncak bonus demografi. Dimana pada tahun tersebut, 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 148,5 juta merupakan pemuda usia produktif yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian bangsa," ujar Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Mardani H Maming dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, UU Cipta Kerja merupakan komitmen dan kebijakan pemerintah yang harus didukung dan diimplementasikan dengan baik. Sebab, selain memperbaiki iklim investasi, regulasi ini juga memberikan dukungan untuk memajukan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pada puncak bonus demografi di Indonesia, sektor swasta akan memiliki peran vital menyerap tenaga kerja lokal yang jumlahnya mencapai ratusan juta orang. Dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup maka mereka akan menjadi mesin pertumbuhan. Mereka akan mampu menggerakkan perekonomian melalui konsumsi rumah tangga.
Mardani mengatakan, bonus demografi seperti layaknya pedang bermata dua. Bila tidak dipersiapkan lapangan pekerjaan, justru akan berdampak buruk di masa depan.
"Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, kalau tidak hati-hati ini akan membawa malapetaka, sehingga usia-usia produktif ini harus kita siapkan dengan baik," ujarnya.
Salah satu upayanya, lanjut dia, melalui penerapan UU Cipta Kerja untuk menyiapkan lapangan kerja secara lebih luas jelang bonus demografi pada 2035. Kalau tidak mampu mengelola perizinan berusaha mulai dari sekarang, malah demografi justru akan jadi masalah. Akibatnya jadi beban ekonomi dan berdampak sosial juga politik.
Saat ini, negara membutuhkan investasi sektor swasta yang cukup besar untuk menciptakan lapangan kerja. Bila investasi tidak masuk ke Indonesia, bayang-bayang pengangguran dari angkatan kerja terdidik ada di depan mata.
"Bonus demografi ini tentu bisa menjadi bonus bagi perekonomian. Namun, ini bisa juga menjadi bencana bila tidak ada lapangan kerja bagi angkatan kerja terdidik," katanya.
"Kita tidak bisa menampik bahwa pada tahun 2035, Indonesia akan menuju pada puncak bonus demografi. Dimana pada tahun tersebut, 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 148,5 juta merupakan pemuda usia produktif yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian bangsa," ujar Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Mardani H Maming dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, UU Cipta Kerja merupakan komitmen dan kebijakan pemerintah yang harus didukung dan diimplementasikan dengan baik. Sebab, selain memperbaiki iklim investasi, regulasi ini juga memberikan dukungan untuk memajukan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pada puncak bonus demografi di Indonesia, sektor swasta akan memiliki peran vital menyerap tenaga kerja lokal yang jumlahnya mencapai ratusan juta orang. Dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup maka mereka akan menjadi mesin pertumbuhan. Mereka akan mampu menggerakkan perekonomian melalui konsumsi rumah tangga.
Mardani mengatakan, bonus demografi seperti layaknya pedang bermata dua. Bila tidak dipersiapkan lapangan pekerjaan, justru akan berdampak buruk di masa depan.
"Bonus demografi ini seperti pisau bermata dua, kalau tidak hati-hati ini akan membawa malapetaka, sehingga usia-usia produktif ini harus kita siapkan dengan baik," ujarnya.
Salah satu upayanya, lanjut dia, melalui penerapan UU Cipta Kerja untuk menyiapkan lapangan kerja secara lebih luas jelang bonus demografi pada 2035. Kalau tidak mampu mengelola perizinan berusaha mulai dari sekarang, malah demografi justru akan jadi masalah. Akibatnya jadi beban ekonomi dan berdampak sosial juga politik.
Saat ini, negara membutuhkan investasi sektor swasta yang cukup besar untuk menciptakan lapangan kerja. Bila investasi tidak masuk ke Indonesia, bayang-bayang pengangguran dari angkatan kerja terdidik ada di depan mata.
"Bonus demografi ini tentu bisa menjadi bonus bagi perekonomian. Namun, ini bisa juga menjadi bencana bila tidak ada lapangan kerja bagi angkatan kerja terdidik," katanya.