Jakarta (ANTARA) - Direktur Keuangan, MSDM dan Umum Perum LKBN Antara Nina Kurnia Dewi mengatakan pandemi COVID-19 menuntut pemegang keputusan perusahaan atau organisasi untuk fleksibel dalam kebijakan dan melakukan inovasi manajemen.
"Pemimpin harus paham, kemudian memberi keleluasaan anggota melakukan eksperimen karena ini hal baru belum ada salah benar. Ini harus diperbaiki bersama-sama, dicoba," kata Nina dalam diskusi daring bertema "Peluncuran Buku, Taushiyah dan Santunan Anak Yatim Kepemimpnan Cendekia" yang dipantau dari Jakarta, Sabtu.
Ia mencontohkan pemimpin harus bisa menyesuaikan arah kerja perusahaan sesuai kondisi pandemi yang sangat situasional sehingga leluasa bergerak dengan inovasi-inovasi percobaan. Pandemi telah membatasi mobilitas manusia di perusahaan atau organisasi sehingga kebijakan fleksibel mau tidak mau harus dilakukan.
Dengan begitu, kata dia, pertumbuhan perusahaan atau organisasi dapat terus berkembang atau tidak terpuruk di masa pandemi. Semula banyak perusahaan mewajibkan karyawan hadir ke kantor. Tetapi karena wabah COVID-19 membuat banyak yang mewajibkan bekerja dari rumah.
"Saat ini, menuntut semua organisasi terakselerasi saat pandemi. Organisasi memang perlu memberikan 'kebebasan' kebutuhan organisasi melalui pemimpin. Diberikan kelonggaran untuk eksperimen," kata dia.
Kendati ada kebebasan inovasi, dia mengatakan fleksibilitas itu harus terukur dan terstruktur sehingga tidak memberikan dampak negatif.
"Eksperimen ini terukur tidak harus dicoba-coba terus. Harus terukur dan terstruktur untuk eksperimen itu. Perusahaan harus melakukan perencanaan budget. Ada anggaran baru sudah dialokasikan sehingga tidak 'mblabrah' (amburadul)," kata dia.
Keterukuran dan keterstrukturan program yang fleksibel, lanjut Nina, bisa memunculkan peluang baru. Dia mencontohkan manajemen Gojek melahirkan layanan GoFood karena ada kebebasan inovasi.
Hal yang dirasakan Gojek saat ini, kata dia, justru mencatatkan layanan pengataran makanan daring GoFood itu melebihi GoRide (servis antar-jemput penumpang) yang semula merupakan bisnis inti. "Karena keadaan membuat kita menyesuaikan diri," katanya.
"Pemimpin harus paham, kemudian memberi keleluasaan anggota melakukan eksperimen karena ini hal baru belum ada salah benar. Ini harus diperbaiki bersama-sama, dicoba," kata Nina dalam diskusi daring bertema "Peluncuran Buku, Taushiyah dan Santunan Anak Yatim Kepemimpnan Cendekia" yang dipantau dari Jakarta, Sabtu.
Ia mencontohkan pemimpin harus bisa menyesuaikan arah kerja perusahaan sesuai kondisi pandemi yang sangat situasional sehingga leluasa bergerak dengan inovasi-inovasi percobaan. Pandemi telah membatasi mobilitas manusia di perusahaan atau organisasi sehingga kebijakan fleksibel mau tidak mau harus dilakukan.
Dengan begitu, kata dia, pertumbuhan perusahaan atau organisasi dapat terus berkembang atau tidak terpuruk di masa pandemi. Semula banyak perusahaan mewajibkan karyawan hadir ke kantor. Tetapi karena wabah COVID-19 membuat banyak yang mewajibkan bekerja dari rumah.
"Saat ini, menuntut semua organisasi terakselerasi saat pandemi. Organisasi memang perlu memberikan 'kebebasan' kebutuhan organisasi melalui pemimpin. Diberikan kelonggaran untuk eksperimen," kata dia.
Kendati ada kebebasan inovasi, dia mengatakan fleksibilitas itu harus terukur dan terstruktur sehingga tidak memberikan dampak negatif.
"Eksperimen ini terukur tidak harus dicoba-coba terus. Harus terukur dan terstruktur untuk eksperimen itu. Perusahaan harus melakukan perencanaan budget. Ada anggaran baru sudah dialokasikan sehingga tidak 'mblabrah' (amburadul)," kata dia.
Keterukuran dan keterstrukturan program yang fleksibel, lanjut Nina, bisa memunculkan peluang baru. Dia mencontohkan manajemen Gojek melahirkan layanan GoFood karena ada kebebasan inovasi.
Hal yang dirasakan Gojek saat ini, kata dia, justru mencatatkan layanan pengataran makanan daring GoFood itu melebihi GoRide (servis antar-jemput penumpang) yang semula merupakan bisnis inti. "Karena keadaan membuat kita menyesuaikan diri," katanya.