Jakarta (ANTARA) - Dalam hitungan hari, tahun 2021 akan berakhir dan meski masih dalam masa pandemi COVID-19, banyak hikmah dan kabar gembira yang tersiar, khususnya dalam dunia olahraga.
Satu di antaranya adalah gelaran Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI di Papua pada 5-13 November 2021 yang makin memperbesar asa meningkatnya prestasi olahraga disabilitas Indonesia di pentas internasional dengan munculnya talenta-talenta baru.
Dalam pelaksanaannya banyak sejarah tercipta dalam pesta olahraga terbesar di Indonesia khusus untuk atlet disabilitas tersebut. Seperti tuan rumah Papua yang untuk kali pertama menjadi juara umum setelah mengoleksi medali terbanyak yakni 127 medali emas, 86 perak, dan 92 perunggu.
Kontingen Bumi Cenderawasih meraih prestasi tertinggi dengan mengalahkan juara bertahan Jawa Barat yang kali ini harus puas berada di urutan kedua dengan raihan 110 emas, 92 perak, dan 75 perunggu.
Sementara Jawa Tengah melengkapi posisi tiga besar dengan mengoleksi 225 medali dengan rincian 89 emas, 60 perak, dan 76 perunggu.
Kemudian disusul Kalimantan Selatan di urutan keempat dengan 41 emas, 43 perak, dan 47 perunggu. Lalu Sumatera Utara dengan 27 emas, 32 emas, 15 perunggu. Sementara DKI Jakarta, yang pernah empat kali menjadi juara umum, finis keenam pada Peparnas Papua dengan 25 emas, 32 perak, dan 41 perunggu.
Selain menjadi sejarah bagi Bumi Cenderawasih, misi NPC Indonesia untuk melahirkan bibit-bibit baru berpotensi tampaknya berjalan sukses.
Sekadar mengingatkan, sejak awal NPC Indonesia memang mengusung misi sukses regenerasi dalam perhelatan Peparnas Papua. Langkah konkret yang dilakukan adalah pembagian kelas antara atlet elite dan nasional.
Atlet elite adalah mereka yang pernah tampil pada ajang internasional seperti ASEAN Para-Games, Asian Para-Games, dan Paralimpiade. Atlet elite juga hanya diperbolehkan mengikuti satu nomor pertandingan dalam setiap cabang olahraga.
Dengan kata lain, atlet yang baru tampil memiliki peluang besar untuk menunjukkan potensi. Mereka juga makin termotivasi karena peluang meraih emas terbuka lebar.
Cara ini terbukti berhasil dengan terciptanya 150 rekor baru dalam pesta olahraga empat tahunan tersebut, mulai dari rekor Peparnas, nasional, hingga rekor ASEAN Para Games. Dan itu, tercipta bukan hanya tercipta melalui atlet elite, tetapi juga para debutan.
Jika dirinci atlet dari cabang olahraga atletik paling banyak dengan 96 rekor Peparnas yang tercipta. Diikuti 39 dari cabang renang yang mencatatkan rekor Peparnas dan rekor nasional, serta dua adalah rekor ASEAN Para Games. Kemudian, 13 pemecahan rekor nasional pada cabang angkat berat.
Salah satu atlet yang debut sukses pada Peparnas Papua adalah perenang M. Gerry Pahker yang mencatatkan namanya sebagai pemecah rekor nasional (rekornas) saat berlomba pada nomor 50 meter gaya dada putra (S-6) dengan catatan waktu 44,32 detik.
Catatan waktu ini menggeser rekor milik Toif Fauzi saat tampil di Peparnas Jawa Barat pada 2016 lalu dengan catatan waktu 48,02 detik.
Hujan rekor pada Peparnas 2021 ini menjadi bukti bahwa kualitas atlet disabilitas Indonesia makin meningkat.
Modal menuju pentas internasional
Peparnas Papua menjadi modal bagi Indonesia menuju persaingan internasional. Bahkan telah terbukti dengan kesuksesan atlet muda Indonesia dalam gelaran Asian Youth Para Games (AYPG) 2021 yang bergilir di Manamah, Bahrain, 2-6 Desember 2021.
Pada ajang ini, NPC Indonesia mengirim mayoritas atlet debutan yang sebelumnya juga tampil pada Peparnas Papua. Hasilnya tak mengecewakan. Kontingen Merah Putih membawa pulang 37 medali dengan rincian 12 emas, 11 perak, dan 14 perunggu.
Salah satunya medali emas berasal dari Gerry yang mendapat kesempatan untuk masuk ke pemusatan latihan nasional (Pelatnas) NPC Indonesia. Dia berhasil menyumbang medali emas nomor 100m gaya dada putra SB6 setelah membukukan waktu 1 menit 39,66 detik.
Dia mengalahkan Aekkarin Noithat dari Thailand yang finis kedua dengan waktu 1 menit 43,00. Sementara posisi ketiga di tempati wakil Jepang, Elgo Tanaka, dengan 1 menit 47,19 detik.
Selain medali emas, Gerry juga membawa pulang medali perunggu pada nomor 50 meter gaya kupu-kupu S2-7 putra setelah finis di posisi ketiga dengan catatan waktu 39,76 detik.
Dia berada di belakang Eigo Tanaka (Jepang) yang membawa pulang emas usai membukukan 38,97 detik dan perak diraih atlet Thailand, Aekkarin Noithat dengan waktu 36,37 detik.
Selain itu, atlet para-renang lainnya yang menyumbang emas adalah Mutiara Cantik Harsanto (100m gaya kupu-kupu putri S9 dan 100m gaya punggung putri S9).
Lalu para-atletik menjadi cabang olahraga paling banyak menyumbang medali emas dengan total empat keping dalam pesta olahraga terbesar di Asia untuk atlet muda disabilitas tersebut.
Hasil ini diraih masing-masing melalui Ryan Arda Diarta (200m putra T44), Muhamad Dimas Ubaidillah (400m putra T11), Firza Faturahman Listianto (100m putra T46), dan Sholahuddin Al-Ayyubi (tolak peluru putra F41).
Kemudian para-angkat berat meraih dua medali emas melalui Dwiska Afrilia Maharani(79kg putri) dan Elsa Dewi Saputri (+86kg putri).
Pun demikian dengan para-bulu tangkis masing-masing melalui Hikmat Ramdani/Adinda Nugraheni (ganda campuran SL3-SL4/SU5) dan Hikmat Ramdani (tunggal putra SU5).
Sementara satu emas sisanya diraih Febriyanti Vani Rahmadhani dari cabang olahraga boccia kategori BC 2 putri.
Deputi Chef de Mission Andar Perdana Widiastono mengatakan dalam AYPG 2021, Indonesia tidak menargetkan medali. Namun lebih untuk memberikan para atlet yang sebagian merupakan debutan menimba pengalaman bertanding di level internasional.
"Tujuannya lainnya adalah pengenalan dan memetakan persaingan untuk ajang selanjutnya seperti Asian Games dan Paralimpiade," kata Andar.
Pada AYPG Bahrain, banyak atlet baru yang kini memiliki klasifikasi internasional. Artinya mereka sudah diakui dan bisa bersaing di pentas internasional lainnya ke depan.
Regenerasi terjaga
Dengan makin banyaknya atlet yang memiliki klasifikasi internasional, regenerasi atlet disabilitas Indonesia tentu terjaga. Tentunya, ini semua juga tak lepas dari gelaran Peparnas Papua yang menjadi langkah awal atlet-atlet muda Indonesia berlaga secara kompetitif.
Dengan pencapaian atlet-atlet baru seperti di AYPG Bahrain 2021 membawa harapan baru untuk lebih berprestasi lagi di pentas dunia, termasuk Paralimpiade yang menjadi sasaran utama dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
Regenerasi memang penting dilakukan mengingat atlet elite Indonesia saat ini seperti yang berlaga pada Paralimpiade Tokyo 2020 mayoritas sudah berusia 30 tahun.
Sebut saja atlet para-bulu tangkis Leani Ratri Oktila yang saat ini sudah berusia 33 tahun dan Hary Susanto 49 tahun. Selain itu, peraih perak para-angkat berat Paralimpiade Tokyo, Ni Nengah Widiasih berusia 31 tahun.
Pun demikian dengan peraih perunggu para-tenis meja David Jacobs yang kini berusia 47 tahun.
Harapan jelas pada masa mendatang atlet-atlet baru dapat melanjutkan tongkat estafet prestasi Indonesia di pentas dunia.
NPC Indonesia pun telah menyiapkan roadmap pembinaan jangka panjang untuk meningkatkan prestasi atlet disabilitas di Tanah Air.
Banyak target yang harus dicapai pada tahun-tahun berikutnya. Seperti pada Paralimpiade Paris 2024 dan Paralimpiade Los Angeles yang bakal berlangsung pada 2028.
NPC Indonesia menyatakan bakal terus memantau dan melakukan revisi setiap tahunnya untuk memaksimalkan prestasi. Sejauh ini, terdapat lima cabang olahraga prioritas penghasil medali yang masuk dalam DBON yakni, atletik, renang, bulu tangkis, tenis meja, dan angkat berat.
Tentu harapannya makin banyak atlet dari berbagai cabang olahraga lainnya yang bisa meraih prestasi di pentas internasional. Yakinlah, dengan upaya yang dilakukan secara maksimal, segala harapan dan impian dapat terwujud.
Satu di antaranya adalah gelaran Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI di Papua pada 5-13 November 2021 yang makin memperbesar asa meningkatnya prestasi olahraga disabilitas Indonesia di pentas internasional dengan munculnya talenta-talenta baru.
Dalam pelaksanaannya banyak sejarah tercipta dalam pesta olahraga terbesar di Indonesia khusus untuk atlet disabilitas tersebut. Seperti tuan rumah Papua yang untuk kali pertama menjadi juara umum setelah mengoleksi medali terbanyak yakni 127 medali emas, 86 perak, dan 92 perunggu.
Kontingen Bumi Cenderawasih meraih prestasi tertinggi dengan mengalahkan juara bertahan Jawa Barat yang kali ini harus puas berada di urutan kedua dengan raihan 110 emas, 92 perak, dan 75 perunggu.
Sementara Jawa Tengah melengkapi posisi tiga besar dengan mengoleksi 225 medali dengan rincian 89 emas, 60 perak, dan 76 perunggu.
Kemudian disusul Kalimantan Selatan di urutan keempat dengan 41 emas, 43 perak, dan 47 perunggu. Lalu Sumatera Utara dengan 27 emas, 32 emas, 15 perunggu. Sementara DKI Jakarta, yang pernah empat kali menjadi juara umum, finis keenam pada Peparnas Papua dengan 25 emas, 32 perak, dan 41 perunggu.
Selain menjadi sejarah bagi Bumi Cenderawasih, misi NPC Indonesia untuk melahirkan bibit-bibit baru berpotensi tampaknya berjalan sukses.
Sekadar mengingatkan, sejak awal NPC Indonesia memang mengusung misi sukses regenerasi dalam perhelatan Peparnas Papua. Langkah konkret yang dilakukan adalah pembagian kelas antara atlet elite dan nasional.
Atlet elite adalah mereka yang pernah tampil pada ajang internasional seperti ASEAN Para-Games, Asian Para-Games, dan Paralimpiade. Atlet elite juga hanya diperbolehkan mengikuti satu nomor pertandingan dalam setiap cabang olahraga.
Dengan kata lain, atlet yang baru tampil memiliki peluang besar untuk menunjukkan potensi. Mereka juga makin termotivasi karena peluang meraih emas terbuka lebar.
Cara ini terbukti berhasil dengan terciptanya 150 rekor baru dalam pesta olahraga empat tahunan tersebut, mulai dari rekor Peparnas, nasional, hingga rekor ASEAN Para Games. Dan itu, tercipta bukan hanya tercipta melalui atlet elite, tetapi juga para debutan.
Jika dirinci atlet dari cabang olahraga atletik paling banyak dengan 96 rekor Peparnas yang tercipta. Diikuti 39 dari cabang renang yang mencatatkan rekor Peparnas dan rekor nasional, serta dua adalah rekor ASEAN Para Games. Kemudian, 13 pemecahan rekor nasional pada cabang angkat berat.
Salah satu atlet yang debut sukses pada Peparnas Papua adalah perenang M. Gerry Pahker yang mencatatkan namanya sebagai pemecah rekor nasional (rekornas) saat berlomba pada nomor 50 meter gaya dada putra (S-6) dengan catatan waktu 44,32 detik.
Catatan waktu ini menggeser rekor milik Toif Fauzi saat tampil di Peparnas Jawa Barat pada 2016 lalu dengan catatan waktu 48,02 detik.
Hujan rekor pada Peparnas 2021 ini menjadi bukti bahwa kualitas atlet disabilitas Indonesia makin meningkat.
Modal menuju pentas internasional
Peparnas Papua menjadi modal bagi Indonesia menuju persaingan internasional. Bahkan telah terbukti dengan kesuksesan atlet muda Indonesia dalam gelaran Asian Youth Para Games (AYPG) 2021 yang bergilir di Manamah, Bahrain, 2-6 Desember 2021.
Pada ajang ini, NPC Indonesia mengirim mayoritas atlet debutan yang sebelumnya juga tampil pada Peparnas Papua. Hasilnya tak mengecewakan. Kontingen Merah Putih membawa pulang 37 medali dengan rincian 12 emas, 11 perak, dan 14 perunggu.
Salah satunya medali emas berasal dari Gerry yang mendapat kesempatan untuk masuk ke pemusatan latihan nasional (Pelatnas) NPC Indonesia. Dia berhasil menyumbang medali emas nomor 100m gaya dada putra SB6 setelah membukukan waktu 1 menit 39,66 detik.
Dia mengalahkan Aekkarin Noithat dari Thailand yang finis kedua dengan waktu 1 menit 43,00. Sementara posisi ketiga di tempati wakil Jepang, Elgo Tanaka, dengan 1 menit 47,19 detik.
Selain medali emas, Gerry juga membawa pulang medali perunggu pada nomor 50 meter gaya kupu-kupu S2-7 putra setelah finis di posisi ketiga dengan catatan waktu 39,76 detik.
Dia berada di belakang Eigo Tanaka (Jepang) yang membawa pulang emas usai membukukan 38,97 detik dan perak diraih atlet Thailand, Aekkarin Noithat dengan waktu 36,37 detik.
Selain itu, atlet para-renang lainnya yang menyumbang emas adalah Mutiara Cantik Harsanto (100m gaya kupu-kupu putri S9 dan 100m gaya punggung putri S9).
Lalu para-atletik menjadi cabang olahraga paling banyak menyumbang medali emas dengan total empat keping dalam pesta olahraga terbesar di Asia untuk atlet muda disabilitas tersebut.
Hasil ini diraih masing-masing melalui Ryan Arda Diarta (200m putra T44), Muhamad Dimas Ubaidillah (400m putra T11), Firza Faturahman Listianto (100m putra T46), dan Sholahuddin Al-Ayyubi (tolak peluru putra F41).
Kemudian para-angkat berat meraih dua medali emas melalui Dwiska Afrilia Maharani(79kg putri) dan Elsa Dewi Saputri (+86kg putri).
Pun demikian dengan para-bulu tangkis masing-masing melalui Hikmat Ramdani/Adinda Nugraheni (ganda campuran SL3-SL4/SU5) dan Hikmat Ramdani (tunggal putra SU5).
Sementara satu emas sisanya diraih Febriyanti Vani Rahmadhani dari cabang olahraga boccia kategori BC 2 putri.
Deputi Chef de Mission Andar Perdana Widiastono mengatakan dalam AYPG 2021, Indonesia tidak menargetkan medali. Namun lebih untuk memberikan para atlet yang sebagian merupakan debutan menimba pengalaman bertanding di level internasional.
"Tujuannya lainnya adalah pengenalan dan memetakan persaingan untuk ajang selanjutnya seperti Asian Games dan Paralimpiade," kata Andar.
Pada AYPG Bahrain, banyak atlet baru yang kini memiliki klasifikasi internasional. Artinya mereka sudah diakui dan bisa bersaing di pentas internasional lainnya ke depan.
Regenerasi terjaga
Dengan makin banyaknya atlet yang memiliki klasifikasi internasional, regenerasi atlet disabilitas Indonesia tentu terjaga. Tentunya, ini semua juga tak lepas dari gelaran Peparnas Papua yang menjadi langkah awal atlet-atlet muda Indonesia berlaga secara kompetitif.
Dengan pencapaian atlet-atlet baru seperti di AYPG Bahrain 2021 membawa harapan baru untuk lebih berprestasi lagi di pentas dunia, termasuk Paralimpiade yang menjadi sasaran utama dalam Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
Regenerasi memang penting dilakukan mengingat atlet elite Indonesia saat ini seperti yang berlaga pada Paralimpiade Tokyo 2020 mayoritas sudah berusia 30 tahun.
Sebut saja atlet para-bulu tangkis Leani Ratri Oktila yang saat ini sudah berusia 33 tahun dan Hary Susanto 49 tahun. Selain itu, peraih perak para-angkat berat Paralimpiade Tokyo, Ni Nengah Widiasih berusia 31 tahun.
Pun demikian dengan peraih perunggu para-tenis meja David Jacobs yang kini berusia 47 tahun.
Harapan jelas pada masa mendatang atlet-atlet baru dapat melanjutkan tongkat estafet prestasi Indonesia di pentas dunia.
NPC Indonesia pun telah menyiapkan roadmap pembinaan jangka panjang untuk meningkatkan prestasi atlet disabilitas di Tanah Air.
Banyak target yang harus dicapai pada tahun-tahun berikutnya. Seperti pada Paralimpiade Paris 2024 dan Paralimpiade Los Angeles yang bakal berlangsung pada 2028.
NPC Indonesia menyatakan bakal terus memantau dan melakukan revisi setiap tahunnya untuk memaksimalkan prestasi. Sejauh ini, terdapat lima cabang olahraga prioritas penghasil medali yang masuk dalam DBON yakni, atletik, renang, bulu tangkis, tenis meja, dan angkat berat.
Tentu harapannya makin banyak atlet dari berbagai cabang olahraga lainnya yang bisa meraih prestasi di pentas internasional. Yakinlah, dengan upaya yang dilakukan secara maksimal, segala harapan dan impian dapat terwujud.