Jayapura (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua menjalin kerja sama dalam penerapan hukum rehabilitatif yang merupakan wujud nyata komitmen dalam membangun tata kelola hukum yang lebih adil dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Gubernur Papua Mathius Fakhiri di Jayapura, Jumat, mengatakan dalam semangat "Transformasi Papua Baru yang Maju dan Harmonis", penegakan hukum harus menjadi pilar yang mendukung terciptanya masyarakat yang aman, tertib, sekaligus produktif.
"Untuk itu pidana keria sosial merupakan pendekatan alternatif yang semakin diperlukan," katanya di sela-sela acara penandatanganan nota kesepahaman kerja sama Kejaksaan Tinggi Papua dan Pemprov Papua dalam Pelaksanaan Pidana Kerja Sosial bagi pelaku tindak pidana, Jumat.
Menurut Fakhiri, selain memulihkan dampak sosial dari tindak pidana, mekanisme ini menekankan edukasi, tanggung jawab dan pemulihan perilaku.
"Dengan begitu, pelaku tidak hanya menjalani hukuman, tapi juga memperoleh kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan turut berkontribusi bagi lingkungan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Papua Jefferdian mengatakan pada kegiatan ini selain Provinsi Papua Induk, pihaknya juga melakukan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Papua Selatan terkait penerapan pidana kerja sosial sebagai bagian dari persiapan implementasi KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
"Kerja sama ini menjadi langkah penting dalam menghadirkan model pemidanaan yang lebih humanis dan progresif," katanya.
Menurut Jefferdian, pidana kerja sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (1) huruf e KUHP baru, menempatkan pidana penjara sebagai opsi terakhir atau ultimum remedium.
"Oleh karena itu kami meminta seluruh Kejari di wilayah Papua segera menindaklanjuti PKS tersebut dengan implementasi nyata di daerah masing-masing," ujarnya.

