Jakarta (ANTARA) - Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengatakan Peringatan Hari Lahir Pancasila merupakan momentum bagi segenap rakyat Indonesia untuk kembali pada jati diri bangsa.
“Keputusan Presiden (mengenai penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila) menjadi momentum yang begitu penting bagi bangsa Indonesia untuk kembali pada jati dirinya,” ujar Megawati saat menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) bertajuk “Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta”, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Untirta Official, di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, seluruh masyarakat di Tanah Air perlu kembali pada jati diri sebagai bangsa Indonesia karena rasa kebangsaan itu sempat mengalami reduksi dan degradasi atau kemerosotan akibat adanya peristiwa sejarah pada tahun 1965.
Setelah terjadinya peristiwa upaya menggantikan ideologi Pancasila dengan komunisme itu, lanjut Megawati, Pancasila hanya dimaknai dan dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu simbol, padahal sepatutnya dasar falsafah bangsa tersebut mampu merasuki sanubari setiap rakyat Indonesia.
“Kalau kita perhatikan sejarah bangsa setelah merdeka, sebenarnya pada tahun 1965, menurut saya, kita mengalami sebuah perjalanan sejarah yang mereduksi rasa kebangsaan kita karena pada waktu itu Pancasila hanya dirasakan sebagai sebuah simbol. Pancasila tidak dibuat untuk menjadi hal yang merasuk ke dalam sanubari bangsa. Sampai hari lahirnya saja tidak ada,” ucap Megawati.
Oleh karena itu, sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati meminta Presiden Joko Widodo untuk mengajarkan kembali kepada bangsa Indonesia agar dapat memaknai dan merasakan Pancasila.
Permintaan tersebut, kata dia, diwujudkan oleh Presiden melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
“Melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016 telah ditetapkan tanggal 1 Juni 1945 adalah Hari Lahir Pancasila. Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila yang dinyatakan sebagai hari libur nasional,” ujar Megawati.
“Keputusan Presiden (mengenai penetapan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila) menjadi momentum yang begitu penting bagi bangsa Indonesia untuk kembali pada jati dirinya,” ujar Megawati saat menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa (FRPKB) bertajuk “Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta”, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Untirta Official, di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, seluruh masyarakat di Tanah Air perlu kembali pada jati diri sebagai bangsa Indonesia karena rasa kebangsaan itu sempat mengalami reduksi dan degradasi atau kemerosotan akibat adanya peristiwa sejarah pada tahun 1965.
Setelah terjadinya peristiwa upaya menggantikan ideologi Pancasila dengan komunisme itu, lanjut Megawati, Pancasila hanya dimaknai dan dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu simbol, padahal sepatutnya dasar falsafah bangsa tersebut mampu merasuki sanubari setiap rakyat Indonesia.
“Kalau kita perhatikan sejarah bangsa setelah merdeka, sebenarnya pada tahun 1965, menurut saya, kita mengalami sebuah perjalanan sejarah yang mereduksi rasa kebangsaan kita karena pada waktu itu Pancasila hanya dirasakan sebagai sebuah simbol. Pancasila tidak dibuat untuk menjadi hal yang merasuk ke dalam sanubari bangsa. Sampai hari lahirnya saja tidak ada,” ucap Megawati.
Oleh karena itu, sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati meminta Presiden Joko Widodo untuk mengajarkan kembali kepada bangsa Indonesia agar dapat memaknai dan merasakan Pancasila.
Permintaan tersebut, kata dia, diwujudkan oleh Presiden melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016 yang menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
“Melalui Keppres Nomor 24 Tahun 2016 telah ditetapkan tanggal 1 Juni 1945 adalah Hari Lahir Pancasila. Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila yang dinyatakan sebagai hari libur nasional,” ujar Megawati.