Sentani (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua memacu penanganan AIDS, Tuberkulosis (TB) dan Malaria (ATM) di wilayah setempat secara maksimal menyusul adanya pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB).
Kepala Balai Pencegahan dan Pengendalian AIDS, Tuberkulosis, Malaria (BP2 ATM) Dinas Kesehatan Papua dr Berry IS Wopari di Sentani, Senin mengatakan setelah pemisahan melalui DOB di Provinsi Papua menjadi empat daerah (Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Pegunungan) penanganan ATM di provinsi induk Papua menjadi kurang maksimal.
“Dengan adanya DOB di Papua ternyata mempengaruhi program AIDS, TB dan Malaria. Untuk Provinsi Papua kita berada di ranking paling bawah dari semua daerah yang ada di Indonesia,” katanya mengingatkan.
Menurutnya dr Beery, dalam perkembangannya, bahkan ada kegiatan atau cakupan program ATM dari Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang justru lebih baik dari provinsi induk tersebut.
“Oleh karena itu langkah cepat kami lakukan melalui pertemuan monitoring dan evaluasi dengan dukungan biaya dari APBD Papua Otsus, mendorong pertemuan yang diikuti 9 kabupaten/kota untuk segera Dinkes daerah menyiapkan langkah kerja di bawah bimbingan arahan monitoring dan evaluasi dari kami (BP2 ATM),” ujarnya.
Dia menjelaskan kasus dari AIDS, Tuberkulosis dan Malaria yang terjadi di Provinsi Papua kalau dilihat dari angka absolut sangatlah banyak.
“Dari persentase, cakupannya jadi memang secara nasional itu kita sudah diberi target misalnya untuk program TB, semua kasus TB yang ada di Papua ini yang mengakses obat TB itu harus di atas 90 persen, ternyata kita di sini masih 70 persen,” katanya lagi.
Dia menambahkan artinya masih ada kasus-kasus Tuberkulosis yang belum mendapatkan obat atau pelayanan.
“Dari semua yang sudah dapat obat TB, kita baru mencapai 50 persen harusnya sudah 90 persen. Itu artinya dari seluruh pasien TB yang sudah mendapatkan obat ternyata kesembuhannya masih rendah, padahal seharusnya pasien itu sembuh semua,” katanya menjelaskan.
Dokter Beery mengatakan, kondisi itu mengakibatkan Provinsi Papua masih jauh dari target-target nasional dan bahkan masih kalah dengan tiga DOB baru di Papua.
“Ini yang harus kita pacu, demikian juga dengan malaria dengan penemuan-penemuan kasus baru dari seluruh masyarakat berpotensi tertular malaria, HIV-AIDS ternyata penjaringan kasusnya belum maksimal,” katanya.
Hal itu artinya, menurut dia lagi masih ada masyarakat yang belum ditangani di dalam pelayanan atau karena belum menemukan mereka.
“Cara menemukan seawal dan sedini mungkin adalah melalui penyuluhan-penyuluhan supaya masyarakat sadar bahwa dia sangat riskan, berisiko tinggi tertular AIDS, TB dan Malaria,” ujarnya.
Kepala Balai Pencegahan dan Pengendalian AIDS, Tuberkulosis, Malaria (BP2 ATM) Dinas Kesehatan Papua dr Berry IS Wopari di Sentani, Senin mengatakan setelah pemisahan melalui DOB di Provinsi Papua menjadi empat daerah (Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Pegunungan) penanganan ATM di provinsi induk Papua menjadi kurang maksimal.
“Dengan adanya DOB di Papua ternyata mempengaruhi program AIDS, TB dan Malaria. Untuk Provinsi Papua kita berada di ranking paling bawah dari semua daerah yang ada di Indonesia,” katanya mengingatkan.
Menurutnya dr Beery, dalam perkembangannya, bahkan ada kegiatan atau cakupan program ATM dari Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang justru lebih baik dari provinsi induk tersebut.
“Oleh karena itu langkah cepat kami lakukan melalui pertemuan monitoring dan evaluasi dengan dukungan biaya dari APBD Papua Otsus, mendorong pertemuan yang diikuti 9 kabupaten/kota untuk segera Dinkes daerah menyiapkan langkah kerja di bawah bimbingan arahan monitoring dan evaluasi dari kami (BP2 ATM),” ujarnya.
Dia menjelaskan kasus dari AIDS, Tuberkulosis dan Malaria yang terjadi di Provinsi Papua kalau dilihat dari angka absolut sangatlah banyak.
“Dari persentase, cakupannya jadi memang secara nasional itu kita sudah diberi target misalnya untuk program TB, semua kasus TB yang ada di Papua ini yang mengakses obat TB itu harus di atas 90 persen, ternyata kita di sini masih 70 persen,” katanya lagi.
Dia menambahkan artinya masih ada kasus-kasus Tuberkulosis yang belum mendapatkan obat atau pelayanan.
“Dari semua yang sudah dapat obat TB, kita baru mencapai 50 persen harusnya sudah 90 persen. Itu artinya dari seluruh pasien TB yang sudah mendapatkan obat ternyata kesembuhannya masih rendah, padahal seharusnya pasien itu sembuh semua,” katanya menjelaskan.
Dokter Beery mengatakan, kondisi itu mengakibatkan Provinsi Papua masih jauh dari target-target nasional dan bahkan masih kalah dengan tiga DOB baru di Papua.
“Ini yang harus kita pacu, demikian juga dengan malaria dengan penemuan-penemuan kasus baru dari seluruh masyarakat berpotensi tertular malaria, HIV-AIDS ternyata penjaringan kasusnya belum maksimal,” katanya.
Hal itu artinya, menurut dia lagi masih ada masyarakat yang belum ditangani di dalam pelayanan atau karena belum menemukan mereka.
“Cara menemukan seawal dan sedini mungkin adalah melalui penyuluhan-penyuluhan supaya masyarakat sadar bahwa dia sangat riskan, berisiko tinggi tertular AIDS, TB dan Malaria,” ujarnya.