Biak (ANTARA) - Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kabupaten Biak Numfor, Papua menyebut ketersediaan lahan tanah yang telah bersertifikat dibutuhkan untuk menjalankan pengembangan program membangun rumah warga orang asli Papua (OAP).
"Kendala yang dihadapi dinas perumahan ketika ingin membantu program pembangunan rumah warga ketiadaan lahan tanah yang belum punya legalitas sertifikat," kata Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Biak Fritz G.Senandi dalam keterangan di Biak, Kamis.
Ia mengaku keinginan warga untuk memiliki rumah bantuan pemerintah animonya sangat banyak tersebar di berbagai kampung dan kelurahan.
Hanya saja ketika program membangun rumah direalisasikan, lanjut dia, tetapi lokasi lahan tanah yang akan dibangun rumah menjadi sengketa karena diklaim milik marga tertentu.
"Ya untuk saat ini bukti kepemilikan tanah lahan yang telah bersertifikat akan membantu program pembangunan rumah warga orang asli Papua di kampung," katanya.
Disinggung perihal tuntutan ganti rugi tanah masyarakat adat terhadap fasilitas di Pelabuhan Biak, menurut Senandi, pihak pemerintah daerah hanya menjadi mediator antara masyarakat adat dengan PT Pelindo cabang Biak selaku pengelola fasilitas pelabuhan laut Biak.
Sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) teknis Pemkab Biak Numfor, lanjut Senandi, pihaknya menjalankan mandat menjadi mediator dalam memfasilitasi tuntutan ganti rugi masyarakat adat dengan pemangku kepentingan di Pelabuhan Biak.
Ia berharap, perlu ada solusi yang terbaik untuk penyelesaian tuntutan kebutuhan warga setempat.
"Apapun keputusan nanti diambil pihak berwenang tetapi dampaknya pasti dialami masyarakat di daerah," katanya.
"Kendala yang dihadapi dinas perumahan ketika ingin membantu program pembangunan rumah warga ketiadaan lahan tanah yang belum punya legalitas sertifikat," kata Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Biak Fritz G.Senandi dalam keterangan di Biak, Kamis.
Ia mengaku keinginan warga untuk memiliki rumah bantuan pemerintah animonya sangat banyak tersebar di berbagai kampung dan kelurahan.
Hanya saja ketika program membangun rumah direalisasikan, lanjut dia, tetapi lokasi lahan tanah yang akan dibangun rumah menjadi sengketa karena diklaim milik marga tertentu.
"Ya untuk saat ini bukti kepemilikan tanah lahan yang telah bersertifikat akan membantu program pembangunan rumah warga orang asli Papua di kampung," katanya.
Disinggung perihal tuntutan ganti rugi tanah masyarakat adat terhadap fasilitas di Pelabuhan Biak, menurut Senandi, pihak pemerintah daerah hanya menjadi mediator antara masyarakat adat dengan PT Pelindo cabang Biak selaku pengelola fasilitas pelabuhan laut Biak.
Sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) teknis Pemkab Biak Numfor, lanjut Senandi, pihaknya menjalankan mandat menjadi mediator dalam memfasilitasi tuntutan ganti rugi masyarakat adat dengan pemangku kepentingan di Pelabuhan Biak.
Ia berharap, perlu ada solusi yang terbaik untuk penyelesaian tuntutan kebutuhan warga setempat.
"Apapun keputusan nanti diambil pihak berwenang tetapi dampaknya pasti dialami masyarakat di daerah," katanya.