Pertumbuhan industri finansial berbasis teknologi atau "financial technology" (fintech), di dunia, termasuk di Indonesia, kini bakal lebih terarah karena sudah ada panduannya menyusul diluncurkannya "Bali Fintech Agenda" dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Nusa Dua, Bali.
Bali Fintech Agenda yang lahir di Bali itu merupakan kerangka kerja yang dapat dipertimbangkan oleh negara-negara di dunia dalam merumuskan kebijakan terkait "fintech" atau teknologi finansial (tekfin) yang tumbuh sangat cepat.
Dana Moneter Internasional (IMF) meyakini Bali Fintech Agenda itu dapat menjadi panduan dunia untuk mengakomodasi pertumbuhan industri tekfin, namun tetap memitigasi risikonya terhadap stabilitas perekonomian.
Kekhawatiran terhadap stabilitas perekonomian menjadi salah satu wacana yang selama ini diungkapkan pelaku bisnis konvensional seperti perbankan. Maklum, demi menjaga stabilitas perekonomian, sektor perbankan diatur sangat ketat melalui prinsip-prinsip Basel-nya.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam Rapat Pleno Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10), menegaskan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan teknologi finansial .
Tujuannya agar dapat mendorong dinamisme ekonomi, inklusi keuangan sekaligus membantu menekan angka kemiskinan, terutama dengan menyediakan akses layanan keuangan bagi 1,7 miliar masyarakat yang saat ini belum terhubung dengan perbankan.
Namun, Lagarde mengingatkan langkah memperkuat inklusi keuangan harus diikuti dengan upaya menjaga stabilitas dan keamanan keuangan, karena ekonomi digital, rumah besarnya teknologi finansial, berarti dengan mudah memasuki rantai global. Karena itu upaya untuk melindungi perekonomian dari segala risiko harus bersifat multilateral.
Revolusi digital, menurut Lagarde, membawa harapan sekaligus bahaya yang besar. Bioteknologi, robotika, dan kecerdasan buatan akan menciptakan industri-industri dan pekerjaan-pekerjaan baru. Namun transisi ini juga akan menimbulkan gangguan dan ketidakpuasan.
Bagi Presiden Grup Bank Dunia Jim Yong Kim "Bali Fintech Agenda" bisa memberikan kerangka acuan untuk pemenuhan tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama bagi negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, yang sulit mendapatkan akses terhadap jasa keuangan.
Ia menilai negara-negara membutuhkan pendalaman akses terhadap pasar keuangan. Untuk itu, Bank Dunia terus fokus mewujudkan solusi "fintech" guna mendorong pemanfaatan jasa keuangan, mitigasi risiko dan mencapai kestabilan guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Kesempatan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perkembangan teknologi finansial yang pesat, bukan merupakan hambatan yang dapat mengganggu tatanan sosial, karena situasi ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.
Namun, ia mengingatkan, pentingnya regulasi sebagai panduan dalam berperilaku di industri teknologi finansial dan untuk perlindungan terhadap konsumen agar teknologi finansial tidak menimbulkan disrupsi dan mengganggu kesejahteraan masyarakat.
Masuknya investor teknologi finansial berbasis jasa ke Indonesia, katanya, menjadi peluang, namun belum ada regulasi yang dapat mendukung itu. Belum lagi persoalan perlindungan data dan pajak yang masih harus diformulasikan.
"Padahal kita meyakini ini bagus dan berdampak kepada ekonomi," ujar Sri Mulyani.
Untuk itu, Menkeu meyakini perumusan 12 elemen yang tercantum dalam "Bali Fintech Agenda" dapat membantu negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, dalam pembentukan kebijakan yang bermanfaat untuk perlindungan konsumen dan tidak mengancam stabilitas keuangan.
Sementara itu, Direktur Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (ASEAN+3 Macroeconomic Research Office - AMRO) Junhong Chang dalam sebuah diskusi di Nusa Dua, Bali, mengatakan teknologi memang menjadi amunisi bagi pemangku kepentingan untuk menyebarkan manfaat perekonomian, tetapi juga teknologi bisa menimbulkan risiko yang bahkan melintasi batas negara.
"Para pembuat kebijakan perlu memahami dan mengelola dampak teknologi di dalam sistem keuangan kita demi mempertahankan stabilitas keuangan," ujar Chang dalam diskusi di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018.
Adapun contoh teknologi di bidang keuangan adalah "mobile banking", "big data", dan jaringan transfer "peer-to-peer". Teknologi itu memang berhasil memperluas jangkauan layanan keuangan kepada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki rekening bank atau tidak terjangkau bank sehingga meningkatkan pendapatan dan standar hidup.
Namun ada risiko teknologi yakni penipuan siber, keamanan data, dan pembobolan privasi. Intermediasi terpisah layanan teknologi finansial atau konsentrasi layanan di antara beberapa penyedia juga dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.
Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Takehiko Nakao mengatakan teknologi keuangan baru yang menyebar dengan begitu cepat adalah teknologi yang sangat menjanjikan untuk inklusi keuangan.
"Kita harus mendorong lingkungan yang memungkinkan teknologinya berkembang serta memperkuat kerja sama kawasan guna membangun standar peraturan dan sistem pengawasan yang harmonis demi mencegah pencucian uang internasional, pendanaan teroris, dan kejahatan siber," kata Nakao.
Indonesia butuh
Panduan dalam pengembangan teknologi finansial itu tentunya dibutuhkan oleh negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, khususnya dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan industri finansial berbasis teknologi itu..
Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, negara-negara di Asia, termasuk Indonesia merupakan tempat ideal bagi teknologi finansial untuk berkembang.
Hal itu karena Indonesia memiliki lebih dari seperempat juta masyarakat yang tersebar di ribuan pulau, menunggu untuk terintegrasi dengan teknologi baru. Kemudian, Indonesia juga memiliki struktur demografi muda, dengan semangat untuk memasuki dunia digital masa depan.
Selain itu, kata Mirza, ada juga masyarakat baru yang didorong oleh kelompok kelas menengah yang dinamis dan demokratis, yang memandang ekonomi digital sebagai sesuatu yang tak terhindarkan, seperti layaknya evolusi.
Dalam Bali Fintech Agenda itu ada 12 poin kesepakatan, yakni, Mendukung perkembangan layanan finansial berbasis teknologi (fintech); memberi ruang penggunaan teknologi baru untuk meningkatkan layanan jasa keuangan; dan mendorong kompetisi dan berkomitmen menciptakan pasar yang terbuka, bebas dan teruji.
Kemudian, mendukung keuangan inklusif dan mengembangkan pasar keuangan; memonitor perkembangan secara erat untuk meningkatkan pemahaman atas sistem keuangan yang tengah berevolusi; dan mengadaptasi kerangka regulator dan pengawasan untuk pengembangan sistem keuangan yang stabil.
Selain itu, menjaga integritas finansial; memperbarui kerangka hukum untuk menyediakan lanskap hukum yang akomodatif; memastikan stabilitas sistem moneter dan keuangan; mengembangkan infrastruktur keuangan dan data yang mumpuni untuk menjaga kesinambungan manfaat teknologi keuangan, mendorong koordinasi dan kerja sama internasional serta berbagi informasi; dan engembangkan pengawasan kolektif terhadap risiko sektor keuangan.