Timika (Antara Papua) - Serikat pekerja di PT Freeport Indonesia di Timika, Papua menyayangkan tindakan represif anggota Polres Mimika terhadap massa di Pengadilan Negeri Timika, Kamis siang.
Anggota Tim Advokasi Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Tri Puspita di Timika, Kamis mengatakan tindakan represif mengakibatkan kericuhan di depan gedung PN Timika.
"Ada lima orang anggota kami yang mengalami kecelakaan dan saat ini mereka masih dirawat di RSUD Mimika. Ada yang terkena tembakan peluru karet di bagian pantat dan kaki," kata Tri.
Menurut dia, situasi panas yang terjadi di gedung PN Timika pada Kamis siang bermula dari keputusan majelis hakim yang menunda sidang terdakwa Sudiro dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Kamis (27/4).
Mendengar itu, massa simpatisan Sudiro menyatakan tidak puas.
Aparat Polres Mimika dibantu Brimob Batalyon B Polda Papua mencegah massa yang membeludak di Jalan Yos Sudarso, depan gedung PN Timika untuk masuk ke dalam gedung pengadilan.
Saat terjadi dorong-mendorong antara massa dengan aparat, beberapa orang melempar batu ke arah gedung pengadilan.
Tidak itu saja, Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon yang berupaya menenangkan massa malah ikut terkena amukan massa.
Melihat situasi yang sudah tidak kondusif, aparat lalu mengeluarkan tembakan peringatan berkali-kali di sekitar gedung PN Timika.
Buntut dari peristiwa itu, lima karyawan mengalami luka tembak peluru karet pada bagian pantat dan kaki.
Sedangkan Kapolres Mimika Victor Dean Mackbon terluka pada bagian kaki kanan akibat terkena serpihan peluru karet dan tangan kanannya akibat benda tajam.
Tri Puspita mengatakan tindakan aparat yang mengeluarkan tembakan peringatan tersebut menyulut emosi massa.
"Saat aparat mengeluarkan tembakan peringatan, teman-teman kami tersulit emosinya. Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian setempat yang terkesan represif menangani permasalahan ini. Kami akan berkoordinasi dengan rekan-rekan kami di DPP SP-KEP SPSI Jakarta untuk mengambil langkah hukum selanjutnya," kata Tri.
Eksepsi ditolak
Sementara itu dalam putusan selanya pada Kamis siang, majelis hakim PN Timika yang dipimpin Relly D Behuku dengan hakim anggota Fransiscus Y Babthista dan Steven C Walukow menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Sudiro.
Hakim menyatakan sidang perkara dugaan penggelapan dana iuran organisasi SPSI PT Freeport senilai Rp3,3 miliar tetap dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Majelis hakim PN Timika juga belum mengabulkan permohonan terdakwa Sudiro untuk tidak ditahan di Polsek Mimika Baru.
"Sampai sekarang majelis hakim belum mengabulkan permohonan Saudara Sudiro untuk tidak ditahan tanpa dasar hukum yang jelas. Padahal terdakwa sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sedang sakit dan harus menjalani pengobatan," kata Tri Puspita.
Bahkan, ada 1.600 isteri karyawan PT Freeport sudah menandatangani surat jaminan agar saudara Sudiro tidak ditahan. Tapi semua itu terkesan diabaikan oleh majelis hakim PN Timika. Kami merasa ada hal-hal yang kurang beres dibalik semua ini, kata Tri Puspita.
Jaksa Penuntut Umum Maria Marsela dan Yohannes Aritonang dari Kejari Timika mendakwa Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Sudiro telah menggelapkan dana iuran organisasi yang dipimpinnya pada periode 2014 hingga 2017 sebesar Rp3,3 miliar.
Atas perbuatannya itu, Sudiro diancam dengan hukuman pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sesuai aturan organisasi SP-KEP SPSI, kepengurusan PUK SP-KEP SPSI PT Freeport pimpinan Sudiro seharusnya menyetor 30 persen dana iuran anggota yang terkumpul ke Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Kabupaten Mimika yang saat itu dipimpin Virgo Henry Solossa.
Namun hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa.
Virgo Henry Solossa sebagai pihak pelapor mengaku Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Mimika dirugikan atas tindakan terdakwa Sudiro sebesar Rp3.392.821.295. (*)
Anggota Tim Advokasi Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Tri Puspita di Timika, Kamis mengatakan tindakan represif mengakibatkan kericuhan di depan gedung PN Timika.
"Ada lima orang anggota kami yang mengalami kecelakaan dan saat ini mereka masih dirawat di RSUD Mimika. Ada yang terkena tembakan peluru karet di bagian pantat dan kaki," kata Tri.
Menurut dia, situasi panas yang terjadi di gedung PN Timika pada Kamis siang bermula dari keputusan majelis hakim yang menunda sidang terdakwa Sudiro dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi pada Kamis (27/4).
Mendengar itu, massa simpatisan Sudiro menyatakan tidak puas.
Aparat Polres Mimika dibantu Brimob Batalyon B Polda Papua mencegah massa yang membeludak di Jalan Yos Sudarso, depan gedung PN Timika untuk masuk ke dalam gedung pengadilan.
Saat terjadi dorong-mendorong antara massa dengan aparat, beberapa orang melempar batu ke arah gedung pengadilan.
Tidak itu saja, Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon yang berupaya menenangkan massa malah ikut terkena amukan massa.
Melihat situasi yang sudah tidak kondusif, aparat lalu mengeluarkan tembakan peringatan berkali-kali di sekitar gedung PN Timika.
Buntut dari peristiwa itu, lima karyawan mengalami luka tembak peluru karet pada bagian pantat dan kaki.
Sedangkan Kapolres Mimika Victor Dean Mackbon terluka pada bagian kaki kanan akibat terkena serpihan peluru karet dan tangan kanannya akibat benda tajam.
Tri Puspita mengatakan tindakan aparat yang mengeluarkan tembakan peringatan tersebut menyulut emosi massa.
"Saat aparat mengeluarkan tembakan peringatan, teman-teman kami tersulit emosinya. Kami sangat menyayangkan tindakan kepolisian setempat yang terkesan represif menangani permasalahan ini. Kami akan berkoordinasi dengan rekan-rekan kami di DPP SP-KEP SPSI Jakarta untuk mengambil langkah hukum selanjutnya," kata Tri.
Eksepsi ditolak
Sementara itu dalam putusan selanya pada Kamis siang, majelis hakim PN Timika yang dipimpin Relly D Behuku dengan hakim anggota Fransiscus Y Babthista dan Steven C Walukow menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum terdakwa Sudiro.
Hakim menyatakan sidang perkara dugaan penggelapan dana iuran organisasi SPSI PT Freeport senilai Rp3,3 miliar tetap dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Majelis hakim PN Timika juga belum mengabulkan permohonan terdakwa Sudiro untuk tidak ditahan di Polsek Mimika Baru.
"Sampai sekarang majelis hakim belum mengabulkan permohonan Saudara Sudiro untuk tidak ditahan tanpa dasar hukum yang jelas. Padahal terdakwa sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sedang sakit dan harus menjalani pengobatan," kata Tri Puspita.
Bahkan, ada 1.600 isteri karyawan PT Freeport sudah menandatangani surat jaminan agar saudara Sudiro tidak ditahan. Tapi semua itu terkesan diabaikan oleh majelis hakim PN Timika. Kami merasa ada hal-hal yang kurang beres dibalik semua ini, kata Tri Puspita.
Jaksa Penuntut Umum Maria Marsela dan Yohannes Aritonang dari Kejari Timika mendakwa Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Sudiro telah menggelapkan dana iuran organisasi yang dipimpinnya pada periode 2014 hingga 2017 sebesar Rp3,3 miliar.
Atas perbuatannya itu, Sudiro diancam dengan hukuman pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sesuai aturan organisasi SP-KEP SPSI, kepengurusan PUK SP-KEP SPSI PT Freeport pimpinan Sudiro seharusnya menyetor 30 persen dana iuran anggota yang terkumpul ke Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Kabupaten Mimika yang saat itu dipimpin Virgo Henry Solossa.
Namun hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa.
Virgo Henry Solossa sebagai pihak pelapor mengaku Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Mimika dirugikan atas tindakan terdakwa Sudiro sebesar Rp3.392.821.295. (*)