Timika (Antara Papua) - Para guru SD-SMP Negeri Banti bersama sejumlah polisi wanita (Polwan) Polres Mimika, Papua, memberikan perhatian kepada para siswa di posko pengungsian Gedung Eme Neme Yauware Timika dengan belajar sambil bermain.

Kepala SD Inpres Banti Markus Leppan di Timika, Rabu, mengatakan jumlah siswa sekolahnya yang ikut mengungsi ke Timika sebanyak 101 orang, terdiri atas 50 laki-laki dan 50 perempuan.

Selain siswa SD Inpres Banti, ada banyak juga siswa SMP Negeri Banti yang ikut mengungsi ke Timika. Demikian halnya dengan peserta Pendidikan Usia Dini/Taman Kanak-kanak (PAUD-TK) Negeri Banti.

"Hari ini kami baru sebatas mengumpulkan mereka untuk belajar sambil bermain. Kami dibantu oleh rekan-rekan anggota Polwan dan bapak-bapak polisi dari Polres Mimika. Mudah-mudahan melalui kegiatan ini dapat memulihkan kembali kondisi psikologis anak-anak," kata Markus.

Pembelajaran perdana para siswa asal Kampung Banti, Kimbeli dan Opitawak di posko pengungsian Gedung Eme Neme Yauware Timika itu berlangsung dalam kondisi serba terbatas.

Siswa dikumpulkan sesuai dalam beberapa kelompok yaitu PAUD-TK, SD Kelas 1-3, Kelas 4-6 dan siswa SMP.

Belum semua siswa ikut dalam kegiatan pelajaran perdana tersebut.

Namun kehadiran sejumlah Polwan dari Polres Mimika membuat mereka antusias dan bersemangat, terutama dengan materi-materi permainan yang disajikan.

Paulus mengatakan kegiatan pembelajaran di lokasi pengungsian tersebut hanya bersifat sementara.

"Untuk langkah dan keputusan selanjutnya, kami menunggu dari Pemda, pihak lembaga adat, PT Freeport Indonesia melalui bidang CID, CED dan CLO serta LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro. Anak-anak ini nantinya mau dikemanakan, kami menunggu keputusan dari mereka. yang jelas, kami guru-guru siap," kata Paulus.

Untuk menunjang kegiatan pembelajaran di lokasi pengungsian tersebut, pihak SD Inpres Banti sudah menyiapkan buku-buku tulis, buku pelajaran, dan alat-alat tulis.

Paulus harus merogoh kocek sendiri untuk membeli perlengkapan belajar siswa lantaran dana Bantuan Operasional Sekolah/BOS belum dicairkan.

Menurut Paulus, jumlah siswa yang terdata di SD Inpres Banti pada awal tahun ajaran 2017-2018 lalu sebanyak 462 orang. Namun pada akhir Oktober bersamaan dengan memanasnya situasi keamanan di Banti, siswa yang aktif ke sekolah tinggal 359 orang.

Jumlah guru yang bertugas di sekolah itu sebanyak 12 orang yang terdiri atas lima guru PNS, ditambah enam guru kontrak, dan sisanya merupakan guru honorer dan penjaga sekolah.

"Sekolah kami tetap beraktivitas sampai tanggal 27 Oktober saat evakuasi guru-guru, tenaga medis dan karyawan kontraktor yang bekerja di Banti," jelas Markus.

Meskipun pada pekan-pekan sebelumnya kondisi keamanan di Banti mulai rawan dengan banyaknya kasus penembakan, namun aktivitas belajar-mengajar di SD Inpres Banti tetap berlangsung.

"Guru-guru tetap ada di sekolah. Bisa cek daftar hadir guru-guru kami. Tidak benar kalau dikatakan kegiatan belajar mengajar di Banti sudah tidak efektif sejak Agustus atau September," tutur Markus, kelahiran Toraja, Sulawesi Selatan. (*)

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024