Wamena (Antaranews Papua) - Kepolisian Resor Jayawijaya, Provinsi Papua, menyatakan bocah Clarita dibunuh oleh ibu kandungnya melalui aksi penyiksaan yang berkepanjangan, sehingga sang ibu Rolina Wahyuni ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Pieter Reba di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Minggu, mengatakan, Rolina Wahyuni sudah mengakui perbuatan kasarnya terhadap bocah usia sembilan tahun itu sejak September 2017.
"Pelaku adalah ibu kandung sendiri atas nama Rolina Wahyuni, sudah kami amankan tadi malam. Cuma karena dia lagi hamil, sehingga kita titip di PPA Mapolres," ujarnya.
Yan mengatakan Clarita yang sempat dirawat di RSUD Wamena sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Sebelum meninggal pada Jumat (19/1), bocah yang duduk di bangku SD itu sempat disekap, tidak diberi makan dan dikucilkan oleh ibunya.
Ibunya juga membiarkan Clarita tinggal di luar rumah saat hujan dengan suhu di Jayawijaya yang sangat dingin dan hanya memeluk satu boneka kecil.
"Ada juga bekas-bekas sulutan rokok, dan kemungkinan terbakar karena air panas juga, sehingga itu yang membuat badan anak ini menjadi panas. Anak ini termasuk disekap, sehingga kalau keluarga ada yang datang dan menanyakan anak ini, dia (ibunya) bilang Clarita dibawah sama om-nya ke Jayapura. Dia juga tidak diizinkan ke sekolah," katanya.
Dari hasil visum pihak rumah sakit yang diterima kepolisian, anak perempuan ini meninggal dunia karena banyaknya luka di tubuhnya.
"Kakak dari korban sudah mengakui perbuatan mamanya. Suaminya yang sekarang bekerja di Lanny Jaya, juga sudah pernah menegur istrinya, tetapi perempuan (mama korban) menyampaikan bahwa ini bukan anak kamu (karena tersangka pernah menikah dan bercerai)," katanya.
Berdasarkan pengamatan Kapolres Jayawijaya, secara fisik pelaku tidak mengalami gangguan jiwa, sehingga perilaku itu dipandang sebagai pelampiasan amarah terhadap mantan suami yang merupakan ayah dari korban.
"Saya melihat mungkin karena ada konflik rumah tangga, yang mungkin mantan suami (ayah korban) mungkin masih menelepon atau apa-apa begitu, karena kalau dilihat dari sisi ekonomi, saya lihat rumahnya layak dan tidak mungkin orang menderita makan," kata AKBP Yan Pieter Reba. (*)
Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Pieter Reba di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Minggu, mengatakan, Rolina Wahyuni sudah mengakui perbuatan kasarnya terhadap bocah usia sembilan tahun itu sejak September 2017.
"Pelaku adalah ibu kandung sendiri atas nama Rolina Wahyuni, sudah kami amankan tadi malam. Cuma karena dia lagi hamil, sehingga kita titip di PPA Mapolres," ujarnya.
Yan mengatakan Clarita yang sempat dirawat di RSUD Wamena sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Sebelum meninggal pada Jumat (19/1), bocah yang duduk di bangku SD itu sempat disekap, tidak diberi makan dan dikucilkan oleh ibunya.
Ibunya juga membiarkan Clarita tinggal di luar rumah saat hujan dengan suhu di Jayawijaya yang sangat dingin dan hanya memeluk satu boneka kecil.
"Ada juga bekas-bekas sulutan rokok, dan kemungkinan terbakar karena air panas juga, sehingga itu yang membuat badan anak ini menjadi panas. Anak ini termasuk disekap, sehingga kalau keluarga ada yang datang dan menanyakan anak ini, dia (ibunya) bilang Clarita dibawah sama om-nya ke Jayapura. Dia juga tidak diizinkan ke sekolah," katanya.
Dari hasil visum pihak rumah sakit yang diterima kepolisian, anak perempuan ini meninggal dunia karena banyaknya luka di tubuhnya.
"Kakak dari korban sudah mengakui perbuatan mamanya. Suaminya yang sekarang bekerja di Lanny Jaya, juga sudah pernah menegur istrinya, tetapi perempuan (mama korban) menyampaikan bahwa ini bukan anak kamu (karena tersangka pernah menikah dan bercerai)," katanya.
Berdasarkan pengamatan Kapolres Jayawijaya, secara fisik pelaku tidak mengalami gangguan jiwa, sehingga perilaku itu dipandang sebagai pelampiasan amarah terhadap mantan suami yang merupakan ayah dari korban.
"Saya melihat mungkin karena ada konflik rumah tangga, yang mungkin mantan suami (ayah korban) mungkin masih menelepon atau apa-apa begitu, karena kalau dilihat dari sisi ekonomi, saya lihat rumahnya layak dan tidak mungkin orang menderita makan," kata AKBP Yan Pieter Reba. (*)