Jakarta (Antaranews Papua) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan skema penyamaran uang sebesar 7,3 juta dolar AS yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto dari proyek pengadaan KTP-Elektronik.

"Untuk menyamarkan pengiriman uang kepada terdakwa pada 19 Januari - 19 Februari 2012, Johannes Marliem melakukan pengiriman kepada beberapa perusahaan uang dan money changer dengan menggunakan sarana barter atau 'set off' atau pertemuan-pertemuan utang dengan memanfaatkan pihak lain yang legal yang seluruhnya berjumlah 3,55 juta dolar AS," kata anggota tim JPU KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Uang itu diterima melalui keponakan Setya Novanto yaitu Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang juga rekan Setnov yaitu Made Oka Masagung yang ditransfer oleh Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan KTP-E.

       Jumlah dan cara pengiriman adalah sebagai berikut:
  1. Dikirimkan kepada Wakong Pte Ltd sebesar 250 ribu dolar AS
  2. Dikirimkan kepada Golden Victory 183,4 ribu dolar AS
  3. Dikirimkan kepada Kohler Asia Pacific 101,9 ribu dolar AS
  4. Dikirimkan kepada Cosmic Enterprise 200 ribu dolar AS
  5. Dikirimkan kepada Sunshine Development 500 ribu dolar AS,
  6. Dikirimkan kepada Pacific Oleo Chemical 150 ribu dolar
  7. Omni Potent Ventura 242 ribu dolar AS

  Selain itu,  dikirimkan ke rekening "money changer" di beberapa bank Singapura yaitu:
  1. Bank OCBC Singapura 800 ribu dolar AS atas nama Neli
  2. Bank UOB Singapura sebesar 359 ribu dolar AS atas nama Yuli Hira
  3. Bank UOB Singapura sebesar 765 ribu dolar AS an Santoso Kartono
 
"Setelah Johanes Marliem mengirimkan uang itu selanjutnya setelah dipotong 'fee' uang itu dibarter oleh Juli Hira dan Iwan Barala dengan cara memberikannya secara tunai kepada terdakwa melalui Irvanto Handra Pambudi Cahyo yang dilakukan secara bertahap dengan cara diantarkan ke rumah Irvanto oleh karyawan Iwan Barala dan Muhamad Nur alias Ahmad dengan keseluruhan 3,5 juta dolar AS," tambah jaksa Wawan.

Uang itu oleh Irvanto diserahkan kepada Kartika Yulansari yang merupakan sekretaris dan pengelola keuangan Setnov.

Catatan lain adalah pada 14 Juni 2012, Johanes Marliem mengirimkan 1,8 juta dolar AS melalui Made Oka Masagung menggunakan rekening OCBC atas nama OEM Investment Pte Ltd. Uang itu adalah sebagian uang yang dikirimkan Anang Sugiana sebesar 2,1 juta dolar AS.

"Setelah memberikan uang itu Johanes Marliem melaporkan ke Anang bahwa uang sejumah 1,8 juta dolar sudah dikirimkan ke babenya Asiong yang tak lain adalah terdakwa melalui Made Oka Sasagung," ungkap jaksa Wawan.

Pada 10 Desember 2012, Anang kembali menyetorkan fee yang berasal dari pembayaran KTP-E sebesar Rp31 miliar untuk Quantum Tecnology yang dimasukkan ke Multicom Investment di rekening OCBC dan  sebesar 2 juta dolar AS melalui rekening Delta Energy Pte Ltd di bank DBS Singapura

"Pemberian uang 'commitment fee' disamarkan dengan perjanjian penjualan sebesar 100 ribu saham milik Delta Energy di Neuraltus Pharmaceutical negara bagian Delware Amerika Serikat. Setelah penerimaan 2 juta dolar AS dari Anang itu, Made Oka mengirimkan sebagian uang sejumlah 315 ribu dolar AS kepada Irvanto yang merupakan direktur PT Murakabi Sejahtera yang pemegang saham dimiliki terdakwa," jelas jaksa Wawan.

Uang itu selanjutnya diambil oleh rekan Irvanto bernama Muda Ikhsan Harahap yang dipesankan Irvanto bahwa ada teman Irvanto bernama Pak Agung akan mentransfer ke rekening Muda Ikhsan di rekening DBS.

Kemudian setelah menerima uang itu, Muda Ikhsan diperintahkan Irvanto membawa uang itu dari Singapura ke Jakarta untuk diserahkan Muda Ikhsan di rumah Irvanto

Selain itu pada November-Desember 2012 jam tangan merek Richard Mille seri RM-011 dari Andi Agustinus dan Johannes Marliem seharga 135 ribu dolar AS sebagai bagian dari kompensasi karena Setya Novanto telah membantu dalam proses pembahasan anggaran proyek E KTP.  

"Pada 2016 terdakwa telah mengembalikan jam tangan tersebut karena KPK melakukan penyidikan E-KTP dan telah ramai di media sehingga dapat disimpulkan terdakwa menerima fee seluruhnya 7,3 juta dolar AS terdiri dari 3,5 juta dolar AS diberikan melalui Irvanto dan sejumlah 1,8 juta dolar melalui perusahaan Made Oka yaitu OEM Investment dan 2 juta dolar AS melalui perusahaan Made Oka juga yaitu Delta Energy Ltd dan jam tangan Richard Mille," tegas jaksa Wawan.

Sistem "Hawala"

JPU KPK menyatakan bahwa upaya penyamaran uang yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto identik dengan sistem "Hawala" atau sistem transfer informal yang banyak dipraktikkan di iImur Tengah.

"Cara penyamaran itu identik dengan pola hawala untuk penukaran uang dimana hal ini juga menegaskan uang yang diterima Made Oka Masagung adalah hasil kejahatan yang hanya bertujuan memisahkan atau menjauhkan pelakunya dari kejahatan-kejahatan yang menghasilkan dana kotor sehingga uang hasil kejahatan itu tidak teridentifikasi," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta.

Uang senilai total 7,3 juta dolar AS itu diterima melalui keponakan Setya Novanto yaitu Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan  pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang juga rekan Setnov yaitu Made Oka Masagung yang ditransfer oleh Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan KTP-e.

Irvanto yang masih punya hubungan kekerabatan dengan Setnov dan merupakan salah satu direktur PT Murakabi Sejahtera yang berkantor di ruang milik Setya Novanto dan sebagian saham Murakabi dimiliki PT Mondialindo yang sahamnya pernah dimiliki istri Setnov yaitu Deisti Astriani Tagor dan anak Setnov Dwina Michaella dan Rheza Herwindo.

"Uang itu adalah pelaksanaan jatah 10 persen sebagaimana dibicarakan terdakwa dan Johanes Marliem dan Andi Narogong. Jika fakta dikaitkan dengan cara penerimaan 'fee' dari Mauritius terungkap metode yang tidak lazim dalam transaksi keuangan terjadi perlawanan hukum dengan rekanan bisnis yang sah dengan Irvanto untuk memasukkan uang fee yang berasal dari Johanes Marliem," jelas jaksa Wawan.

Di persidangan Irvanto menyatakan punya uang di Mauritius tapi tidak mau ditransfer karena ribet.

"Mengutip slogan pencucian uang kalau mau bersih kenapa risih menurut penuntut umum semakin memperkuat dan membuktikan pengetahuan nyata dari terdakwa dan Irvanto bahwa uang di Standard Bank Mauritius adalah dari kejahatan sehingga untuk masuk ke jakarta dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim," jelas jaksa.

Sedangkan "underlying transaction" hanya untuk menyamarkan penggunaan uang belaka karena tidak ada satu rupiahpun dari PT Delta Energy untuk pembelian saham justru dilarikan ke Irvanto dengan meminjam rekening Muda Ikhsan Harahap.

Dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov subsider 3 tahun penjara.

KPK juga meminta hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemidanaan.

Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018. (*)

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024