Timika (Antaranews Papua) - Ratusan pendulang emas tradisional di Timika, Papua, memblokade ruas Jalan A Yani dan membakar ban di jalan raya itu pada Senin petang sebagai bentuk protes atas penutupan sejumlah toko emas.

Rico, salah seorang pendulang emas tradisional mengatakan sejak lebih dari sepekan terakhir, Toko Emas Rezki Utama yang biasanya menerima dan membeli emas dari para pendulang ditutup lantaran pemiliknya yang bernama Haji Darwis ditangkap aparat kepolisian di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Sudah lebih dari satu minggu Toko Emas Rezki Utama ditutup karena pemiliknya ditangkap polisi di Makassar. Kabarnya, Haji Darwis itu ditangkap karena membawa emas batangan dari Timika," tutur Rico.

Selain Toko Emas Rezki Utama, para pendulang biasanya menjual emas hasil dulangan mereka ke Toko Emas Citra.

Kedua toko emas yang beralamat di bilangan Jalan Ahmad Yani Gorong-gorong Timika itu selalu menjadi langganan para pendulang lantaran harga pembelian emas cukup tinggi, yakni berkisar Rp550 ribu per gram hingga Rp570 ribu per gram. Sementara toko-toko emas lainnya membeli emas dari para pendulang dengan harga yang jauh lebih rendah.

"Sekarang toko-toko emas yang lain hanya beli dengan harga Rp370 ribu per gram atau Rp380 ribu per gram. Tadi pagi ada toko emas yang beli Rp400 ribu per gram. Tapi tidak lama setelah itu dia tutup karena modalnya habis," ujar Rico.

Para pendulang mencurigai penangkapan pemilik Toko Emas Rezki Utama, Haji Darwis setiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar pada pekan lalu merupakan permainan aparat dengan oknum pengusaha emas lainnya di Timika.

"Kelihatannya beliau itu sudah diincar memang oleh aparat. Sebab pada saat berangkat dari Timika, ada oknum aparat yang mengikuti. Tidak heran begitu sampai di Makassar, beliau langsung ditangkap," ujar Rico.

Dengan ditutupnya Toko Emas Rezki Utama dan Toko Emas Citra maka para pendulang emas tradisional yang jumlahnya mencapai sekitar 5 ribuan orang mengalami kesulitan untuk memasarkan emas yang mereka dulang dari sepanjang aliran Kali Kabur (Sungai Aijkwa).

Harga pembelian emas dari toko-toko emas yang masih buka di Timika, dinilai tidak sebanding dengan kerja keras mereka untuk mengumpulkan butiran emas di sepanjang aliran Kali Kabur mulai dari Mil 50 hingga area dataran rendah sekitar Mil 20-an.

"Bagaimana kami mau hidupi istri anak kalau harga emas yang dibeli oleh toko-toko emas di Timika sangat rendah. Itu tidak sebanding dengan keringat dan kerja keras yang kami lakukan berminggu-minggu. Tolong aparat dan Pemda Mimika memperhatikan masalah ini," ujar Rico dan rekan-rekannya.

Pendulang emas tradisional lainnya, Melki mengatakan para pendulang harus membayar biaya sewa lokasi kepada masyarakat asli agar diizinkan melakukan pendulangan emas di Kali Kabur.

"Kami harus bayar biaya sewa. Biasanya setiap minggu biaya sewanya Rp200 ribu. Adakalanya dibayar dengan emas hasil dulangan, yaitu satu gram per dua minggu (atau jika dirupiahkan senilai Rp450 ribu). Itupun kami harus menanggung risiko bahaya longsor atau terbawa arus banjir saat hujan. Pekerjaan ini sangat berisiko tinggi, tapi kami harus menempuh risiko itu untuk membiayai kebutuhan hidup keluarga," ujar Melki yang berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Menurut dia, sejak sebulan terakhir para pendulang emas tradisional hanya diizinkan mendulang di area Kali Kabur mulai dari Mil 50 ke bawah.

Ribuan pendulang emas tradisional yang kini melakukan pendulangan di sepanjang aliran Kali Kabur di Timika, Papua berasal dari berbagai daerah, seperti Kepulauan Kei (Maluku Tenggara), Tanimbar, Ambon, Buton, Nusa Tenggara Timur, Jawa dan daerah lainnya.

Para pendulang emas tradisional di Timika berencana menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD Mimika pada Selasa (5/6) guna menyampaikan aspirasi mereka. (*)

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024