Timika (Antaranews Papua) - Yayasan Hak Azasi Kemanusiaan Anti Kekerasan (Yahamak) Timika, Papua menyoroti kebijakan rekrutmen perusahaan subkontraktor PT Freeport Indonesia yang hingga kini terkesan `doyan` mendatangkan pekerja dari luar Timika, ketimbang merekrut pengangguran di wilayah itu.

Wakil Direktur Yahamak Arnold Ronsumbre di Timika, Selasa, mengatakan ada banyak laporan yang masuk ke lembaganya bahwa perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport selalu mendatangkan tenaga kerja dari luar Timika.

"Yahamak merupakan salah satu yayasan yang mendampingi Freeport. Selama ini kami tidak pernah berbicara soal-soal begini. Tapi yang terjadi sekarang sudah keterlaluan. Pengakuan dari sejumlah karyawan aktif yang disampaikan ke kami, hampir setiap saat ada orang baru yang didatangkan dari luar. Begitu sampai di Bandara Mozes Kilangin, mereka langsung berangkat kerja ke Tembagapura," tutur Arnold.

Lembaga yang dipimpin oleh Mama Yosepha Alomang itu mengingatkan perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport agar segera menghentikan kecenderungan merekrut pekerja dari luar Timika itu.

"Kami minta Disnaker Mimika tolong serius melihat hal ini. Jangan sampai suatu saat terjadi masalah barulah kalian kaget. Hal-hal seperti ini sengaja menciptakan bom waktu yang sitiap saat bisa meledak di Timika," kata Arnold.

Ia mengatakan jumlah pengangguran di Timika kini terus bertambah, apalagi pascadiberhentikannya secara sepihak sekitar 8.300 karyawan permanen Freeport dan perusahaan subkontraktornya lantaran menggelar mogok kerja sejak Mei 2017.

Ribuan karyawan Freeport dan perusahaan subkontraktornya itu, kata Arnold, menjadi beban sosial bagi pemerintah daerah dimana hingga kini mereka masih terus memperjuangkan hak-haknya.

"Nasib karyawan moker (mogok kerja) ini sangat disayangkan. Mereka masih terus berjuang menuntut hak-haknya kepada perusahaan dan kepada pemerintah. Jangan lagi perusahaan-perusahaan itu membuat kebijakan-kebijakan yang justru memperuncing masalah," tutur Arnold.

Menurut dia, jika perusahaan-perusahaan subkontraktor Freeport hendak merekrut pekerja baru, hendaknya perusahaan-perusahaan itu melapor secara resmi kepada Dinas Tenaga Kerja setempat.

"Orang dari Sabang sampai Merauke semuanya ada di Timika dengan kualitas dan kemampuan yang tidak beda jauh dengan tenaga kerja dari luar. Mengapa penerimaan karyawan baru selalu tertutup untuk pencari kerja di Timika. Ada apa dibalik ini semua?," tanya Arnold.

Pekan lalu jajaran Yahamak melakukan advokasi kasus pemutusan kerja secara sepihak delapan orang pekerja perusahaan subkontraktor Freeport ke Tembagapura.

Para pekerja itu, katanya, langsung diberhentikan setelah sekembali dari cuti kerja di kampung halaman mereka.

"Mereka langsung diistirahatkan hingga batas waktu yang tidak tentu setelah kembali dari cuti. Hak-hak mereka juga langsung dihentikan. Kebijakan modeI ini pakai aturan tenaga kerja yang mana, koq seenaknya memberhentikan seorang pekerja tanpa prosedur yang jelas," kritik Arnold.

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024