Jayapura (ANTARA) - Komandan Korem (Danrem) 172/PWY Kolonel Inf J Binsar P Sianipar menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi dalam pemberian bantuan kepada para pengungsi, baik itu pengungsi karena kerusuhan Wamena atau pengungsi di Kabupaten Nduga karena adanya kelompok kriminal bersenjata.
"Tidak ada diskriminasi dari pemerintah ataupun aparat keamanan TNI dan Polri kepada para pengungsi, apakah itu orang asli atau pendatang, kita perlakukan sama," katanya di Kota Jayapura, Papua, Sabtu malam.
Menurut dia, dalam pemberian bantuan dalam bentuk apa saja, pemerintah ataupun lewat instansi teknis terkait tidak pernah membeda-bedakan, apakah itu dari korban kerusuhan ataupun karena persoalan lainnya.
"Hanya saja, kami butuh keterlibatan pemerintah daerah, karena yang lebih tahu dan paham situasi adalah bupati, wakil bupati, DPRD ataupun kepala distrik dan kepala kampung," tambahnya.
Dalam kasus di Kabupaten Nduga, ujar dia aparat TNI dan Polri agak kesulitan untuk membantu karena ada sejumlah penolakan dari elemen warga, sehingga diperlukan pemerintah daerah ataupun tokoh berpengaruh dalam membantu menyalurkan bantuan ataupun perlakuan kepada para pengungsi.
"Seperti di kasus Nduga, kami ingin lakukan tindakan-tindakan tetapi ada kendala-kendala, nah mungkin pemerintah kabupaten bisa kita dorong, baik itu lewat kepala distrik dan kepala kampung," jelasnya.
Salah satu contoh, kata dia bantuan dari Kementerian Sosial untuk warga pengungsi Kabupaten Nduga belum tersalurkan secara maksimal, bahkan sejumlah bantuan tersebut masih menumpuk di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Seperti kemarin ada bantuan kemanusiaan dari Kementerian Sosial yang belum terdistribusi, ditolak dengan berbagai pertimbangan. Saya pikir hal ini harus dibantu, diwadahi oleh pemerintah daerah, sehingga tidak dibenturkan dengan aparat keamanan TNI dan Polri, karena ada warganya yang tidak kami ketahui," ujarnya.
"Tidak ada diskriminasi dari pemerintah ataupun aparat keamanan TNI dan Polri kepada para pengungsi, apakah itu orang asli atau pendatang, kita perlakukan sama," katanya di Kota Jayapura, Papua, Sabtu malam.
Menurut dia, dalam pemberian bantuan dalam bentuk apa saja, pemerintah ataupun lewat instansi teknis terkait tidak pernah membeda-bedakan, apakah itu dari korban kerusuhan ataupun karena persoalan lainnya.
"Hanya saja, kami butuh keterlibatan pemerintah daerah, karena yang lebih tahu dan paham situasi adalah bupati, wakil bupati, DPRD ataupun kepala distrik dan kepala kampung," tambahnya.
Dalam kasus di Kabupaten Nduga, ujar dia aparat TNI dan Polri agak kesulitan untuk membantu karena ada sejumlah penolakan dari elemen warga, sehingga diperlukan pemerintah daerah ataupun tokoh berpengaruh dalam membantu menyalurkan bantuan ataupun perlakuan kepada para pengungsi.
"Seperti di kasus Nduga, kami ingin lakukan tindakan-tindakan tetapi ada kendala-kendala, nah mungkin pemerintah kabupaten bisa kita dorong, baik itu lewat kepala distrik dan kepala kampung," jelasnya.
Salah satu contoh, kata dia bantuan dari Kementerian Sosial untuk warga pengungsi Kabupaten Nduga belum tersalurkan secara maksimal, bahkan sejumlah bantuan tersebut masih menumpuk di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Seperti kemarin ada bantuan kemanusiaan dari Kementerian Sosial yang belum terdistribusi, ditolak dengan berbagai pertimbangan. Saya pikir hal ini harus dibantu, diwadahi oleh pemerintah daerah, sehingga tidak dibenturkan dengan aparat keamanan TNI dan Polri, karena ada warganya yang tidak kami ketahui," ujarnya.