Jayapura (ANTARA) - Tim kuasa hukum kasus pejabat Pemerintah Provinsi Papua berinisial AG mengklaim tuduhan kasus perkosaan yang  dituding telah melakukan pemerkosaan dan abuse sexual terhadap korban siswi SMA berinisial A di Jakarta Selatan adalah direkayasa.

Kasus ini dilaporkan oleh ibu korban berinisial AD atas putrinya A 18 tahun, yang diduga diperkosa oleh AG di sebuah hotel di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan pada Selasa (28/01) pukul 17.00 WIB menyebutkan kasus itu  direkayasa.

Tim kuasa hukum AG juga menyatakan jikalau laporan kasus ini tidak benar dimana pelapor tidak bisa membuktikan semua statement-nya sebagaimana dimuat di media massa, maka akan dituntut balik.

"Kliennya AG sebagai terlapor telah menyerahkan kepada  kami sebagai pihak kuasa hukumnya untuk mendampingi dia menghadapi tuduhan dalam laporan ini. Kami diberi wewenang sepenuhnya untuk mewakili terlapor dalam tuduhan atas kasus ini baik ke luar, ke publik maupun ke dalam, penyelesaian kasus hukum ini," kata salah seorang kuasa hukum pejabat Papua AG, Dr. Stef Roy Rening, ketika dikonfirmasi dari Jayapura, Rabu.

Menurut Roy, sebagai kuasa hukum, pihaknya akan melakukan  investigasi atas laporan yang dituduhkan dugaan pemerkosaan dan adanya sexual abuse berupa pemberian minuman yang membuat korban tidak sadarkan diri. 

"Kami akan berusaha maksimal mendalami kasus untuk memperjuangkan hak-hak dan nama baik klien kami yang selama empat hari belakangan dirugikan oleh pemberitaan media massa, sehubungan dengan laporan polisi dugaan adanya pemerkosaan dan memberikan minuman obat penenang," ujarnya.

"Kasus ini akan kami investigasi, kalau laporan ini tidak benar dimana pelapor tidak bisa membuktikan semua statement-nya sebagaimana dimuat di media massa dan juga yang dilaporkannya di kepolisian, maka kami tegas mengambil langkah hukum terhadapnya dan semua pihak terkait karena telah melakukan laporan palsu dan pencemaran nama baik," kata Roy.

Namun laporan ini, apa yang dilaporkan oleh AD itu adalah rekayasa. Sebab pihaknya sudah mendengar langsung pengakuan dari terlapor bahwa faktanya tidak seperti itu.

AG,menurut Roy,sama  sekali tak melakukan pemerkosaan maupun abuse sexual.Klien kami sama sekali tidak melakukan sebagaimana yang mereka laporkan.

"Oleh karena itu, tim ini akan segera melakukan investigasi dan jika terbukti bahwa ini laporan palsu yang menyebabkan pencemaran nama baik, maka kami akan segera mengambil langkah hukum terhadap siapa saja yang terkait dengan laporan ini,  termasuk pelapor itu sendiri dan kuasa hukumnya ,"tegas Roy.

Pihak terlapor  AG, lanjut Roy, tidak main-main  dalam perkara ini karena ini sudah namanya pembunuhan karakter terhadap Orang Asli Papua.

Roy juga menyoroti kuasa hukum pelapor Pieter Ell, SH yang dinilai tidak profesional dan siap melaporkannya ke Dewan Kode Etik Perhimpuan Advokat Indonesia (PERADI) Pusat terkait pelanggaran kode etik profesi karena telah membuat kesimpulan prematur dan menggiring opini yang menyesatkan publik dan merugikan kliennya.

"Karena belum adanya penyelidikan, kuasa hukum pelapor sudah bicara di media bahwa kasus ini pidana murni. Bagaimana ini pidana murni sementara ini baru tahap laporan? Ini masih penyelidikan, belum menentukan siapa tersangkanya," ujarnya.

"Ini kesimpulan yang premature. Lalu perlu publik tahu, sebelum dia bertemu dengan klien kami, tapi kok dia minta klien kami menandatangai surat kuasa lalu klien kami menolak karena merasa tidak seperti yang dilaporkan, tiba-tiba dia sudah pindah jadi pengacara pihak pelapor, ini kan aneh? Ini melanggar etika profesi sebagai pengacara," ujarnya lagi.

Selain akan menuntut balik pelapor,  Roy juga menegaskan akan mengumpulkan semua bukti pemberitaan di media massa maupun media sosial yang dianggap menyudutkan dan merugikan pihak AG dan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak itu.

"Kami akan ambil tindakan hukum terhadap media-media yang tidak berimbang membuat pemberitaan yang sangat merugikan klien kami karena tanpa verifikasi dan klarifikasi terhadap fakta kepada AG sebagai terlapor. Juga status-status di media sosial yang sudah menyerang dan mencemarkan nama baik terlapor. Ini benar-benar pembunuhan karakter. Ada pasal pencemaran nama baik. Kami sedang kumpulkan semua bukti," ujarnya.

Publik di Papua empat hari belakangan dihebohkan dengan beredarnya berita melalui media daring nasional tentang laporan salah seorang ibu rumah tangga berinisial "AD" ke Polres Jakarta Selatan, Jumat (31/1).

Dalam laporan itu AD, menuding salah seorang pejabat Pemprov Papua berinisial AG telah melakukan pemerkosaan dan abuse sexual atas terhadap A,18 tahun, di sebuah hotel di kawasan Setia Budi, Jakarta Selatan pada Selasa (28/01) pukul 17.00 WIB.

Media sosial, baik Whatsapp, Facebook, Twitter dan Instagram pun ramai menyebar  berita tersebut, baik dalam bentuk narasi teks maupun audiovisual yang sangat tidak berimbang dan menyudutkan AG.

Publik pun terpecah, ada yang pro ada yang kontra, mengingat kasus ini belum menemui titik terang. Bahkan, kuasa hukum dari pelapor, terus membangun narasi di media seakan-akan AG sudah dinyatakan bersalah dan menjadi tersangka.

Menyikapi tuduhan itu, AG selaku terlapor pun menyiapkan advokat atau pengacara sebagai kuasa hukumnya untuk melawan tuduhan yang dinilainya penuh rekayasa ini. Tim kuasa hukum itu terdiri dari Drs. Aloysius Renwarin, SH, MH, Dr. Stefanus Roy Rening, SH.MH, Yustinus Butu, SH,MH, dan Relika Tambunan, SH.


Pewarta : Musa Abubar
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024