Depok, Jawa Barat (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menerima dokumen berisi daftar nama-nama korban tewas dan tahanan politik di Papua dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI).
"Tadi saya terima dokumen dari BEM UI yang katanya daftar tahanan atau korban pelanggaran, itu saya terima," ujar Mahfud MD usai menghadiri diskusi di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin.
Mahfud mengapresiasi pemberian dokumen berisi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua tersebut. Dia mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mengajukan dokumen-dokumen berisi informasi penting.
"Saya kira bagus, setiap masyarakat berhak mengajukan," kata dia.
Mahfud pun mengaku akan mempelajari isi dokumen itu. Dia menduga dokumen tersebut sama dengan yang pernah akan diberikan oleh aktivis Veronica Koman kepada Presiden Joko Widodo di Canberra, Australia, beberapa waktu lalu.
"Kemungkinan iya (sama)," kata Mahfud.
Veronica Koman sebelumnya menyebut timnya berhasil menyerahkan surat ke Jokowi saat di Canberra. Surat itu disebut berisi data nama dan lokasi tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah oleh wartawan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia Fajar Adi Nugroho membenarkan pemberian dokumen tersebut.
"Kebetulan teman-teman dari BEM UI dan beberapa BEM Fakultas dan Vokasi menyerahkan dokumen angka korban tewas di Nduga dan tahanan politik yang tempo hari hendak diberikan kepada Presiden di Canberra, tapi ternyata tidak sampai," ujar Fajar.
"Mengingat bahwa informasi yang diberikan berkaitan dengan pelanggaran HAM, kami rasa sangat penting untuk memastikan dokumen tersebut sampai ke tangan Prof. Mahfud dan diteruskan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti. Pasalnya, ini berkaitan erat dengan tanggung jawab negara dalam melindungi hak asasi warga negaranya, bahkan Komnas HAM pada tahun 2018 sudah mengafirmasi adanya pelanggaran HAM di Papua," kata Fajar melanjutkan.
Fajar mengatakan bahwa dokumen yang diserahkan kepada Mahfud sama dengan yang dimiliki Veronica Koman sebelumnya. Namun, terdapat sejumlah dokumen tambahan berisi kajian atas beberapa produk legislasi yang dianggap bermasalah.
"Kami menyerahkan dokumen yang sama, ditambah dengan kajian atas beberapa produk legislasi yang bermasalah dan harus disahkan segera," ucap dia.
Beberapa produk legislasi yang dianggap bermasalah oleh BEM UI di antaranya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Pertanahan, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan Undang Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sekaligus menyebutkan kembali riwayat UU KPK yang baru disahkan karena cacat formil, pun materiil sehingga melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Jangan sampai hal ini terulang kembali," ucap Fajar.
Fajar berharap dokumen tersebut dapat segera diserahkan oleh Mahfud kepada Presiden Joko Widodo untuk kemudian ditindaklanjuti.
"Tadi saya terima dokumen dari BEM UI yang katanya daftar tahanan atau korban pelanggaran, itu saya terima," ujar Mahfud MD usai menghadiri diskusi di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin.
Mahfud mengapresiasi pemberian dokumen berisi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua tersebut. Dia mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mengajukan dokumen-dokumen berisi informasi penting.
"Saya kira bagus, setiap masyarakat berhak mengajukan," kata dia.
Mahfud pun mengaku akan mempelajari isi dokumen itu. Dia menduga dokumen tersebut sama dengan yang pernah akan diberikan oleh aktivis Veronica Koman kepada Presiden Joko Widodo di Canberra, Australia, beberapa waktu lalu.
"Kemungkinan iya (sama)," kata Mahfud.
Veronica Koman sebelumnya menyebut timnya berhasil menyerahkan surat ke Jokowi saat di Canberra. Surat itu disebut berisi data nama dan lokasi tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah oleh wartawan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia Fajar Adi Nugroho membenarkan pemberian dokumen tersebut.
"Kebetulan teman-teman dari BEM UI dan beberapa BEM Fakultas dan Vokasi menyerahkan dokumen angka korban tewas di Nduga dan tahanan politik yang tempo hari hendak diberikan kepada Presiden di Canberra, tapi ternyata tidak sampai," ujar Fajar.
"Mengingat bahwa informasi yang diberikan berkaitan dengan pelanggaran HAM, kami rasa sangat penting untuk memastikan dokumen tersebut sampai ke tangan Prof. Mahfud dan diteruskan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti. Pasalnya, ini berkaitan erat dengan tanggung jawab negara dalam melindungi hak asasi warga negaranya, bahkan Komnas HAM pada tahun 2018 sudah mengafirmasi adanya pelanggaran HAM di Papua," kata Fajar melanjutkan.
Fajar mengatakan bahwa dokumen yang diserahkan kepada Mahfud sama dengan yang dimiliki Veronica Koman sebelumnya. Namun, terdapat sejumlah dokumen tambahan berisi kajian atas beberapa produk legislasi yang dianggap bermasalah.
"Kami menyerahkan dokumen yang sama, ditambah dengan kajian atas beberapa produk legislasi yang bermasalah dan harus disahkan segera," ucap dia.
Beberapa produk legislasi yang dianggap bermasalah oleh BEM UI di antaranya RUU Omnibus Law Cipta Kerja, RUU Pertanahan, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan Undang Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sekaligus menyebutkan kembali riwayat UU KPK yang baru disahkan karena cacat formil, pun materiil sehingga melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Jangan sampai hal ini terulang kembali," ucap Fajar.
Fajar berharap dokumen tersebut dapat segera diserahkan oleh Mahfud kepada Presiden Joko Widodo untuk kemudian ditindaklanjuti.