Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) mengingatkan semua pihak agar mewaspadai bahaya atau ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah pandemi COVID-19 apabila tidak ada antisipasi untuk penanganan masalah lingkungan tersebut.
"Tahun ini kita harus tingkatkan kewaspadaan karena pademi corona belum selesai dan itu semua menyerang sistem pernapasan," kata Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri Ph.D saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan tanpa adanya pandemi COVID-19, ancaman kesehatan akibat karhutla sudah mengkhawatirkan apalagi ditambah sebaran virus yang hingga kini belum bisa terkontrol dengan baik.
"Jadi masalahnya bisa dobel. Oleh karena itu kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan," ujar dia.
Guna mencegah karhutla, hingga kini BRG terus melakukan sejumlah upaya deteksi potensi kebakaran termasuk memantau daerah-daerah rawan di antaranya Riau, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan hingga Provinsi Jambi.
"Bahkan Gubernurnya sudah mengeluarkan kebijakan siaga karhutla sebagai bentuk antisipasi," kata dia.
Selain itu, BRG juga berkoordinasi dan bekerja sama dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) terkait potensi dan penanganan karhutla 2020.
Terkait data sebaran daerah yang rawan terjadinya kebakaran terutama lahan gambut, BRG melakukan pantauan menggunakan Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA).
Setiap akhir pekan BRG terus memberikan informasi dan perkembangan provinsi mana saja yang sudah berada pada garis merah, kuning dan hijau.
"Data itu dinamis, karena yang kami lakukan pengukuran data pada saat itu dengan memasang alat di beberapa titik," ujarnya.
Dari alat yang dipasang BRG tersebut maka akan diketahui kondisi tinggi muka air. Hal tersebut juga untuk melengkapi berbagai macam teknologi sistem peringatan dini yang sudah disiapkan oleh kementerian maupun lembaga lainnya.
"Tahun ini kita harus tingkatkan kewaspadaan karena pademi corona belum selesai dan itu semua menyerang sistem pernapasan," kata Deputi III Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG Myrna A Safitri Ph.D saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan tanpa adanya pandemi COVID-19, ancaman kesehatan akibat karhutla sudah mengkhawatirkan apalagi ditambah sebaran virus yang hingga kini belum bisa terkontrol dengan baik.
"Jadi masalahnya bisa dobel. Oleh karena itu kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan," ujar dia.
Guna mencegah karhutla, hingga kini BRG terus melakukan sejumlah upaya deteksi potensi kebakaran termasuk memantau daerah-daerah rawan di antaranya Riau, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan hingga Provinsi Jambi.
"Bahkan Gubernurnya sudah mengeluarkan kebijakan siaga karhutla sebagai bentuk antisipasi," kata dia.
Selain itu, BRG juga berkoordinasi dan bekerja sama dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) terkait potensi dan penanganan karhutla 2020.
Terkait data sebaran daerah yang rawan terjadinya kebakaran terutama lahan gambut, BRG melakukan pantauan menggunakan Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA).
Setiap akhir pekan BRG terus memberikan informasi dan perkembangan provinsi mana saja yang sudah berada pada garis merah, kuning dan hijau.
"Data itu dinamis, karena yang kami lakukan pengukuran data pada saat itu dengan memasang alat di beberapa titik," ujarnya.
Dari alat yang dipasang BRG tersebut maka akan diketahui kondisi tinggi muka air. Hal tersebut juga untuk melengkapi berbagai macam teknologi sistem peringatan dini yang sudah disiapkan oleh kementerian maupun lembaga lainnya.