Jayapura (ANTARA) - Puluhan warga sejak Senin pagi hingga sore menyalurkan aspirasi di pusat perkantoran Bupati Keerom Provinsi Papua yang terletak di Jalan Trans Irian Arso, karena merasa dianaktirikan dalam berbagai aspek.

Pantauan di lapangan, sebelum menggelar aksi demo damai yang didukung oleh Dewan Adat Keerom (DAK) itu telah memblokade sejumlah perkantoran dengan timbunan batu karang yang diletakkan di pintu masuk sejumlah perkantoran, seperti di kantor DPRD dan BPKAD Kabupaten Keerom.

Sekretaris DAK Laurens Borotain mengatakan aksi demo kali ini terhitung yang kelima kali digelar untuk menyuarakan aspirasi warga asli Keerom yang merasa dianaktirikan dalam berbagai aspek.

"Seperti formasi CPNS 2018 yang belum diumumkan, yang kami duga ada permainan penggantian nama, ULP bagi ASN Keerom triwulan terakhir, insentif tenaga kesehatan sebagaimana disampaikan Kemenkes termasuk honor tim COVID-19 dan status honorer K2 yang hingga kini belum jelas," katanya.

Menurut dia, laporan itu yang diterima oleh DAK sehingga pada aksi demo kali ini ingin diklarifikasi dan minta pertanggungjawaban dari Bupati Keerom M Markum terkait aduan warga.

"Kami juga melihat bahwa penyelenggaraan pelayanan pemerintahan seperti kesehatan tidak maksimal, pendidikan hingga insfrastuktur juga demikian, bisa dilihat sendiri bahwa jalan di Keerom banyak yang rusak dan tidak layak," kata Laurens.

Senada itu, Panji Mangkunegoro salah satu orator demo mengklaim dari hasil kunjungan di lapangan seperti di Kampung Milky, ditemukan bahwa pelayanan kesehatan di sana tidak ada, begitu juga dengan bidang pendidikan, ada sejumlah anak-anak asli Keerom yang tidak merasakan akses di bidang itu.

"Warga Kampung Milky sampai cari pelayanan kesehatan di Arso IV, kami nilai Kadis Kesehatan Keerom tidak bekerja maksimal dan patut diaudit, karena ditemukan juga ada sejumlah Puskesmas afrimasi Presiden Jokowi tidak berjalan maksimal, ada perkataan Puskesmas tidak lengkap dan tenaga medis tidak ada di tempat karena insentif tidak terbayarkan," kata Panji.

Sementara itu, Victor Tibul salah satu aktivis meminta agar Bupati Keerom M Markum bisa menemui massa dan menjawab aspirasi yang disampaikan.

"Seharusnya Pak Bupati Markum bisa menerima warganya yang datang berdemo di kantornya ini, bukan sembunyi dengan alasan lain-lain, kasihan rekan-rekan aparat keamanan yang jadi tameng untuk jaga kami berdemo," katanya.

Victor menambahkan bahwa warga Keerom yang datang dengan beragam latar belakang dan keluhan itu hanya meminta hak mereka sebagai anak asli Keerom, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Otsus.

"Afrimasi di Keerom masih jauh dari yang diinginkan, terbukti ada demo hari ini. Ada juga hak ASN atau honor mereka yang belum dibayarkan berupa insentif dan lainnya, tenaga kesehatan dan honorer butuh kepastian dan pengumuman CPNS 2018," kata Victor.

Para pendemo yang membawa sejumlah spanduk dan pamflet menuntut sejumlah hal itu sempat membubarkan diri karena turun hujan, tapi sekitar pukul 15.30 WIT, usai hujan Sekda Keerom Blasius Waluyo menemui warga yang masih berkumpul di halaman kantor bupati.

Di sini, Blasius yang didampingi Wakapolres Keerom Kompol Martha dan Kasat Intelkam Iptu Enceng serta Danramil Arso Mayor Chk Yuliana R Yoku mendengarkan sejumlah aspirasi yang disampaikan oleh sejumlah orator dan perwakilan.

"Saya akan minta instansi terkait untuk menjelaskan di hadapan warga terkait sejumlah aspirasi ini, sehingga kita tunda dulu hingga 4 September 2020 dan kita bisa bertemu lagi mendengarkan aspirasi dan jawaban dari dinas terkait," kata Blasius dihadapan para pendemo.

Hingga berita ini dibuat, aksi demo masih berlangsung di halaman kantor Bupati Keerom.
 

Pewarta : Alfian Rumagit
Editor : Muhsidin
Copyright © ANTARA 2024