Jayapura (ANTARA) - Tokoh masyarakat Papua yang kini menjabat Kabaintelkam Polri Komjen Paulus Waterpauw mengingatkan, Indonesia adalah negara hukum, sehingga pendekatan hukum harus dipakai terhadap pelaku kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
"Kelompok mereka sudah punya senjata tajam lalu lakukan kekerasan pada masyarakat. Minta makanan, minta dana. Mereka lakukan itu kepada warga Papua, bahkan membakar rumah warga. Maka kita harus tegakkan aturan hukum," ujar Paulus Waterpauw, di Jakarta dalam keterangan diterima, Sabtu.
Paulus menilai, konflik Papua harus dilihat dengan pendekatan hukum, karena siapa pun wajib taat pada aturan negara.
"Hukum harus menjadi panglima dalam penyelesaian masalah ini. Kalau hukum berjalan baik akan baik pula negara," ujarnya pula.
"Jadi yang dilabeli teroris adalah orang-orang yang melakukan kekerasan itu. Bukan masyarakat Papua," ujar kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri tersebut.
Karena itu, Paulus mengingatkan, jika nanti sudah diputuskan di pengadilan terhadap pelaku teroris di Papua, kelompok itu mendapat konsekuensi besar. Bukan hanya pelaku di lapangan, kata dia lagi, tapi juga otak di belakang layar.
"Hati-hati. Itu ada unsur-unsurnya. Soal yang membantu. Akan terciduk semua. Baik di dalam maupun luar negeri," katanya pula.
Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, label terorisme itu bagi KKB berarti memenuhi unsur untuk ditindak sesuai Undang-Undang (UU) Terorisme.
"Konsekuensinya adalah pemerintah wajib untuk mengerahkan seluruh sumber dayanya dalam melakukan tindakan-tindakan tertentu yang terukur," ujar Bobby saat menjadi pemateri webinar bertema 'Memahami Papua Serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaboratif dan Holistik'.
Bobby mengatakan, penanganan KKB dengan UU Terorisme membuat banyak pihak takut. Pasalnya, aktor intelektual yang mendukung dengan uang dan sumber daya lain bisa ditangkap dan diadili juga.
Pelabelan teroris terhadap KKB, ujar Bobby, perlu disosialisasikan secara masif. Melabelkan teroris terhadap KKB Papua juga tak akan ada masalah dengan dunia internasional.
"Jadi mereka (teroris KKB, Red) mau ke Jenewa tak bisa. Mereka ini bukan separatis. Ini trans nasional crime seperti ISIS. Mereka bukan separatisme," katanya lagi.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani meminta semua pihak tidak melakukan generalisasi ketika bicara konflik Papua.
"Kita jangan gebyah uyah kalau bicara Papua. Kalau bicara daerah konflik tidak semua daerah Papua bergejolak. Tidak. Hanya beberapa daerah saja yang konflik, dan itu daerah yang IPM-nya masih rendah," kata Jaleswari.
Pengamat AS Hikam mengatakan, pendekatan dialog tetap harus dikedepankan dalam mengatasi konflik Papua.
"Artinya dialog itu bukan hanya pemerintah. Tapi semua masyarakat Papua bicara. Sebab selama ini dialog kesannya mengangkat kelompok separatisme yang menjadi equal dengan negara," ujarnya pula.
Wakapolda Papua Brigjen Eko Rudi Sudarto mengajak generasi milenial di Bumi Cenderawasih untuk meningkatkan nasionalisme, agar mereka bisa menjadi agen pembangunan.
"Banyak agen pembangunan dapat ditemukan di tengah generasi milenial yang bersemangat," kata Eko Rudi Sudarto, di Jayapura.
"Kelompok mereka sudah punya senjata tajam lalu lakukan kekerasan pada masyarakat. Minta makanan, minta dana. Mereka lakukan itu kepada warga Papua, bahkan membakar rumah warga. Maka kita harus tegakkan aturan hukum," ujar Paulus Waterpauw, di Jakarta dalam keterangan diterima, Sabtu.
Paulus menilai, konflik Papua harus dilihat dengan pendekatan hukum, karena siapa pun wajib taat pada aturan negara.
"Hukum harus menjadi panglima dalam penyelesaian masalah ini. Kalau hukum berjalan baik akan baik pula negara," ujarnya pula.
"Jadi yang dilabeli teroris adalah orang-orang yang melakukan kekerasan itu. Bukan masyarakat Papua," ujar kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri tersebut.
Karena itu, Paulus mengingatkan, jika nanti sudah diputuskan di pengadilan terhadap pelaku teroris di Papua, kelompok itu mendapat konsekuensi besar. Bukan hanya pelaku di lapangan, kata dia lagi, tapi juga otak di belakang layar.
"Hati-hati. Itu ada unsur-unsurnya. Soal yang membantu. Akan terciduk semua. Baik di dalam maupun luar negeri," katanya pula.
Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, label terorisme itu bagi KKB berarti memenuhi unsur untuk ditindak sesuai Undang-Undang (UU) Terorisme.
"Konsekuensinya adalah pemerintah wajib untuk mengerahkan seluruh sumber dayanya dalam melakukan tindakan-tindakan tertentu yang terukur," ujar Bobby saat menjadi pemateri webinar bertema 'Memahami Papua Serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaboratif dan Holistik'.
Bobby mengatakan, penanganan KKB dengan UU Terorisme membuat banyak pihak takut. Pasalnya, aktor intelektual yang mendukung dengan uang dan sumber daya lain bisa ditangkap dan diadili juga.
Pelabelan teroris terhadap KKB, ujar Bobby, perlu disosialisasikan secara masif. Melabelkan teroris terhadap KKB Papua juga tak akan ada masalah dengan dunia internasional.
"Jadi mereka (teroris KKB, Red) mau ke Jenewa tak bisa. Mereka ini bukan separatis. Ini trans nasional crime seperti ISIS. Mereka bukan separatisme," katanya lagi.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani meminta semua pihak tidak melakukan generalisasi ketika bicara konflik Papua.
"Kita jangan gebyah uyah kalau bicara Papua. Kalau bicara daerah konflik tidak semua daerah Papua bergejolak. Tidak. Hanya beberapa daerah saja yang konflik, dan itu daerah yang IPM-nya masih rendah," kata Jaleswari.
Pengamat AS Hikam mengatakan, pendekatan dialog tetap harus dikedepankan dalam mengatasi konflik Papua.
"Artinya dialog itu bukan hanya pemerintah. Tapi semua masyarakat Papua bicara. Sebab selama ini dialog kesannya mengangkat kelompok separatisme yang menjadi equal dengan negara," ujarnya pula.
Wakapolda Papua Brigjen Eko Rudi Sudarto mengajak generasi milenial di Bumi Cenderawasih untuk meningkatkan nasionalisme, agar mereka bisa menjadi agen pembangunan.
"Banyak agen pembangunan dapat ditemukan di tengah generasi milenial yang bersemangat," kata Eko Rudi Sudarto, di Jayapura.