Jakarta (ANTARA) - Penerangan memakai pelita sempat menjadi pilihan utama masyarakat di Papua, terutama bagi mereka yang menetap di kawasan perbukitan yang berselimut hutan lebat.
Nyala api jingga dan asap hitam dari pelita minyak tanah membumbung ke udara, menjadi pemandu masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas malam hari yang gelap gulita.
Kesulitan aksesibilitas merupakan salah satu kendala utama dan kini kisah memilukan itu hanya menjadi cerita lampau.
Saat ini, pemerintah melalui program Papua Terang terus mengupayakan untuk mendatangkan listrik bagi penduduk di daerah tersebut.
Pada 2014, rasio elektrifikasi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat masing-masing hanya sebesar 43 persen dan 77 persen.
Setelah tujuh tahun berlalu, rasio elektrifikasi di Provinsi Papua kini telah meningkat mencapai 95 persen dan Provinsi Papua Barat menjadi 96 persen.
Masyarakat yang semula hidup dalam gelap malam, setelah listrik masuk, mereka menjadi lebih produktif. Anak-anak sekolah yang biasanya belajar saat petang, kini bisa belajar hingga pukul 21.00 WIT di bawah sinar lampu yang dipasang di plafon rumah.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencatat dari total 7.358 desa di Bumi Cenderawasih saat ini hanya tersisa 332 desa yang belum menikmati aliran listrik.
Pulau Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland dengan luas mencapai 786 ribu kilometer persegi. Bagian yang masuk ke wilayah Indonesia hanya seluas 418,7 ribu kilometer persegi sedangkan sisanya bagian dari Papua Nugini.
Kondisi geografis yang sangat luas disertai topografi perbukitan menjadikan pembangunan kelistrikan di Papua tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Beberapa desa ada yang tidak memiliki dermaga mengharuskan kapal yang mengangkut material pembangkit listrik terpaksa berlabuh di tengah laut. Petugas, material, dan alat kerja harus diturunkan secara estafet menggunakan kapal cepat milik penduduk desa.
“Kami berkomitmen dengan semangat untuk terus menerangi negeri terutama melistriki kampung-kampung yang belum berlistrik untuk mendukung perkembangan perekonomian daerah dan menyukseskan Papua Terang,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi pada April 2021 lalu.
Energi baru terbarukan
Pemerintah mengoptimalkan sumber daya lokal berbasis energi baru terbarukan untuk menjangkau daerah yang jauh dari jaringan listrik eksisting menggunakan pembangkit listrik tenaga surya, tabung listrik, pikohidro, dan biomassa.
Pembangkit listrik tenaga surya yang mengandalkan radiasi matahari menjadi alternatif untuk melistriki daerah yang sulit dijangkau transportasi darat, sehingga cocok untuk kawasan terpencil.
Adapun pembangkit listrik tenaga pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil yang memanfaatkan energi potensial air, untuk menghasilkan listrik berkapasitas hingga 5.000 watt.
Sedangkan tabung listrik merupakan alat penyimpanan energi layaknya powerbank yang digunakan untuk melistriki rumah.
Sementara pembangkit listrik tenaga biomassa adalah pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi energi biomassa, seperti bambu, kayu, serat kelapa sawit dan bahan organik kering lainnya.
Dengan tantangan geografis, kerapatan hunian yang sangat rendah, dan infrastruktur yang terbatas, maka Program 1000 Renewable Energy for Papua dipandang sebagai solusi paling efektif untuk percepatan elektrifikasi.
April lalu, PLN baru saja mengoperasikan 10 unit pembangkit listrik tenaga surya senilai Rp45 miliar yang tersebar di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Pembangkit ramah lingkungan berkapasitas 710 kilowatt-peak (kWp) tersebut kini telah melistriki 887 warga yang menetap di 13 desa, sehingga masyarakat dapat menikmati listrik untuk mengoptimalkan aktivitas mereka sehari-hari.
Daya yang terpasang di rumah warga sebesar 900 volt ampere (VA) guna memudahkan penambahan kapasitas daya saat ada pembangunan di desa-desa tersebut di masa mendatang.
Optimalisasi energi lokal berbasis energi baru terbarukan diharapkan dapat menerangi tanah Papua, memperbaiki kinerja bauran energi nasional, sekaligus menurunkan biaya pokok penyediaan listrik.
Strategi elektrifikasi
Dari total 34 provinsi di Indonesia, ada sebanyak 32 provinsi yang seluruh desanya telah tersambung listrik hingga 100 persen, kecuali Papua dan Papua Barat.
Pemerintah optimistis dapat menuntaskan target rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun depan. Namun, untuk mencapai rasio elektrifikasi tersebut membutuhkan dukungan investasi sebesar Rp12,02 triliun.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan pemerintah memiliki tiga strategi untuk mewujudkan rasio elektrifikasi 100 persen.
Tiga pilihan strategi tersebut, yakni perluasan jaringan atau grid extension, pembangunan minigrid, dan pembangunan pembangkit energi baru terbarukan lengkap dengan alat penyalur daya listrik (APDAL) serta stasiun pengisian energi listrik (SPEL).
Strategi perluasan jaringan listrik dilakukan untuk desa yang dekat dengan jaringan distribusi eksisting.
Sedangkan strategi pembangunan minigrid dilakukan melalui pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan berbasis potensi lokal dan masyarakatnya bermukim secara komunal.
Strategi selanjutnya berupa pembangunan pembangkit EBT lengkap dengan APDAL dan SPEL untuk menerangi desa di kawasan perbukitan yang pemukiman masyarakatnya masih tersebar.
"Program ini untuk melistriki desa belum berlistrik yang masyarakatnya bermukim tersebar atau scattered, sehingga tidak dimungkinkan dibangun jaringan listrik maupun minigrid," kata Jisman.
Jisman menegaskan pemerintah mendorong PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyusun peta jalan pengembangan pedesaan untuk pencapaian target rasio elektrifikasi nasional 100 persen pada 2022.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2029, pemerintah menekankan agar rumah tangga yang tersambung listrik melalui swadaya masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan program lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) bisa beralih menjadi pelanggan PLN.
Terang lampu di Papua akan menjadi tumpuan bagi roda pembangunan di wilayah timur Tanah Air, karena masa depan Papua adalah masa depan Indonesia, kemajuan Papua merupakan kemajuan Indonesia, dan kesejahteraan Papua juga menjadi bagian dari kesejahteraan Indonesia.
Nyala api jingga dan asap hitam dari pelita minyak tanah membumbung ke udara, menjadi pemandu masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas malam hari yang gelap gulita.
Kesulitan aksesibilitas merupakan salah satu kendala utama dan kini kisah memilukan itu hanya menjadi cerita lampau.
Saat ini, pemerintah melalui program Papua Terang terus mengupayakan untuk mendatangkan listrik bagi penduduk di daerah tersebut.
Pada 2014, rasio elektrifikasi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat masing-masing hanya sebesar 43 persen dan 77 persen.
Setelah tujuh tahun berlalu, rasio elektrifikasi di Provinsi Papua kini telah meningkat mencapai 95 persen dan Provinsi Papua Barat menjadi 96 persen.
Masyarakat yang semula hidup dalam gelap malam, setelah listrik masuk, mereka menjadi lebih produktif. Anak-anak sekolah yang biasanya belajar saat petang, kini bisa belajar hingga pukul 21.00 WIT di bawah sinar lampu yang dipasang di plafon rumah.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencatat dari total 7.358 desa di Bumi Cenderawasih saat ini hanya tersisa 332 desa yang belum menikmati aliran listrik.
Pulau Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland dengan luas mencapai 786 ribu kilometer persegi. Bagian yang masuk ke wilayah Indonesia hanya seluas 418,7 ribu kilometer persegi sedangkan sisanya bagian dari Papua Nugini.
Kondisi geografis yang sangat luas disertai topografi perbukitan menjadikan pembangunan kelistrikan di Papua tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Beberapa desa ada yang tidak memiliki dermaga mengharuskan kapal yang mengangkut material pembangkit listrik terpaksa berlabuh di tengah laut. Petugas, material, dan alat kerja harus diturunkan secara estafet menggunakan kapal cepat milik penduduk desa.
“Kami berkomitmen dengan semangat untuk terus menerangi negeri terutama melistriki kampung-kampung yang belum berlistrik untuk mendukung perkembangan perekonomian daerah dan menyukseskan Papua Terang,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi pada April 2021 lalu.
Energi baru terbarukan
Pemerintah mengoptimalkan sumber daya lokal berbasis energi baru terbarukan untuk menjangkau daerah yang jauh dari jaringan listrik eksisting menggunakan pembangkit listrik tenaga surya, tabung listrik, pikohidro, dan biomassa.
Pembangkit listrik tenaga surya yang mengandalkan radiasi matahari menjadi alternatif untuk melistriki daerah yang sulit dijangkau transportasi darat, sehingga cocok untuk kawasan terpencil.
Adapun pembangkit listrik tenaga pikohidro merupakan pembangkit skala sangat kecil yang memanfaatkan energi potensial air, untuk menghasilkan listrik berkapasitas hingga 5.000 watt.
Sedangkan tabung listrik merupakan alat penyimpanan energi layaknya powerbank yang digunakan untuk melistriki rumah.
Sementara pembangkit listrik tenaga biomassa adalah pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi energi biomassa, seperti bambu, kayu, serat kelapa sawit dan bahan organik kering lainnya.
Dengan tantangan geografis, kerapatan hunian yang sangat rendah, dan infrastruktur yang terbatas, maka Program 1000 Renewable Energy for Papua dipandang sebagai solusi paling efektif untuk percepatan elektrifikasi.
April lalu, PLN baru saja mengoperasikan 10 unit pembangkit listrik tenaga surya senilai Rp45 miliar yang tersebar di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Pembangkit ramah lingkungan berkapasitas 710 kilowatt-peak (kWp) tersebut kini telah melistriki 887 warga yang menetap di 13 desa, sehingga masyarakat dapat menikmati listrik untuk mengoptimalkan aktivitas mereka sehari-hari.
Daya yang terpasang di rumah warga sebesar 900 volt ampere (VA) guna memudahkan penambahan kapasitas daya saat ada pembangunan di desa-desa tersebut di masa mendatang.
Optimalisasi energi lokal berbasis energi baru terbarukan diharapkan dapat menerangi tanah Papua, memperbaiki kinerja bauran energi nasional, sekaligus menurunkan biaya pokok penyediaan listrik.
Strategi elektrifikasi
Dari total 34 provinsi di Indonesia, ada sebanyak 32 provinsi yang seluruh desanya telah tersambung listrik hingga 100 persen, kecuali Papua dan Papua Barat.
Pemerintah optimistis dapat menuntaskan target rasio elektrifikasi 100 persen pada tahun depan. Namun, untuk mencapai rasio elektrifikasi tersebut membutuhkan dukungan investasi sebesar Rp12,02 triliun.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan pemerintah memiliki tiga strategi untuk mewujudkan rasio elektrifikasi 100 persen.
Tiga pilihan strategi tersebut, yakni perluasan jaringan atau grid extension, pembangunan minigrid, dan pembangunan pembangkit energi baru terbarukan lengkap dengan alat penyalur daya listrik (APDAL) serta stasiun pengisian energi listrik (SPEL).
Strategi perluasan jaringan listrik dilakukan untuk desa yang dekat dengan jaringan distribusi eksisting.
Sedangkan strategi pembangunan minigrid dilakukan melalui pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan potensi energi baru terbarukan berbasis potensi lokal dan masyarakatnya bermukim secara komunal.
Strategi selanjutnya berupa pembangunan pembangkit EBT lengkap dengan APDAL dan SPEL untuk menerangi desa di kawasan perbukitan yang pemukiman masyarakatnya masih tersebar.
"Program ini untuk melistriki desa belum berlistrik yang masyarakatnya bermukim tersebar atau scattered, sehingga tidak dimungkinkan dibangun jaringan listrik maupun minigrid," kata Jisman.
Jisman menegaskan pemerintah mendorong PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menyusun peta jalan pengembangan pedesaan untuk pencapaian target rasio elektrifikasi nasional 100 persen pada 2022.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2029, pemerintah menekankan agar rumah tangga yang tersambung listrik melalui swadaya masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan program lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) bisa beralih menjadi pelanggan PLN.
Terang lampu di Papua akan menjadi tumpuan bagi roda pembangunan di wilayah timur Tanah Air, karena masa depan Papua adalah masa depan Indonesia, kemajuan Papua merupakan kemajuan Indonesia, dan kesejahteraan Papua juga menjadi bagian dari kesejahteraan Indonesia.