Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berkomitmen melindungi saksi peristiwa penembakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap karyawan dan warga sipil di Kamp Palapa Timur Telematika (PTT) Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, berharap masyarakat Papua tidak terjebak dalam ketakutan yang sengaja diciptakan oleh pelaku penembakan hingga menewaskan delapan karyawan dan warga sipil di Kamp PTT Distrik Beoga itu.
"Masyarakat Papua jangan terjebak dalam ketakutan yang sengaja diciptakan pelaku. Khusus kepada masyarakat yang mengetahui peristiwa penembakan di sekitar kamp PTT, tidak perlu takut memberikan informasi kepada aparat keamanan agar pelakunya dapat diproses hukum," katanya.
Dia menjelaskan beberapa jenis perlindungan dari LPSK yang dapat diakses para saksi dan korban, antara lain perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, rehabilitasi psikologi, serta fasilitasi restitusi dan kompensasi.
Namun demikian, tambahnya, pemberian akses perlindungan berupa hak atas kompensasi kepada korban hanya dapat dilakukan untuk peristiwa kekerasan yang dikategorikan Pemerintah sebagai tindak pidana terorisme atau kejahatan melanggar hak asasi manusia (HAM) berat.
Oleh karena itu, lanjutnya, LPSK mendorong Pemerintah untuk menetapkan peristiwa penembakan di Distrik Beoga pada Selasa (1/3) tersebut sebagai tindak pidana terorisme, sehingga saksi dan korban mendapatkan akses perlindungan hak atas kompensasi.
"Agar korban dapat mengakses hak atas kompensasi ini, LPSK mendorong Pemerintah untuk menyatakan peristiwa kekerasan di Papua sebagai bentuk terorisme," katanya.
Dia meyakinkan Pemerintah untuk tidak perlu ragu dalam menyatakan peristiwa kekerasan itu sebagai tindak pidana terorisme, karena kejadian tersebut berdampak menebar ketakutan dan mengganggu keamanan masyarakat.
Disamping itu, dia juga berharap Pemerintah tetap mengedepankan tindakan persuasif dalam menangani persoalan di Papua.
"Tindakan-tindakan represif hanya akan menghasilkan tindakan balasan berupa aksi kekerasan pula. Yang kita sayangkan, masyarakat sipil yang kemudian menjadi korban," ujar Hasto.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, berharap masyarakat Papua tidak terjebak dalam ketakutan yang sengaja diciptakan oleh pelaku penembakan hingga menewaskan delapan karyawan dan warga sipil di Kamp PTT Distrik Beoga itu.
"Masyarakat Papua jangan terjebak dalam ketakutan yang sengaja diciptakan pelaku. Khusus kepada masyarakat yang mengetahui peristiwa penembakan di sekitar kamp PTT, tidak perlu takut memberikan informasi kepada aparat keamanan agar pelakunya dapat diproses hukum," katanya.
Dia menjelaskan beberapa jenis perlindungan dari LPSK yang dapat diakses para saksi dan korban, antara lain perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, rehabilitasi psikologi, serta fasilitasi restitusi dan kompensasi.
Namun demikian, tambahnya, pemberian akses perlindungan berupa hak atas kompensasi kepada korban hanya dapat dilakukan untuk peristiwa kekerasan yang dikategorikan Pemerintah sebagai tindak pidana terorisme atau kejahatan melanggar hak asasi manusia (HAM) berat.
Oleh karena itu, lanjutnya, LPSK mendorong Pemerintah untuk menetapkan peristiwa penembakan di Distrik Beoga pada Selasa (1/3) tersebut sebagai tindak pidana terorisme, sehingga saksi dan korban mendapatkan akses perlindungan hak atas kompensasi.
"Agar korban dapat mengakses hak atas kompensasi ini, LPSK mendorong Pemerintah untuk menyatakan peristiwa kekerasan di Papua sebagai bentuk terorisme," katanya.
Dia meyakinkan Pemerintah untuk tidak perlu ragu dalam menyatakan peristiwa kekerasan itu sebagai tindak pidana terorisme, karena kejadian tersebut berdampak menebar ketakutan dan mengganggu keamanan masyarakat.
Disamping itu, dia juga berharap Pemerintah tetap mengedepankan tindakan persuasif dalam menangani persoalan di Papua.
"Tindakan-tindakan represif hanya akan menghasilkan tindakan balasan berupa aksi kekerasan pula. Yang kita sayangkan, masyarakat sipil yang kemudian menjadi korban," ujar Hasto.