Jayapura (Antara Papua) - Penggunaan bahasa daerah atau bahasa ibu perlu dimasukkan ke dalam mata pelajaran di sekolah-sekolah yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Papua.
Hal itu mengemuka ketika Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) menggelar seminar sehari dengan judul `Apakah Orang Papua Benar Melanesia` di aula kampus itu yang terletak di Padang Bulan, Kota Jayapura, Sabtu.
"Di Jakarta itu, sekolah-sekolah mengajarkan tentang pelajaran muatan lokal, bahasa Betawi atau di Jawa Barat tentang bahasa Sunda. Mungkin di Papua hal itu juga harus dipikirikan kemudian dilakukan, atau sudah dilakukan tapi tidak maksimal," kata Oktovianus Pogau moderator dalam seminar tersebut.
Pernyataan, Pogau itu menyambung pertanyaan dari seorang peserta kepada para pemateri bahwa penggunaan bahasa Melayu harus dihapus dan digantikan dengan bahasa lokal di Papua, sebagai bentuk perlindungan hak-hak dan kekayaan budaya orang Papua.
"Bahasa pemersatu itu penting, kita di Papua harus ada bahasa yang bisa dipelajari bersama, diajar dan disosialisasikan, selain bahasa melayu," kata Yatipai, salah seorang peserta seminar.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Mathea Mamayou yang menjadi salah satu pemateri mengakaui bahwa bahasa itu penting, sehingga dituntut kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian, masukan kepada DPRP apa saja yang perlu dilindungi untuk keberlangsungan orang Papua sebagai ras Melanesia.
"Itu memang penting. Itu masukan yang bagus, tapi hal itu perlu didorong oleh semua pihak. Anda-anda, mahasiswa sekalianlah yang harus berikan masukan kepada kami, sehingga diteruskan dalam rapat untuk dibahas," katanya.
Dalam seminar yang berlangsung kurang lebih empat jam itu, banyak hal yang mengemuka selain penggunaan bahasa daerah di sekolah-sekolah, di antaranya tentang Melanesian Spherhead Gruop (MSG) di negara-negara Pasific Selatan, minuman keras, kesehatan ibu dan anak, dan sejauh mana peran DPRP untuk proteksi orang Papua.
Pada seminar itu, BEM USTJ menghadirkan pemateri dari DPRP, dan aktivis, di antaranya Marthen Manggaprauw dari ULWMP, Ketua Komisi I DPRP Ruben Magai dan Sekretaris DPDP Komisi I Mathea Mamayou.
Seminar yang diikuti kurang lebih 200 peserta dari berbagai kampus di Kota Jayapura dan sekitarnya itu diakhiri dengan pemberian cindera mata dari BEM USTJ kepada para pemateri. (*)