Jayapura (ANTARA) - Jarum jam menunjukkan pukul 09.00 WIT ketika Alista Gainau mulai menyiapkan peralatan rapid diagnostic test (RDT) malaria. Pagi itu ia memang harus menyiapkan alat RDT karena sudah ada warga yang menelepon untuk datang ke rumah untuk memeriksakan anaknya yang sakit.
Sebagai kader malaria--sebutan aktivis sosial yang ikut bertugas menurunkan kasus malaria--, Alista harus senantiasa siap melayani ketika ada warga yang sakit dan minta diperiksa.
Itulah keseharian perempuan 51 tahun itu sebagai kader malaria di Puskesmas Waena khususnya pada Kelurahan Yabansai, RW 08 Perumnas 3, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua.
Namun dalam melayani masyarakat, Alista tidak hanya menunggu telepon dari warga, tetapi melakukan pelayanan dari pintu ke pintu sambil membawa timbangan, hand sanitizer, sarung tangan, dan alat RDT.
RDT diberikan kepada para kader malaria di Kota Jayapura, masing-masing mendapatkan 100 dus. Alat ini digunakan untuk mengecek darah pasien guna memastikan terinfeksi malaria atau tidak.
Pelayanan dari pintu ke pintu dilakukan Alista sebanyak 75--100 kali selama sebulan dengan waktu pemeriksaan 10--15 menit.
Pola pelayanan seperti ini untuk mencari dan menemukan pasien yang terkena penyakit malaria di Kelurahan Yabansai. Jika ada warga yang terinfeksi malaria, mereka langsung dimintai identitas diri kemudian melakukan penimbangan berat badan.
Data tersebut kemudian dilaporkan ke puskesmas melalui grup WhatsApp dan akan ditanggapi oleh pembimbing terkait, yang akan menerbitkan resep obat bila memang diperlukan untuk pengobatan.
Pasien yang terkena penyakit malaria ini tidak diobati di puskesmas, tetapi menjadi tanggung jawab para kader mendampingi pasien sampai sembuh.
Kota Jayapura merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota di Indonesia yang telah ditentukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk melaksanakan percepatan penurunan penyakit malaria.
Status ini ditentukan karena Kota Jayapura menjadi penyumbang angka kasus malaria yang cukup tinggi di Provinsi Papua. Dari total 164.278 kasus malaria di negeri berjuluk "Port Numbay" itu, Jayapura menyumbang sebanyak 35.554 kasus malaria pada tahun 2023.
Angka tersebut menjadikan Papua sebagai salah satu daerah yang menyumbang hingga 90 persen dari total kasus malaria di Indonesia pada 2023 yang terlaporkan sebanyak 418.546 kasus dengan Annual Parasite Incidence (API) sebesar 1,5 kasus per 1.000 penduduk.
Kasus malaria di Tanah Papua begitu tinggi karena wilayah di Indonesia timur tersebut memiliki karakteristik iklim dan lingkungan berbeda dengan wilayah di bagian barat Zamrud Khatulistiwa ini.
Curah hujan yang tinggi kemudian tingginya pula tingkat reproduksi parasit malaria dan vektor nyamuk anopheles merupakan salah satu faktor yang menyebabkan jumlah kasus malaria di Bumi Cenderawasih ini masih terbilang tinggi.
Meskipun demikian, Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Kesehatan setempat terus berupaya melakukan pencegahan guna menekan angka kasus malaria, salah satunya dengan intensifikasi dan perluasan kegiatan melalui strategi "Token", akronim temukan, obati, dan kendalikan vektor malaria.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan Kota Jayapura Yusnita Pabeno menilai upaya percepatan penurunan angka kasus malaria dengan strategi "Token" dilakukan secara bertahap. Strategi ini bakal memberikan dampak signifikan untuk penurunan kasus malaria.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jayapura pada periode Januari hingga September 2024, jumlah kasus positif malaria di wilayah ini tercatat 31.784 kasus dengan tren positivity rate (PR) cenderung menurun dibanding periode 2022--2023.
Dilihat berdasarkan kelurahan/kampung pada periode yang sama, Kelurahan Koya Barat, Distrik Muara Tami, menjadi penyumbang terbanyak kasus malaria, yakni sebanyak 3.490, sementara Kampung Tahima Soroma (Kayo Pulo) menjadi daerah yang paling sedikit, yakni 10 kasus positif malaria.
Pelaksanaan program "Token" diyakini bakal berjalan baik berkat kerja sama dan koordinasi yang kuat antarlintas sektor.
Untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, Dinkes Kota Jayapura intens melakukan evaluasi pelaksanaan deteksi dini, upaya preventif, dan respons penyakit dalam pencegahan dan penanggulangan malaria.
Selain itu, juga mengoordinasikan dan menyatukan persepsi serta menyusun perencanaan program "Token" hingga ke tingkat kampung guna mencapai target Indonesia menuju eliminasi malaria pada 2030.
Kegiatan itu juga untuk mengoptimalisasi dukungan sumber daya di tingkat kampung dan kelurahan dalam penanggulangan malaria di Kota Jayapura. Selain itu juga bertujuan mengubah persepsi masyarakat tentang penyakit malaria dengan metode promosi kesehatan yang efektif dan masif.
Upaya pencegahan
Dinas Kesehatan Kota Jayapura hingga kini terus bekerja keras. Selain memberikan pengobatan, juga melakukan penyuluhan, yang berfokus pada gejala dan pencegahan penyakit malaria kepada masyarakat.
Selain sosialisasi, juga melakukan deteksi dini dan menjalankan kegiatan komprehensif dengan melibatkan lintas sektor dan 245 kader malaria. Upaya ini untuk menuju eliminasi malaria 2030 di Kota Jayapura
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura Ni Nyoman Sri Antari mengakui angka kasus malaria di Ibu Kota Provinsi Papua ini bisa menurun pada 3 bulan terakhir tahun ini dilakukan upaya preventif.
Pada 2023 terdapat sebanyak 35 ribu lebih kasus malaria, sedangkan pada Januari hingga September 2024, kasus positif malaria di daerah itu mencapai 31.783.
Kasus malaria di Kota Jayapura diibaratkan seperti gelombang "gigi gergaji" sehingga dalam pencegahan penyakit ini harus dilakukan secara bersama-sama dengan instansi terkait termasuk seluruh elemen masyarakat.
Untuk menekan angka kasus positif malaria di Distrik Muara Tami yang tercatat hingga September 2024 sebanyak 3.490 kasus maka pengasapan kemudian penyemprotan residu dalam ruangan (IRS) harus dilakukan secara berkesinambungan.
Distrik Muara Tami merupakan daerah dengan angka kasus malaria tertinggi di Kota Jayapura. Hal ini disebabkan karena di wilayah tersebut masih terdapat banyak rawa dan hutan sehingga banyak genangan air yang menjadi tempat tinggal dan berkembang biak nyamuk.
Oleh karena itu, Dinkes Jayapura perlu berkolaborasi dengan semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan karena tidak bisa bekerja sendiri dalam mengatasi penyakit malaria.
Jika upaya pencegahan malaria seperti mengisi ikan pemakan jentik nyamuk dimasukkan ke daerah rawa di Distrik Muara Tami dilakukan secara serempak oleh semua pihak, eliminasi malaria pada 2030 di Kota Jayapura dapat terwujud.
Masyarakat setempat pun diminta bergerak melakukan intervensi berbasis lingkungan guna penanganan penyakit malaria.
Intervensi berbasis lingkungan untuk penanganan, misalnya, menanam lavender dan serai di setiap lingkungan rumah. Jika semua rumah di Distrik Muara Tami melakukannya, hal ini sangat membantu dalam menekan kasus malaria dari sisi modifikasi lingkungan.
Penjabat Wali Kota Jayapura Christian Sohilait minta setiap kepala kampung menyiapkan anggaran dari dana desa untuk penanganan penyakit malaria.
Kota Jayapura diyakini bisa menekan kasus malaria sehingga bakal menjadi contoh 14 kabupaten/kota yang telah ditentukan oleh Kemenkes RI dalam percepatan penurunan penyakit malaria.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menekan kasus malaria di Jayapura dengan strategi "Token"