Jayapura (ANTARA) - Salah satu proklamator negeri kita yaitu Bapak Mohammad Hatta pernah berkata, “Tak ada harta pusaka yang sama berharganya dengan kejujuran.” Suatu kalimat yang memiliki makna kebaikan yang sangat dalam dan patut diteladani. Namun sangat disayangkan, maraknya tindakan-tindakan penipuan keuangan di negara kita saat ini mencerminkan masih banyak orang di Indonesia yang tidak meneladani kalimat indah nan bijaksana dari Bapak Muhammad Hatta. Akan tetapi, bukan berarti kita semua tidak bisa berkontribusi untuk memberantas penipuan keuangan. Kita pun dapat berkontribusi untuk menghindari dan memastikan orang-orang sekitar kita menghindari modus-modus penipuan keuangan sehingga meminimalisasi potensi korban para pihak pelaku penipuan tersebut.
Modus Penipuan Keuangan
Tahap awal kita berkontribusi memberantas penipuan keuangan dapat dimulai dengan mengenali dan mewaspadai modus-modus penipuan keuangan. Secara garis besar, modus-modus penipuan keuangan yang seringkali terjadi belakangan ini berkaitan empat skema yaitu Skema Ponzi, Skema Biaya Di Muka, Skema Salah Transfer, dan Skema Phishing. Mari kita mengenal lebih jauh skema-skema dimaksud.
1. Skema Ponzi
Skema ini diambil dari nama Charles Ponzi yang merupakan salah satu pelaku penipuan keuangan terbesar dalam sejarah. Kisah penipuan keuangan Charles Ponzi terjadi sekitar tahun 1920 di negara Amerika Serikat dimana Ponzi menjanjikan orang-orang yang menempatkan dana padanya akan mendapatkan keuntungan 50% dalam 45 hari dan 100% dalam 90 hari. Ponzi menawarkan janji tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya memiliki cara untuk memanfaatkan dana-dana yang diterima tersebut untuk memperoleh keuntungan yang besar. Kenyataannya, Ponzi tidak pernah memiliki kemampuan untuk memanfaatkan dana-dana tersebut untuk memperoleh keuntungan besar yang dijanjikan tersebut. Skema Ponzi ini dapat berjalan dengan cara Ponzi membayarkan janji keuntungan pihak yang menempatkan dana awal kepada dirinya dengan menggunakan dana pihak lain yang menempatkan dana kepadanya. Gampangnya, misalkan Budi menempatkan dana 1.000 kepada Ponzi bulan Januari dan pada bulan Februari Hasan menempatkan dana 1.000 kepada Ponzi, janji keuntungan kepada Budi pada bulan Februari dibayarkan Ponzi lewat dana yang ditempatkan Hasan tadi dan bukan dari keuntungan bisnis yang dilakukan Ponzi. Praktik seperti itu berjalan terus menerus sampai pada masa dimana jumlah penempatan dana peserta baru tidak mampu mengimbangi dana yang harus disiapkan Ponzi untuk membayarkan janji keuntungan kepada peserta lama. Ketika mayoritas peserta tidak mendapatkan janji keuntungan dan menuntut pengembalian dana, Ponzi tidak dapat mengembalikan dana tersebut sehingga mengakibatkan banyaknya peserta yang menjadi korban penipuan dan mengalami kerugian material karena dana yang ditempatkan tidak kembali.
Skema Ponzi ini sudah banyak terjadi juga di Indonesia walaupun terkadang dalam praktiknya seringkali bercampur dengan Skema Piramida seperti contohnya kasus Pandawa Group. Melalui perkembangan teknologi saat ini, banyak juga kejadian Skema Ponzi yang lebih canggih seperti beberapa kasus penipuan keuangan Investasi Online Robot Trading dimana para pelaku menjanjikan keuntungan besar dengan mempromosikan bahwa Robot Trading yang mereka miliki punya kemampuan berinvestasi di berbagai macam instrumen keuangan dengan pencapaian return yang sangat besar.
2. Skema Biaya Di Muka (Advanced Fee)
Praktik biaya di muka sebagaimana kita tahu bersama pada umumnya bukanlah hal ilegal. Namun praktik biaya di muka dapat menjadi ilegal jika terdapat tindakan penipuan di dalamnya. Skema Biaya Di Muka diawali dengan pelaku penipuan menjanjikan suatu manfaat tertentu kepada orang-orang dengan syarat membayarkan sejumlah uang kepada pelaku, padahal sejak awal janji tersebut telah direncanakan untuk tidak direalisasikan para pelaku. Bahkan, terkadang janji dari para pelaku relatif mustahil terealisasi namun pada saat penawaran digambarkan kepada orang-orang seakan-akan janji tersebut relatif mudah untuk direalisasikan para pelaku.
Beberapa contoh kejadian yang pernah terjadi di Indonesia yaitu kasus permintaan uang pendaftaran dengan janji menyelesaikan kredit di perbankan, kasus permintaan uang dengan janji “pembersihan” kredit bermasalah/macet pada Informasi Debitur (iDeB) yang tercatat pada SLIK OJK, dan permintaan uang dengan janji dibantu pencairan kredit pada lembaga jasa keuangan.
3. Skema Phishing
Skema ini semakin berkembang di era pesatnya perkembangan teknologi saat ini. Kata “Phishing” terinspirasi dari kata “Fishing” yang artinya memancing. Sesuai dengan asal katanya, skema ini diawali dengan pelaku penipuan memancing korban dengan tawaran yang menggiurkan diikuti dengan instruksi-instruksi yang perlu dilakukan korban. Instruksi-instruksi tersebut pada dasarnya merupakan upaya penipuan agar korban membocorkan atau memberikan data pribadi kepada pelaku. Jika korban tergiur dan mengikuti instruksi dari pelaku tersebut, maka pelaku akan menerima data pribadi yang seringkali dapat digunakan untuk mengakses bahkan merampas dana korban yang disimpan pada lembaga jasa keuangan.
Di Indonesia, skema ini muncul dengan berbagai wujud seperti janji hadiah, janji diskon atas barang tertentu, janji tiket murah, dan janji-janji menggiurkan lainnya. Namun Skema Phishing ini sendiri semakin berkembang seperti munculnya cara merampas data pribadi melalui file APK yang seakan-akan merupakan file undangan acara yang jika diklik oleh korban maka perangkat yang digunakan oleh korban dapat dibajak dan diakses pelaku.
4. Skema Salah Transfer
Sesuai namanya, secara ringkas skema ini dilakukan pelaku penipuan dengan berpura-pura salah mentransfer dana kepada korban. Setelah itu, jika korban baik secara sadar atau tidak sadar menggunakan dana tersebut, maka pelaku akan menuntut pengembalian dana tersebut dengan bunga yang sangat besar. Di Indonesia, skema Salah Transfer seringkali dilakukan oleh Pinjaman Online (Pinjol Ilegal).
Keempat skema tersebut terutama tiga skema yang dibahas paling awal secara umum memiliki beberapa kesamaan yaitu seringkali muncul dengan menceritakan sejarah sukses pelaku yang luar biasa (yang biasanya kisah rekaan pelaku), memberikan janji-janji yang manis nan indah, dan menghadirkan urgensi kuat untuk mendorong orang segera ambil bagian pada dimaksud. Harus diakui, bahwa para pelaku penipuan keuangan ilegal seringkali bukan hanya pandai dalam memanipulasi angka namun pandai juga dalam memanipulasi psikis dan perasaan dari orang yang ditargetkan untuk menjadi korban. Itulah sebabnya setelah kita mengenal keempat skema yang umum digunakan dalam penipuan keuangan, perlu dipahami juga bahwa salah satu elemen penting seseorang untuk menangkal penipuan keuangan bukan hanya tingkat pemahaman seseorang atas pengelolaan keuangan namun kedewasaan emosional seseorang itu dalam menanggapi penawaran-penawaran keuangan yang memberikan janji yang fantastis namun cenderung tidak realistis.
Mengatasi Penipuan Keuangan
Lalu, bagaimana mengatasi modus-modus penipuan keuangan? Pertama, pahami kecerdasan dalam pengelolaan keuangan yang mencakup pemahaman atas prinsip 2L (Legal dan Logis) dalam memanfaatkan produk-produk keuangan. Prinsip Legal berarti memastikan setiap pihak atau penyelenggara yang menawarkan investasi memiliki izin dari dari regulator/lembaga berwenang. Prinsip Logis berarti memastikan apakah keuntungan atau imbal hasil yang dijanjikan masuk akal dan realistis. Tentunya pemahaman atas prinsip legal dan logis tersebut pun dapat berfungsi optimal dalam penerapannya jika kita memahami ragam produk-produk keuangan yang legal. Itulah sebabnya perlu bagi kita semua untuk senantiasa meningkatkan literasi keuangan dengan memahami hak dan kewajiban konsumen dan lembaga jasa keuangan dalam penggunaan produk-produk keuangan.
Kedua, amankan dan rahasiakan data pribadi dengan baik. Pahami bahwa kebocoran data pribadi merupakan salah satu jalan masuk pelaku kejahatan keuangan sehingga data pribadi perlu senantiasa dijaga kerahasiaannya. Kepedulian atas pengamanan data pribadi pada saat mengakses internet pada perangkat elektronik juga penting dengan menghindari penggunaan aplikasi keuangan online dengan jaringan Wi-Fi umum/publik, mengakses tautan-tautan yang mencurigakan, dan memastikan perangkat elektronik dilengkapi software atau aplikasi pengamanan yang memadai dan up to date.
Ketiga, jaga kedewasaan emosional dalam pengambilan keputusan keuangan apalagi keputusan terkait nilai uang nominal besar. Tidak dipungkiri keempat modus penipuan keuangan tadi turut menjerat juga orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kecerdasan keuangan dari sisi pemahaman harus diiringi juga dengan kedewasaan emosional yang baik. Tidak jarang korban penipuan keuangan ilegal sebenarnya memiliki literasi keuangan yang tidak buruk. Namun dikarenakan keinginan untuk cepat kaya dengan instan dan tergiur dengan kesuksesan orang sekitarnya (pelaku penipuan atau jaringannya), korban memilih untuk “mempertaruhkan” banyak hartanya dan akhirnya terjerat dalam penipuan keuangan yang merugikan dirinya. Itulah sebabnya kedewasaan emosional perlu untuk membatasi hasrat tidak sehat dalam diri terutama dalam pengelolaan keuangan.
Pada dasarnya ketiga cara untuk mengatasi modus penipuan keuangan tadi memang mudah untuk diucapkan, namun belum tentu mudah untuk diterapkan. Namun untuk masa depan diri, keluarga, dan orang sekitar kita, maka kita harus senantiasa berupaya yang terbaik menerapkan tiga cara tersebut. Kiranya kita semua dapat terhindar dari modus penipuan keuangan dan senantiasa mengelola keuangan dengan baik.
Jika Anda ingin mengecek legalitas produk jasa keuangan yang berizin OJK, dapat dilakukan dengan mengakses informasi melalui situs web resmi OJK, Kontak 157, atau WhatsApp ke 081157157157. Materi edukasi lain dalam rangka peningkatan literasi keuangan dapat diakses juga melalui media sosial resmi OJK dan situs web lms.ojk.go.id. Akhir kata, mari bersama-sama bijaksana dalam mengelola keuangan demi kehidupan yang sejahtera dan sukacita bersama orang-orang terkasih kita.