Jakarta (ANTARA) - Sepanjang 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membuat beberapa kebijakan untuk mengatur dunia telekomunikasi maupun dunia maya.
Salah satu kebijakan yang banyak diperbincangkan, bahkan menjadi topik hangat di media sosial adalah mengenai regulasi International Mobile Equipment Identity atau IMEI. Selain itu, tahun ini pemerintah juga gencar mendorong agar Indonesia segera memiliki aturan untuk mellindungi data pribadi.
IMEI
Rencana pemerintah untuk mengurangi peredaran ponsel ilegal alias black market di Indonesia kembali mengemuka pada pertengahan tahun ini. Kominfo bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian sepakat untuk memiliki regulasi tentang IMEI tahun ini agar industri ponsel terlindungi dari barang-barang ilegal.
Pertengahan Oktober, menjelang masa jabatan pemerintahan periode 2014-2019 berakhir, aturan tersebut disahkan lewat Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengendalian alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi IMEI.
Gagasan utama aturan ini adalah mendaftarkan nomor IMEI untuk perangkat-perangkat yang beredar melalui distributor resmi di Indonesia ke sistem yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perindustrian.
Pengguna ponsel bisa mengecek status nomor IMEI ponsel mereka lewat situs imei.kemenperin.go.id untuk melihat apakah nomor IMEI ponsel terdaftar di basis data Kemenperin.
Aturan IMEI akan berlaku efektif pada 18 April 2020, enam bulan setelah peraturan disahkan pada 18 Oktober lalu.
Jika nomor IMEI ponsel tidak terdaftar di sistem, ponsel tidak lagi bisa terhubung ke jaringan seluler setelah tanggal 18 April 2020. Tapi, aturan ini hanya berlaku bagi ponsel yang dibeli setelah aturan ini ditandatangani.
Saat ini pemerintah sedang berada dalam fase persiapan regulasi IMEI, antara lain menyiapkan Sistem Informasi Berbasis data IMEI Nasional (SIBINA) dan menyesuaikan data di operator seluler dengan data yang ada di SIBINA.
Mulai 18 April 2020, setelah aturan berlaku efektif, pemerintah akan terus memperbarui dan mengolah data IMEI di SIBINA agar dapat diberikan dan dijalankan oleh operator seluler.
Pemerintah juga sedang menyiapkan laporan untuk ponsel yang hilang atau dicuri, setelah masyarakat melaporkan, ponsel tersebut akan diblokir agar tidak dapat digunakan.
Sementara bagi masyarakat yang membeli ponsel di luar, menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017, barang akan dikenakan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan 7,5 persen.
Tanda terima dari petugas bea cukai dapat dijadikan acuan untuk mendaftarkan nomor IMEI ponsel di Indonesia.
RUU Perlindungan Data Pribadi
Banyak yang berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dapat selesai tahun 2019 ini karena di era digital seperti sekarang ini, data pribadi milik masyarakat dikelola oleh banyak pihak.
Tapi, hingga 2019 akan berakhir dalam beberapa hari lagi, rancangan undang-undang ini belum terselesaikan. Draft RU Perlindungan Data Pribadi sudah diberikan ke beberapa kementarian dan lembaga, namun, dikembalikan lagi ke Kominfo pada Oktober lalu karena masih memerlukan revisi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate kembali mengajukan draft RUU Perlindungan Data Pribadi ke DPR hingga akhirnya disepakati untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 saat rapat di DPR awal Desember.
Perkembangan terbaru mengenai RUU Perlindungan Data Pribadi, kementerian masih menunggu Presiden Joko Widodo mengirimkan Amanat Presiden ke DPR.
Data pribadi, menurut aturan tersebut, diartikan sebagai "setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik".
Undang-undang ini sangat penting untuk mengatur lalu lintas data pribadi warga negara Indonesia, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Pangerapan beberapa waktu lalu berkata data pribadi di era digital pasti dipertukarkan.
"Untuk itu, perlu perlindungan data pribadi, bagaimana menggunakan data pribadi tersebut," kata Semuel.
Salah satu perbedaan mencolok era digital dapat dilihat pada kebiasaan berbelanja, orang mulai beralih ke balanja online, tidak melulu datang langsung ke toko. Semuel menjelaskan ketika berbelanja online, data seperti informasi nama dan alamat, berpindah dari pemilik data ke penyedia platform jualan dan penjual barang dan jasa di platform tersebut.
Data konsumen juga dipegang oleh penyedia pembayaran dan layanan pengantaran barang.
Data tidak hanya dipertukarkan dalam sebuah platform, melainkan hingga lintas negara sehingga perlu ada kesetaraan dalam aturan perlindungan data pribadi secara internasional. Indonesia saat ini belum memiliki peraturan mengenai perlindungan data pribadi yang komprehensif, menurut Semuel, aturan yang ada saat ini masih bersifat parsial dan tersebar di berbagai sektor.
Peraturan yang saat ini mencakup data pribadi adalah Undang-Undang nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE dan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang juga sering disebut sebagai PP PSTE.
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi antara lain akan mengatur jenis data pribadi, hak pemilik data, transfer data pribadi dan penyelesaian sengketa.
UU PDP juga akan berisi larangan dan ketentuan pidana, kerja sama internasional, sanksi administrasi dan peran pemerintah maupun masyarakat dalam melindungi data pribadi.
Salah satu kebijakan yang banyak diperbincangkan, bahkan menjadi topik hangat di media sosial adalah mengenai regulasi International Mobile Equipment Identity atau IMEI. Selain itu, tahun ini pemerintah juga gencar mendorong agar Indonesia segera memiliki aturan untuk mellindungi data pribadi.
IMEI
Rencana pemerintah untuk mengurangi peredaran ponsel ilegal alias black market di Indonesia kembali mengemuka pada pertengahan tahun ini. Kominfo bersama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian sepakat untuk memiliki regulasi tentang IMEI tahun ini agar industri ponsel terlindungi dari barang-barang ilegal.
Pertengahan Oktober, menjelang masa jabatan pemerintahan periode 2014-2019 berakhir, aturan tersebut disahkan lewat Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengendalian alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi IMEI.
Gagasan utama aturan ini adalah mendaftarkan nomor IMEI untuk perangkat-perangkat yang beredar melalui distributor resmi di Indonesia ke sistem yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perindustrian.
Pengguna ponsel bisa mengecek status nomor IMEI ponsel mereka lewat situs imei.kemenperin.go.id untuk melihat apakah nomor IMEI ponsel terdaftar di basis data Kemenperin.
Aturan IMEI akan berlaku efektif pada 18 April 2020, enam bulan setelah peraturan disahkan pada 18 Oktober lalu.
Jika nomor IMEI ponsel tidak terdaftar di sistem, ponsel tidak lagi bisa terhubung ke jaringan seluler setelah tanggal 18 April 2020. Tapi, aturan ini hanya berlaku bagi ponsel yang dibeli setelah aturan ini ditandatangani.
Saat ini pemerintah sedang berada dalam fase persiapan regulasi IMEI, antara lain menyiapkan Sistem Informasi Berbasis data IMEI Nasional (SIBINA) dan menyesuaikan data di operator seluler dengan data yang ada di SIBINA.
Mulai 18 April 2020, setelah aturan berlaku efektif, pemerintah akan terus memperbarui dan mengolah data IMEI di SIBINA agar dapat diberikan dan dijalankan oleh operator seluler.
Pemerintah juga sedang menyiapkan laporan untuk ponsel yang hilang atau dicuri, setelah masyarakat melaporkan, ponsel tersebut akan diblokir agar tidak dapat digunakan.
Sementara bagi masyarakat yang membeli ponsel di luar, menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017, barang akan dikenakan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan 7,5 persen.
Tanda terima dari petugas bea cukai dapat dijadikan acuan untuk mendaftarkan nomor IMEI ponsel di Indonesia.
RUU Perlindungan Data Pribadi
Banyak yang berharap Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dapat selesai tahun 2019 ini karena di era digital seperti sekarang ini, data pribadi milik masyarakat dikelola oleh banyak pihak.
Tapi, hingga 2019 akan berakhir dalam beberapa hari lagi, rancangan undang-undang ini belum terselesaikan. Draft RU Perlindungan Data Pribadi sudah diberikan ke beberapa kementarian dan lembaga, namun, dikembalikan lagi ke Kominfo pada Oktober lalu karena masih memerlukan revisi.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate kembali mengajukan draft RUU Perlindungan Data Pribadi ke DPR hingga akhirnya disepakati untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 saat rapat di DPR awal Desember.
Perkembangan terbaru mengenai RUU Perlindungan Data Pribadi, kementerian masih menunggu Presiden Joko Widodo mengirimkan Amanat Presiden ke DPR.
Data pribadi, menurut aturan tersebut, diartikan sebagai "setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik".
Undang-undang ini sangat penting untuk mengatur lalu lintas data pribadi warga negara Indonesia, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Pangerapan beberapa waktu lalu berkata data pribadi di era digital pasti dipertukarkan.
"Untuk itu, perlu perlindungan data pribadi, bagaimana menggunakan data pribadi tersebut," kata Semuel.
Salah satu perbedaan mencolok era digital dapat dilihat pada kebiasaan berbelanja, orang mulai beralih ke balanja online, tidak melulu datang langsung ke toko. Semuel menjelaskan ketika berbelanja online, data seperti informasi nama dan alamat, berpindah dari pemilik data ke penyedia platform jualan dan penjual barang dan jasa di platform tersebut.
Data konsumen juga dipegang oleh penyedia pembayaran dan layanan pengantaran barang.
Data tidak hanya dipertukarkan dalam sebuah platform, melainkan hingga lintas negara sehingga perlu ada kesetaraan dalam aturan perlindungan data pribadi secara internasional. Indonesia saat ini belum memiliki peraturan mengenai perlindungan data pribadi yang komprehensif, menurut Semuel, aturan yang ada saat ini masih bersifat parsial dan tersebar di berbagai sektor.
Peraturan yang saat ini mencakup data pribadi adalah Undang-Undang nomor 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE dan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang juga sering disebut sebagai PP PSTE.
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi antara lain akan mengatur jenis data pribadi, hak pemilik data, transfer data pribadi dan penyelesaian sengketa.
UU PDP juga akan berisi larangan dan ketentuan pidana, kerja sama internasional, sanksi administrasi dan peran pemerintah maupun masyarakat dalam melindungi data pribadi.