Denpasar (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar menyebutkan ditemukan 8.488 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia selama tahun 2019.
Selain itu terjadi tindak pidana perdagangan orang 100 kasus dengan korban 79 perempuan dan 21 laki-laki usia di bawah 18 tahun.
"Bidang Perlindungan Anak fokus di persoalan basis data, kemudian ketika ada korban yang memerlukan layanan dan koordinasi itu yang kami fokuskan sehingga dari data yang 8.488 ada 100 orang yang menjadi korban TPPO," kata Nahar disela-sela menghadiri seminar di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan untuk pelaku TPPO sendiri ada yang melewati proses hukum dan ada yang tidak melewati proses hukum karena pada tahap tersebut bisa digagalkan.
Terkait asal pelaku pihaknya lebih berfokus penanganan di dalam negeri baik untuk kasus pengerahan tenaga kerja dan TPPO, jadi ditemukan pelakunya lebih banyak dari Indonesia dibandingkan . warga negara asing.
Ia menambahkan terjadinya kasus TPPO dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor penarik, untuk faktor pendorong diantaranya karena kondisi ekonomi, tergiur dengan jumlah gaji besar dan rendahnya akses pendidikan yang sangat terbatas sehingga tidak cukup pengetahuan yang dimiliki tentang TPPO.
Selain itu juga dipengaruhi oleh tuntutan konsumerisme untuk menerapkan gaya hidup yang mewah. Dalam kasus ini juga kerap ditemukan adanya ketidaksetaraan gender dan diskriminasi.
"Faktanya banyak lapangan kerja yang lebih membutuhkan tenaga kerja laki-laki daripada perempuan hal ini mengakibatkan perempuan memiliki akses terbatas untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dengan mudahnya tergiur dengan tawaran pelaku TPPO," katanya.
Faktor lainnya karena ditemukan terjadinya disintegrasi yaitu situasi korban yang hidup terpisah dengan keluarganya, sering dianggap menjadi pribadi yang lemah dan rentan dijadikan sasaran dari pelaku TPPO.
"Terlebih menganggap bahwa bekerja di luar negeri bisa menjanjikan pendapatan yang besar selain adanya faktor pendorong yang berasal dari internal korban TPPO," katanya.
Sedangkan untuk faktor penarik yaitu korban yang terpengaruh dengan gaya hidup hedonis, dan daya tarik untuk bekerja di luar kota atau bahkan di luar negeri.
"Adanya wisata seks yang diorganisasikan jaringan internasional, menjadikan prostitusi anak dan dianggap sebagai tren di dunia prostitusi, ditambah lagi lemahnya pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum dalam masalah TPPO tersebut," ucapnya.
Selain itu terjadi tindak pidana perdagangan orang 100 kasus dengan korban 79 perempuan dan 21 laki-laki usia di bawah 18 tahun.
"Bidang Perlindungan Anak fokus di persoalan basis data, kemudian ketika ada korban yang memerlukan layanan dan koordinasi itu yang kami fokuskan sehingga dari data yang 8.488 ada 100 orang yang menjadi korban TPPO," kata Nahar disela-sela menghadiri seminar di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan untuk pelaku TPPO sendiri ada yang melewati proses hukum dan ada yang tidak melewati proses hukum karena pada tahap tersebut bisa digagalkan.
Terkait asal pelaku pihaknya lebih berfokus penanganan di dalam negeri baik untuk kasus pengerahan tenaga kerja dan TPPO, jadi ditemukan pelakunya lebih banyak dari Indonesia dibandingkan . warga negara asing.
Ia menambahkan terjadinya kasus TPPO dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor penarik, untuk faktor pendorong diantaranya karena kondisi ekonomi, tergiur dengan jumlah gaji besar dan rendahnya akses pendidikan yang sangat terbatas sehingga tidak cukup pengetahuan yang dimiliki tentang TPPO.
Selain itu juga dipengaruhi oleh tuntutan konsumerisme untuk menerapkan gaya hidup yang mewah. Dalam kasus ini juga kerap ditemukan adanya ketidaksetaraan gender dan diskriminasi.
"Faktanya banyak lapangan kerja yang lebih membutuhkan tenaga kerja laki-laki daripada perempuan hal ini mengakibatkan perempuan memiliki akses terbatas untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dengan mudahnya tergiur dengan tawaran pelaku TPPO," katanya.
Faktor lainnya karena ditemukan terjadinya disintegrasi yaitu situasi korban yang hidup terpisah dengan keluarganya, sering dianggap menjadi pribadi yang lemah dan rentan dijadikan sasaran dari pelaku TPPO.
"Terlebih menganggap bahwa bekerja di luar negeri bisa menjanjikan pendapatan yang besar selain adanya faktor pendorong yang berasal dari internal korban TPPO," katanya.
Sedangkan untuk faktor penarik yaitu korban yang terpengaruh dengan gaya hidup hedonis, dan daya tarik untuk bekerja di luar kota atau bahkan di luar negeri.
"Adanya wisata seks yang diorganisasikan jaringan internasional, menjadikan prostitusi anak dan dianggap sebagai tren di dunia prostitusi, ditambah lagi lemahnya pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum dalam masalah TPPO tersebut," ucapnya.