Jakarta (ANTARA) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendapatkan penghargaan dari Bank Dunia dalam Best Egmont Case Awards 2020 (BECA) sebagai pemenang "2020 World Bank's Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) Recognition".
Dalam kompetisi tahunan yang diselenggarakan sejak 2011 oleh the Egmont Group, Indonesia berhasil memperoleh penghargaan itu dari 24 kasus yang berasal dari 19 negara yang mengikuti kompetisi tersebut.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menyebutkan penghargaan ini diberikan kepada negara yang mengirimkan penanganan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal korupsi yang didalamnya terdapat proses pengembalian aset yang baik, sehingga memberikan manfaat kepada negara yang bersangkutan.
Dia menambahkan penghargaan disampaikan Bank Dunia kepada PPATK, karena kasus yang disampaikan telah memenuhi kriteria yang baik dan kompleks dalam penanganan perampasan aset TPPU di bidang korupsi.
"Nilai tambah lainnya adalah kasus tersebut melibatkan kerja sama domestik dan internasional yang komprehensif dengan aparat penegak hukum serta unit intelijen keuangan negara lain," ujarnya.
Dian mengatakan PPATK menyampaikan empat contoh kasus pencucian uang dan kolaborasi dalam perampasan aset. Secara garis besar kasus pertama terkait dengan narkotika TPPU, kasus kedua terkait dengan kejahatan di bidang cukai, kepabeanan dan TPPU.
Kasus ketiga terkait dengan peran PPATK dalam mengungkap jejaring narkotika dengan menganalisis data laporan transaksi keuangan transfer dana dari/ke luar negeri (LTKL) yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan. Sedangkan kasus keempat terkait dengan perkara korupsi.
Dian mengapresiasi terjalinnya kerja sama domestik dan internasional yang baik, sehingga penanganan berbagai perkara TPPU, pendanaan terorisme dan kejahatan keuangan lainnya dapat tergarap dengan optimal.
"Upaya untuk mempertajam kinerja PPATK tidak bisa dilepaskan dari peningkatan koordinasi dengan berbagai lembaga di level nasional dan internasional," katanya.
Kepala PPATK melanjutkan bahwa saat ini PPATK merupakan role model kelembagaan bagi lembaga intelijen keuangan di berbagai negara.
The Egmont Group merupakan organisasi internasional yang menghimpun lembaga intelijen keuangan di seluruh dunia, dengan PPATK termasuk bagian di dalamnya.
Penghargaan yang diperoleh PPATK meneruskan torehan prestasi positif dalam gelaran BECA yang digelar tiap tahunnya.
Pada 2014, PPATK mempresentasikan tipologi kasus pendanaan terorisme yang terkait dengan peretasan situs komersial serta pencucian uang.
Pada 2015 disampaikan terkait dengan analisis proaktif PPATK dalam pengungkapan kasus terorisme melalui skema donasi dan penyalahgunaan yayasan.
Sedangkan, pada 2017, PPATK mengangkat isu mengenai kontribusi pendekatan follow the money dalam mencegah aksi terorisme.
Sementara, tahun 2018, PPATK mempresentasikan penanganan perkara KTP elektronik yang melibatkan skema U-turn global.
Dalam kompetisi tahunan yang diselenggarakan sejak 2011 oleh the Egmont Group, Indonesia berhasil memperoleh penghargaan itu dari 24 kasus yang berasal dari 19 negara yang mengikuti kompetisi tersebut.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin, menyebutkan penghargaan ini diberikan kepada negara yang mengirimkan penanganan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal korupsi yang didalamnya terdapat proses pengembalian aset yang baik, sehingga memberikan manfaat kepada negara yang bersangkutan.
Dia menambahkan penghargaan disampaikan Bank Dunia kepada PPATK, karena kasus yang disampaikan telah memenuhi kriteria yang baik dan kompleks dalam penanganan perampasan aset TPPU di bidang korupsi.
"Nilai tambah lainnya adalah kasus tersebut melibatkan kerja sama domestik dan internasional yang komprehensif dengan aparat penegak hukum serta unit intelijen keuangan negara lain," ujarnya.
Dian mengatakan PPATK menyampaikan empat contoh kasus pencucian uang dan kolaborasi dalam perampasan aset. Secara garis besar kasus pertama terkait dengan narkotika TPPU, kasus kedua terkait dengan kejahatan di bidang cukai, kepabeanan dan TPPU.
Kasus ketiga terkait dengan peran PPATK dalam mengungkap jejaring narkotika dengan menganalisis data laporan transaksi keuangan transfer dana dari/ke luar negeri (LTKL) yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan. Sedangkan kasus keempat terkait dengan perkara korupsi.
Dian mengapresiasi terjalinnya kerja sama domestik dan internasional yang baik, sehingga penanganan berbagai perkara TPPU, pendanaan terorisme dan kejahatan keuangan lainnya dapat tergarap dengan optimal.
"Upaya untuk mempertajam kinerja PPATK tidak bisa dilepaskan dari peningkatan koordinasi dengan berbagai lembaga di level nasional dan internasional," katanya.
Kepala PPATK melanjutkan bahwa saat ini PPATK merupakan role model kelembagaan bagi lembaga intelijen keuangan di berbagai negara.
The Egmont Group merupakan organisasi internasional yang menghimpun lembaga intelijen keuangan di seluruh dunia, dengan PPATK termasuk bagian di dalamnya.
Penghargaan yang diperoleh PPATK meneruskan torehan prestasi positif dalam gelaran BECA yang digelar tiap tahunnya.
Pada 2014, PPATK mempresentasikan tipologi kasus pendanaan terorisme yang terkait dengan peretasan situs komersial serta pencucian uang.
Pada 2015 disampaikan terkait dengan analisis proaktif PPATK dalam pengungkapan kasus terorisme melalui skema donasi dan penyalahgunaan yayasan.
Sedangkan, pada 2017, PPATK mengangkat isu mengenai kontribusi pendekatan follow the money dalam mencegah aksi terorisme.
Sementara, tahun 2018, PPATK mempresentasikan penanganan perkara KTP elektronik yang melibatkan skema U-turn global.